15 Februari 2025
15:33 WIB
Produsen Biodiesel Sukses Distribusikan FAME Hingga 100% Dari Pesanan
Ada 24 produsen biodiesel yang berpartisipasi untuk mendistribusikan FAME/ biodiesel ke 28 Perusahaan atau Badan Usaha Bahan Bakar Minyak yang ditugaskan ESDM dalam pencampuran minyak solar untuk B40
Ilustrasi. Dua pegawai menunjukkan bahan bakar B40 usai uji jalan kendaraan B40 di Jakarta, Rabu (27/7/2022). . ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Bidang Promosi dan Komunikasi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Catra De Thouars mengatakan, saat ini program mandatori B40 berjalan dengan baik. Produsen biodiesel telah mendistribusikan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) bulan Januari 2025 hingga 100% sesuai dengan PO yang diterbitkan oleh BUBBM (Badan Usaha BBM).
Selanjutnya, ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (15/2), memasuki Februari 2025 BUBBM khususnya PT. Pertamina Patra Niaga telah menerbitkan PO (Purchase Order) yang meningkat dari bulan sebelumnya.
"Kami mengapresiasi dukungan serta kebijakan pemerintah yang konsisten dan berkomitmen untuk menerapkan program mandatori biodiesel selama ini, sebagai salah satu cara untuk mencapai nett zero emission," tuturnya.
Untuk diketahui, program mandatori pencampuran biodiesel tahun 2025 telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri ESDM Nomor 341.K/EK.01/MEM.E/2024 Tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Sebagai Campuran Bahan Bakar Jenis Minyak Solar, Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Sebesar 40%.
Berdasarkan surat tersebut, ada 24 Perusahaan produsen biodiesel yang berpartisipasi untuk mendistribusikan FAME/ biodiesel ke 28 Perusahaan atau Badan Usaha Bahan Bakar Minyak yang ditugaskan oleh ESDM dalam pencampuran minyak solar untuk B40. Adapun total alokasi FAME/Biodiesel untuk 2025 adalah sekitar 15,6 juta Kiloliter.
Selanjutnya, Pemerintah telah menetapkan mekanisme harga biodiesel dimana untuk tahun 2025 terdapat dua kategori pembiayaan biodiesel yaitu untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan Non PSO.
Pertama, perihal pembiayaan biodiesel dengan tujuan pencampuran minyak biodiesel dengan solar PSO, Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM) seperti PT. Pertamina Patra Niaga membayar minyak biodiesel seharga minyak solar. Di mana selisih harga yang terjadi merupakan pembiayaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP).
Kedua, perihal pembiayaan biodiesel dengan tujuan pencampuran minyak biodiesel dengan solar Non PSO/industri, BUBBM membayar senilai harga biodiesel 100%. Sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 61 tahun 2015 beserta perubahannya, di mana BPDP melakukan pembayaran dengan ketentuan pembayaran maksimal 90 hari dari permohonan pembiayaan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN).
Sehingga terhadap selisih yang terjadi yang menjadi beban BPDP akan selalu dibayarkan, setelah terjadi pengiriman barang dan dilakukan verifikasi bukan kategori retroactive dikarenakan peraturan telah ada sebelum pengiriman barang.
Catra menambahkan, adapun yang menjadi porsi BPDP atas selisih harga antara minyak biodiesel dengan solar yaitu pada sektor PSO saja, di mana sektor ini memiliki market share 48% dari total kebutuhan solar nasional pada tahun 2025 yaitu sekitar 7,55 juta Kiloliter.
"Artinya dengan kondisi sekarang dibandingkan dengan periode sebelumnya kewajiban BPDP untuk pembiayaan biodiesel jauh berkurang sebab sebelumnya 100% pembiayaan atas selisih yang ada baik PSO dan Non-PSO ditanggung oleh BPDP," tuturnya.
Perketat Pengawasan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memperketat pengawasan sejak bahan bakar biosolar dengan kandungan nabati sebesar 40% atau biodiesel 40 (B40) didistribusikan. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Eniya Listiani Dewi menuturkan, pengawas tersebut terdiri atas pengawas-pengawas dari tim Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), serta EBTKE.
Eniya menjelaskan, terdapat tiga tambahan pengawasan yang dilakukan untuk memastikan bahwa bahan bakar yang didistribusikan memang betul B40, yakni dengan mengawasi kandungan air, warna dan densitas. “Itu yang menjadi faktor penambahan pengawasan, inspeksi,” ucapnya.
Eniya menjelaskan, penambahan pengawasan tersebut merupakan bentuk antisipasi pemerintah terkait distribusi B40, sebab tidak ada insentif dari pemerintah dalam pengimplementasian B40.
“Kalau yang dulu ada insentif, sehingga pasti nih dipakai di laboratorium. Sekarang kan nggak ada insentif, apakah akan begitu? Jadi, kami antisipasi aja,” ucapnya.
Terkait dengan B40 yang belum secara serentak didistribusikan, Eniya menjelaskan, di beberapa titik serah, masih ada yang menghabiskan stok B35. “Tapi, kalau yang kayak Pertamina, itu sudah sejak awal Januari, pekan pertama, (B35) sudah habis. Jadi, sekarang tinggal di titik-titik yang jauh dan masih ada stok (B35),” kata Eniya.
Ia memperkirakan seluruh stok B35 akan habis pada 31 Januari 2025. PT Pertamina Patra Niaga mulai menyalurkan bahan bakar Biosolar dengan kandungan nabati sebesar 40% atau biodiesel B40 secara bertahap di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) tanah air.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (17/1) mengatakan, pendistribusian tersebut menindaklanjuti Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 345.K/EK.01/MEM.E/2024 tertanggal 30 Desember 2024. Penyaluran Biosolar B40 tersebut mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar 35% atau B35.