07 Maret 2024
11:05 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengungkapkan saat ini, rasio kredit perbankan untuk UMKM masih berada di kisaran 20%. Sementara rasio kredit sejenis di luar negeri sudah di atas 30%. Tercatat, porsi kredit usaha mikro sebesar 22%, usaha kecil 33%, dan usaha menengah 45%.
"Jika dibandingkan, Thailand dan Malaysia, Indonesia masih tertinggal karena kedua negara tetangga itu sudah berada di atas 40%. Bahkan, di Korea Selatan sudah lebih dari 80%," ucap Teten pada acara launching Amartha Village: New Home Stronger Growth dikutip, Kamis (7/3).
Di banyak negara lain, kata Teten, skema credit scoring lebih banyak digunakan sehingga tidak digunakan agunan yang memberatkan nasabah UMKM.
"Di negara lain, bank berani memberikan kredit bagi usaha mikro dan kecil, karena mereka sudah terhubung ke rantai nilai atau masuk rantai pasok industri," kata dia.
Sebagai informasi, credit score adalah sistem penilaian kelayakan calon peminjam menggunakan beberapa metriks tertentu. Contohnya seperti jumlah kredit yang pernah dimiliki, kepemilikan beban kredit dan seberapa sering menunggak pembayaran.
Selain itu, menurut Teten, rendahnya tingkat literasi keuangan pelaku UMKM menjadi salah satu penyebab minimnya akses lembaga keuangan terhadap sektor tersebut. Untuk itu, dia berharap inklusi keuangan menjadi salah satu pilar dalam pengembangan UMKM.
Baca Juga: Sistem Credit Scoring Perlu Regulasi Dan Literasi Yang Memadai
Dia sendiri menekankan langkah untuk terus menginisiasi kebijakan dan program dalam mengembangkan dan memperkuat ekosistem keuangan bagi UMKM.
Pertama, peningkatan akses pembiayaan KUR dan KUR Klaster, termasuk pendampingan UMKM untuk mengakses KUR. Kedua, inisiasi implementasi Credit Scoring. Ketiga, inisiasi model pengembangan skema pembiayaan FPO (Farmer Producer Organization).
Keempat, melalui LPDB-KUMKM sebagai holding satuan kerja ultra mikro, fokus pada pelaksanaan penyaluran dan pengelolaan dana bergulir untuk koperasi baik sektor riil maupun simpan pinjam yang diteruskan ke UMKM.
"Kunci utama terwujudnya ekosistem keuangan inklusif bagi UMKM adalah sinergi dan kolaborasi secara komprehensif," kata Teten.
Dalam upaya ini dirinya mengapresiasi Amartha (PT Amartha Mikro Fintek) sebagai Fintech Peer to Peer (P2P) dan investasi online agar bisa terus membangun ekosistem keuangan mikro.
"Kehadiran Amartha yang masuk di akar rumput, terutama kalangan ibu-ibu, merupakan solusi bagi perkuatan modal usaha mikro," ucap Teten.
Melalui Amartha, dia berharap UMKM dapat lebih terhubung dengan ekonomi digital yang berkembang pesat dari sisi permodalan, investasi, dan layanan pembayaran.
Dirinya juga mengapresiasi Amartha yang tidak melakukan pendekatan berbasis kolateral dalam mengucurkan kredit bagi usaha mikro dan kecil, melainkan menggunakan skema credit scoring.
"Amartha jadi lebih mengetahui dan memahami nasabahnya dan bisa membangun ekosistem pembiayaan mikro," kata MenKopUKM.
Ekonomi Akar Rumput
Pada kesempatan yang sama, Founder dan CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, Amartha merupakan platform teknologi keuangan mikro yang memiliki misi untuk kesejahteraan bersama lewat pembangunan infrastruktur keuangan digital bagi ekonomi akar rumput.
"Amartha tumbuh sebagai perusahaan teknologi yang membangun ekosistem keuangan mikro sehingga lebih terhubung dengan ekonomi digital yang berkembang pesat melalui permodalan, investasi, dan layanan pembayaran," kata Taufan.
Bagi Taufan, Amartha akan terus memajukan ekonomi piramida bawah dengan meningkatkan daya saing kewirausahaan mikro dan kecil. Dengan demikian, pihaknya yakin bisa memberdayakan lebih banyak UMKM perempuan, menciptakan lapangan kerja, dan membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Baca Juga: Kasus Investree, Pengamat: Akar Masalah di Scoring Kredit
Taufan menambahkan, pada 2022, Amartha membentuk Amartha.org untuk melakukan berbagai intervensi di bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan transformasi digital bagi percepatan kesejahteraan yang merata, hingga perbaikan kualitas hidup masyarakat di lapisan piramida terbawah.
Di Indonesia, kata Taufan, Amartha menjadi pionir modernisasi keuangan mikro dengan memperkenalkan akses microfinance melalui marketplace. Melalui platform ini, pendana individu dan institusi dapat langsung berpartisipasi dalan menyalurkan permodalan bagi pengusaha mikro dan UKM di pedesaan.
"Saya melihat bagaimana modal kerja yang relatif kecil bisa membawa perubahan besar bagi perempuan pelaku usaha mikro di pedesaan," imbuh Taufan.