12 November 2024
19:53 WIB
Proyek Green Ammonia Hybrid Pertama Dunia Siap Dibangun di Indonesia
Selain memproduksi amonia dari bahan baku gas alam, pabrik ini juga akan menghasilkan amonia hijau dari hidrogen yang dihasilkan lewat proses elektrolisis air
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi dalam Conference of the Parties (COP) UN Climate Change Conference ke-29 di Baku, Azerbaijan. dok.Humas Pupuk Indonesia
JAKARTA - PT Pupuk Indonesia (Persero) menyatakan, siap membangun Proyek Green Ammonia Initiative from Aceh (GAIA), fasilitas hybrid green ammonia pertama di dunia. Proyek ini menjadi bagian dari upaya Indonesia mendukung transisi energi hijau global.
"Proyek GAIA bukan hanya upaya meningkatkan efisiensi penggunaan aset yang ada, namun juga inovasi kami dalam menciptakan solusi berkelanjutan yang berdampak positif bagi lingkungan, perekonomian, bahkan mendukung ketahanan pangan dan energi," kata Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi dalam keterangan di Jakarta, Selasa (12/11).
Berpartisipasi sebagai anggota delegasi Indonesia di Conference of the Parties (COP) UN Climate Change Conference ke-29 di Baku, Azerbaijan, PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskan posisi Indonesia dalam transisi energi hijau global. Salah satunya melalui Proyek GAIA yang akan menjadi fasilitas hybrid green ammonia pertama di dunia.
Proyek ini memanfaatkan pabrik amonia milik anak perusahaan Pupuk Indonesia, yakni Pupuk Iskandar Muda (PIM) di Aceh. Selain memproduksi amonia dari bahan baku gas alam, pabrik ini juga akan menghasilkan amonia hijau dari hidrogen yang dihasilkan lewat proses elektrolisis air.
Apabila amonia hijau ini dapat diproduksi secara konsisten, lanjut Rahmad, Indonesia berpotensi menjadikannya sebagai komoditas strategis yang memiliki nilai ekonomis tinggi, seiring meningkatnya permintaan global.
"Selain tentunya mendukung pencapaian target Net Zero Emission Indonesia pada 2060," ujarnya.
Dua Perusahaan Jepang
Untuk merealisasikannya, Pupuk Indonesia bekerja sama dengan dua perusahaan asal Jepang, Toyo Engineering Corporation dan ITOCHU Corporation. Kerja sama ini dijalankan dalam sebuah joint venture yang mendukung rantai nilai produksi dan distribusi amonia hijau.
Kerja sama ini tidak hanya mempercepat implementasi teknologi rendah karbon di Indonesia, tetapi juga mencerminkan komitmen Pupuk Indonesia untuk memerangi perubahan iklim melalui kolaborasi internasional.
"Dengan menggabungkan keahlian dari berbagai negara, proyek GAIA diharapkan dapat menjadi solusi energi bersih yang berdampak positif secara global dan memperkuat posisi Indonesia dalam peta transisi energi hijau dunia," tutur Rahmad.
Dalam ekosistem Proyek GAIA ini, listrik untuk menghasilkan hidrogen hijau berasal dari sumber energi terbarukan yang dipasok PLN, teknologi rancang bangun atau EPC dari Toyo, serta dukungan rantai pasok bahan bakar kapal (marine bunkering) dari ITOCHU. Proyek GAIA juga ditujukan untuk mempercepat hilirisasi industri kimia di Indonesia, dengan pendekatan yang mendukung keberlanjutan melalui energi terbarukan.
Proyek ini pun akan menjadikan Indonesia sebagai pionir dalam memproduksi amonia hijau hybrid, yang tidak hanya bermanfaat untuk kebutuhan domestik, tetapi juga sebagai komoditas bernilai tinggi untuk ekspor.
Di masa depan, lanjut Rahmad, model bisnis ini dapat direplikasi di fasilitas-fasilitas produksi amonia lain di Indonesia, bahkan internasional, demi mendukung hilirisasi berkelanjutan dengan memanfaatkan energi hijau.
Proyek GAIA juga diprediksi dapat berkontribusi positif bagi perekonomian Indonesia. Selain mendatangkan investasi, proyek ini dipastikan juga dapat menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi hijau.
Terlebih lagi, secara jangka panjang Proyek GAIA dapat diperluas ke fasilitas produksi amonia lain di Indonesia bahkan mancanegara. Perluasan model bisnis Proyek GAIA pada fasilitas produksi amonia Pupuk Indonesia Group ke depannya diharapkan dapat menjamin pasokan bahan baku pupuk ramah lingkungan.
"Hal ini esensial mengingat pupuk berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas pertanian, sehingga mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri hingga regional," terangnya.
Untuk diketahui, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, Lhokseumawe, yang menjadi lokasi Proyek GAIA, menyediakan infrastruktur yang mendukung investasi hijau dan mempercepat realisasi potensi ekonomi dari proyek ini. Dengan keahlian dan pengalaman lebih dari 50 tahun dalam memproduksi, menyimpan, dan mendistribusikan amonia, Pupuk Indonesia berada pada posisi strategis untuk membawa Indonesia menjadi pemain utama amonia hijau di tingkat global.
Karena selain untuk pupuk dan pangan, pengembangan amonia hijau juga dapat mendukung sektor maritim global, yang diproyeksikan akan mengadopsi amonia hijau sebagai bahan bakar ramah lingkungan pada 2050.
“Melalui Project GAIA, Pupuk Indonesia berada di garis terdepan inovasi teknologi rendah karbon. Inisiatif ini tak hanya menjadi milestone bagi dekarbonisasi industri pupuk nasional, tetapi juga berpotensi menjadi model bagi negara lain yang ingin mengembangkan green ammonia,” kata Rahmad.
Dalam Bentuk Hibah
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, Pemerintah Jepang berencana memberikan hibah sejumlah US$25 juta (Rp382,75 miliar, kurs 1 dolar AS = Rp15.310) untuk pengembangan proyek amonia hijau di Aceh.
“Untuk proyek amonia Pupuk Iskandar Muda (anak usaha Pupuk Indonesia) ini, pemerintah Jepang akan memberikan bantuan sekitar US$25 juta, dalam bentuk grant (hibah),” kata Airlangga Hartarto beberapa waktu lalu.
Proyek tersebut merupakan hasil dari perjanjian kerja sama pengembangan Green Ammonia Initiative from Aceh (Project GAIA) antara Pupuk Indonesia, ITOCHU Corporation, dan Toyo Engineering. Pengembangan proyek tersebut dimulai dengan pembangunan Front End Engineering Design (FEED), pada Agustus 2024.
Ketiga pihak yang bekerja sama, kemudian akan membentuk perusahaan patungan (joint venture company) dengan target keputusan investasi final pada paruh pertama 2025 dan operasi komersial pada 2027.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menyatakan, investasi terkait proyek zero emission sangat menarik bagi pasar internasional.
“Karena memang mereka diberikan insentif, dan bahkan mereka bisa memberikan yield yang sangat jauh lebih rendah apabila itu energi hijau baru terbarukan. Jadi sebetulnya memang kita harus aktif, karena kita memiliki potensi yang sangat besar,” ujarnya.