26 Maret 2025
08:38 WIB
Polemik Tarif Impor AS, Industri Mebel Khawatir Kehilangan Ekspor US$1,4 M
Pelaku industri RI minta pemerintah memitigasi potensi penerapan tarif impor tinggi dari AS. Ini termasuk melakukan diplomasi tingkat tinggi untuk meneken perjanjian dagang bilateral.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Fin Harini
Pengunjung melihat furnitur yang dipamerkan di ajang Indonesia Meubel dan Design Expo (IFFINA) 2024 di Indonesia Convention Exibition (ICE) Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (14/9/2024). Antara Foto/Muhammad Iqbal
JAKARTA - Industri mebel dan kerajinan mengkhawatirkan Indonesia bakal kena tarif impor yang akan diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap negara-negara eksportir.
Apabila demikian, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) memproyeksikan, nilai ekspor yang bakal hilang mencapai US$1,4 miliar. Sebab, penetrasi mebel dan kerajinan lokal ke pasar AS cukup signifikan, yakni sebesar 53%.
Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur menyampaikan, tarif impor tinggi dari AS akan membuat industri RI, khususnya perkayuan, mebel dan kerajinan mengalami kontraksi.
"Ini yang paling kita khawatirkan, karena 53% itu sangat signifikan, angkanya kurang lebih sekitar US$1,3-1,4 miliar," ujarnya dalam Konpers di Jakarta, Selasa (25/3).
Baca Juga: Mendag Sebut Peluang Ekspor Furnitur Bertumbuh Masih Ada
Sobur menyampaikan, Amerika adalah pasar terbesar untuk produk mebel dan kerajinan Indonesia. Selama ini, industri RI kerap memasok berbagai produk unggulan buatan lokal, termasuk kayu eksotis, ke pasar AS.
Bahkan, Indonesia merupakan pemasok mebel dan kerajinan ke AS terbesar peringkat ke-6. Ini setelah China dengan ekspor senilai US$9,4 miliar, Vietnam US$8,6 miliar, Meksiko US$3,2 miliar, Kanada US$2,2 miliar, dan Italia US$1,3 miliar.
Ketika AS menerapkan tarif tinggi, sambungnya, produk dari negara produsen, termasuk Indonesia akan kesulitan bersaing. Selain AS, industri RI juga memasok ke Eropa dengan pangsa sebesar 28%. Sisanya, baru ke negara seperti China, Jepang, dan Timur Tengah.
"Kalau Amerika benar-benar memberlakukan tarif per 2 April 2025, kepada barang yang berasal dari Indonesia, khususnya perkayuan, mebel dan produk turunannya, ini berarti akan ada kontraksi," ucap Sobur.
HIMKI menilai, perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk memitigasi penerapan tarif impor tinggi dari AS terhadap negara mitra dagangnya. Sayangnya, pemerintah belum bergerak sama sekali.
Pemerintah Minim Mitigasi
Sobur menyampaikan, AS sudah membidik Meksiko dan Kanada untuk mengimplementasikan tarif impor tinggi. Kebijakan Presiden Donald Trump itu ditengarai akan berlaku mulai 2 April 2025.
Melihat negara eksportir mebel dan kerajinan dikenakan tarif impor tinggi, HIMKI khawatir apabila AS ikut-ikutan membidik Indonesia. Itu sebabnya, HIMKI meminta pemerintah untuk mencegah hal tersebut.
"Saya belum melihat dari sisi pemerintah ada proses mitigasi menuju ke sana. Saya sudah sampaikan ke Mendag, tapi beliau belum punya program bersifat mitigasi terhadap persoalan ini (tarif AS)," ucap Ketum HIMKI.
Baca juga: ITPC Mexico City Sebut Jaringan Hotel Meksiko Minati Produk Furnitur RI
Sobur mencontohkan, pemerintah seharusnya menekan perjanjian dagang bilateral seperti free trade agreement (FTA) dengan Amerika Serikat. Dengan demikian, bea masuk kegiatan perdagangan antar kedua belah pihak sebesar nol persen.
Tidak hanya dengan AS, dia juga mendorong pemerintah meneken FTA dengan Eropa. Dengan begitu, produk besutan industri dalam negeri tetap berdaya saing, dan tidak kehilangan pasar ekspor.
"Kita minta pemerintah melakukan diplomasi tingkat tinggi, karena kita tahu Trump ini semua dihajar, China dihajar, Meksiko dihajar, Kanada, mana negara yang tidak dihajar?" tutup Sobur.