06 Maret 2024
14:25 WIB
Penulis: Erlinda Puspita
JAKARTA - Pupuk Indonesia meminta agar pemerintah tidak mengakhiri kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) di tahun 2024, karena bisa berdampak pada ketahanan pangan nasional. Pasalnya, kenaikan harga gas yang tidak diatur HGBT bisa mempengaruhi harga pupuk bagi petani.
Presiden Direktur PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi khawatir harga hasil produksi pertanian dalam negeri akan melonjak di tahun depan. Bahkan berpotensi mengganggu sektor pertanian, karena biaya produksi petani yang makin naik.
Hal tersebut lantaran harga gas sebagai bahan baku produksi pupuk kemungkinan akan naik, sejalan dengan akan berakhirnya kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang menetapkan batas atas harga gas untuk industri pupuk.
“Saya di tahun 2024 tidak khawatir soal produksi beras. Tapi saya tidak bisa tidur karena setelah tahun 2024 agro input (pertanian) itu sumbernya gas. Nah gas ini kebijakan untuk pupuk akan berakhir di tahun 2024. Sehingga ketersediaannya ada tapi yang jadi pertanyaan keterjangkauan (pupuk),” tutur Rahmad saat ditemui usai diskusi di Indonesia Data and Economic Forum 2024, di Jakarta, Selasa (5/3).
Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 15 Tahun 2022 Pasal 3 Ayat 2, dijelaskan jika harga gas bumi (plant gate) diserahkan pada industri paling tinggi senilai US$6 per MMBTU. Penerima kebijakan HGBT ini juga dibatasi hanya untuk 7 industri, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Pada beleid tersebut diatur bahwa Menteri ESDM akan melakukan evaluasi HGBT setiap tahunnya atau sewaktu-waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dalam negeri.
Mengacu pada aturan tersebut, Rahmad pun khawatir jika kebijakan HGBT tidak berlanjut di tahun berikutnya, maka harga pupuk bisa naik drastis ke depannya mengikuti harga gas dunia. Apalagi saat ini terjadi konflik di beberapa negara, salah satunya konflik Amerika Serikat (AS) dengan militan Houthi di Laut Merah, sehingga harga minyak dan gas dunia terkerek semakin mahal.
Rahmad juga mengaku tidak bisa memprediksi kenaikan harga pupuk berapa persen jika kebijakan HGBT dicabut atau diubah, karena menurutnya pembentukan harga pupuk pasti akan tetap mengikuti harga pasar global. Kenaikan ini pernah terjadi sebelumnya pada tahun 2021-2022, sehingga ia berharap kejadian serupa tidak terulang.
“Pada 2021-2022 harga gas melambung tinggi. Kemudian pemerintah menetapkan HGBT tertentu. Kita harapkan itu tidak terjadi, tapi kita harus antisipasi,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan, jika harga pupuk dibiarkan naik, hal tersebut bisa mengganggu ketahanan pangan nasional. Alasannya, akan banyak petani yang memilih tidak melakukan tanam karena biaya produksi dari pupuk sudah sangat mahal. Oleh karena itu, Rahmad meminta agar kebijakan HGBT terus dilanjutkan.
“Menurut kami, HGBT itu harus dilanjutkan untuk memberikan kepastian dalam rencana keuangan pemerintah dan kepastian pada petani, supaya harga pupuknya terjaga,” pungkas Rahmad.