25 April 2024
19:11 WIB
Produsen Baja Lapis Terkena Imbas Pembatasan Impor Bahan Baku
Salah satu produsen baja lapis, PT NS BlueScope Indonesia, menyebut pembatasan impor membuat pasokan bahan baku besi dan baja untuk keperluan produksi berkurang.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Sales & Marketing Director PT NS BlueScope Indonesia Irfan Fauzie dalam acara Halal Bi Halal, Jakarta, Kamis (25/4). ValidNewsID/Aurora KM Simanjuntak
JAKARTA - Perusahaan manufaktur baja lapis, PT NS BlueScope Indonesia, mengaku sempat khawatir kekurangan bahan baku untuk memproduksi baja lapis logam datar dan baja bercat karena ada larangan/pembatasan impor yang ditetapkan pemerintah.
Adapun larangan dan pembatasan impor bahan baku itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36/2023 stdd Permendag 3/2024.
Selain itu, industri yang hendak mengimpor bahan baku besi atau baja juga perlu mendapat pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian. Ketentuan itu diatur dalam Permenperin 1/2024.
Direktur Sales dan Marketing PT NS BlueScope Indonesia Irfan Fauzie menjelaskan, mayoritas bahan baku industri didapatkan dari luar negeri atau impor. Oleh karena itu, ia khawatir sumber bahan baku terbatas jika ada pembatasan impor.
"Memang sempat kita bingung juga, bagaimana cara mendapat sourcing-nya (karena ada pembatasan impor)," ujarnya kepada awak media dalam acara Halal Bi Halal, Jakarta, Kamis (25/4).
Irfan berharap pemerintah memahami tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri yang masih mengimpor bahan baku.
Meski sempat kena imbas aturan pembatasan impor, ia mengatakan pihaknya kini sudah mengantongi izin dari kementerian terkait untuk melaksanakan impor. Soal pertek atau rekomendasi impor, ia menerangkan perusahaan akan mengikuti mekanisme yang berlaku saat ini.
"Mau tidak mau (kena imbas), karena ada beberapa persen yang harus kami impor raw material, jadi (perusahaan) terimbas juga. Sekarang sudah lancar, sudah dapat lagi izin untuk impor, jadi sudah bisa lah," ungkap Irfan.
Ia juga menyampaikan PT NS BlueScope Indonesia mengimpor bahan baku berupa baja dari beberapa negara. Ia menyebutkan dua di antaranya, yakni dari Vietnam dan China. Namun selain impor, perusahaan juga memasok baja lokal dari Indonesia.
"Bahan baku ada yang impor, ada yang lokal juga. Persentasenya masing-masing saya tidak pegang angkanya berapa persen, tapi memang kita beli bahan baku baja ada lokal, ada yang impor," tutur Irfan.
Meski impor bahan baku, Irfan mengatakan berbagai produk besi dan baja yang dihasilkan BlueScope Indonesia sudah memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 40%, atau bahkan di atas 48%.
Daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri milik P3DN Kemenperin mencatat, ada dua kelompok barang dan jenis produk besutan PT NS Bluescope Indonesia beserta nilai TKDN-nya.
Itu mencakup kelompok logam dan barang logam dengan jenis produk Baja Lembaran Dan Gulungan Lapis Paduan Aluminium Seng (bj las) merek perisai dengan TKDN 55,81%, dan merek Perisai Nectelite dengan TKDN 57,54%.
"Kita kan ada TKDN, itu juga kita coba jaga, tetap ada (standar) level TKDN di kita juga," imbuh Irfan.
Ia menambahkan untuk produk baja jadi atau disebut profil besutan PT NS Bluescope Lysaght Indonesia, nilai TKDN-nya bervariasi sesuai dengan banyaknya produk baja yang dihasilkan. Adapun nilai TKDN-nya dalam laman P3DN Kemenperin mayoritas di atas 46%.
Baca Juga: Kinerja Impor Bahan Baku dan Barang Modal Turun, Begini Nasib Industri
Impor Besi Baja dan Barang dari Besi Baja
Untuk diketahui, impor komoditas besi dan baja (kode HS 72) cenderung naik turun dalam 5 tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2020, impor besi dan baja berada di angka US$6,85 miliar.
Kemudian pada 2021, impor melonjak naik menjadi US$11,95 miliar. Pada 2022, naik lagi menjadi US$13,35 miliar. Lalu pada 2023, impor besi dan baja turun ke angka US$11,38 miliar, dan pada awal tahun 2024 ini, nilai impornya sebesar US$1,74 miliar.
Adapun negara asal impor komoditas besi dan baja antara lain paling banyak dari China. Selain Negara Tirai Bambu, juga dari Algeria, Austria, Bahrain, Bangladesh, Kanada, Ceko, Korea Selatan, Vietnam, Singapura, dan lainnya.
Selanjutnya, impor komoditas barang dari besi dan baja (kode HS 73) dalam 5 tahun terakhir cenderung meningkat. BPS mencatat pada 2020, nilai impor barang dari besi dan baja senilai US$2,78 miliar.
Kemudian pada 2021, nilai impornya naik menjadi US$3.13 miliar. Pada 2022, kembali naik menjadi US$3,85 miliar. Pada 2023, nilai impor barang dari besi dan baja mencapai US$4,34 miliar. Sementara pada kuartal pertama di 2024 ini, nilai impornya US$734,5 juta.
Adapun negara asal impor komoditas barang dari besi dan baja mayoritas dari Argentina, Australia, China. Selain itu, negara pemasok lainnya terdiri dari Austria, Belarus, Brazil, Brunei Darussalam, Chili, dan lain-lain.
Baca Juga: Apindo Minta Pembatasan Impor Perhatikan Industri Dalam Negeri
Keterlibatan di Proyek IKN
Pada kesempatan yang sama, Project Marketing Manager & Country Innovation Lead PT NS BlueScope Indonesia Monika Frederika ikut memaparkan pihaknya telah turut serta menjadi pemasok baja lapis untuk konstruksi pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN di Kalimantan Timur.
Ia mengatakan keterlibatan BlueScope dalam mega proyek IKN sudah sejak 2022. Ia menyebut saat awal konstruksi, produk baja lapis digunakan untuk pembangunan rumah para pekerja atau karyawan konstruksi di IKN pada 2022.
"IKN sudah mulai berjalan akhir 2022, dan yang berjalan dulu itu semua karyawan konstruksi. Nah itu ada beberapa yang bangunannya kita support menggunakan material kita," kata Monika.
Irfan ikut menambahkan pihaknya juga menyuplai salah satu teknologi konstruksi, yakni sandwich panel untuk pelanggan atau vendor yang mengerjakan proyek IKN. Ia menjelaskan sandwich panel adalah sistem modular yang terdiri dari 3 lapis, yakni lapisan baja, di tengah ada insulasi, lalu ada lapisan baja lagi.
"Itu beberapa bangunan dengan menggunakan teknologi sandwich panel disuplai lewat customer-customer kita. Itu salah satu di proyek untuk perumahan pekerja di sana (IKN)," kata Irfan.