c

Selamat

Minggu, 5 Mei 2024

EKONOMI

02 Desember 2022

19:25 WIB

PMI Manufaktur Melemah, PHK Berpotensi Melonjak

Melemahnya PMI Manufaktur Indonesia menjadi tantangan dari sisi tenaga kerja, apalagi kenaikan risiko dan ketidakpastian perekonomian global

Penulis: Rheza Alfian

Editor: Faisal Rachman

PMI Manufaktur Melemah, PHK Berpotensi Melonjak
PMI Manufaktur Melemah, PHK Berpotensi Melonjak
Ilustrasi buruh pabrik. dok.Antarafoto

JAKARTA – Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat sebesar 50,3 poin pada November 2022, turun 51,8 dari bulan sebelumnya. Dengan level ini, PMI Manufaktur Indonesia hampir menyentuh zona kontraktif.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun mengatakan, tetap mewaspadai situasi ini. 

“Memang di antara situasi ini PMI kita turun sudah 50,3 walaupun masih ekspansi tapi sudah mulai waspada,” di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12).

Dia mengatakan, saat ini PMI Manufaktur Indonesia masih di atas beberapa negara lain seperti Amerika Serikat (AS) dan China yang sudah di bawah 50. Hal inilah yang membuat outlook manufaktur kedua negara tersebut mulai melandai.

Melemahnya PMI Manufaktur Indonesia menjadi tantangan dari sisi tenaga kerja. Airlangga menuturkan situasi ini mesti dijaga karena ada potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Nah, ini yang menjadi tantangan karena labor intensive jadi masalah nanti dikaitkan dengan unemployment, nah tentu ini yang harus kita jaga,” ujar Airlangga.

Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan competitiveness Indonesia terganggu karena depresiasi Dolar AS. 

Dia menyebutkan Turki, Bangladesh, Sri Lanka, hingga Vietnam juga terdepresiasi Dolar AS sangat tinggi. Hal ini menyebabkan barang-barang di negara tersebut menjadi murah.

Oleh karena itu, dia mengatakan, pemerintah akan menyiapkan antisipasi karena adanya perubahan pembelian barang ke negara-negara itu.

“Kami sudah siapkan untuk melakukan regulasi-regulasi  agar labour attentive ini terus bertahan,” tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, sektor manufaktur yang masih ekspansif hingga saat ini merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kesinambungan pemulihan ekonomi dalam negeri. Khususnya di tengah kenaikan risiko dan ketidakpastian perekonomian global.

Ekspansi manufaktur Indonesia terjadi di tengah pelemahan PMI manufaktur beberapa negara yang bahkan mulai mengalami kontraksi. Seperti Vietnam 47,4 (Oktober 50,6) dan Jepang 49,0 (Oktober 50,7). Beberapa negara lain juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Myanmar 44,6 (Oktober 45,7) dan Malaysia 47,9 (Oktober 48,7).

“Secara keseluruhan, optimisme dunia usaha masih terjaga dengan terus stabilnya kondisi pandemi serta pemulihan permintaan yang terus menguat meskipun sebagian responden mulai mengantisipasi risiko gejolak ekonomi global,” kata Febrio, Kamis (1/12).

Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Kartasasmita bersyukur, PMI Manufaktur Indonesia masih bisa ekspansif di tengah perlambatan ekonomi global.

“Kondisi PMI manufaktur yang ekspansif ini patut disyukuri di tengah perlambatan ekonomi global. Hal ini berarti pelaku industri di Tanah Air tetap optimis dengan kondisi bisnisnya dan terus berekspansi,” serunya.



Audit Perusahaan
Menanggapi isu PHK, Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi meminta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemanaker) dan Dinas Ketenagakerjaan, agar memeriksa hasil audit perusahaan untuk melakukan mitigasi pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Robert pun meminta pelaku usaha untuk memperhatikan alasan dan prosedur pelaksanaan PHK, termasuk membangun dialog dengan pekerja dan serikat pekerja demi memberikan pemahaman situasi perusahaan.

"Kami meminta sebelum dilakukan PHK, pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di tingkat daerah untuk memastikan adanya audit perusahaan," ujar Robert.

Dia menjelaskan, dalam tempo tertentu perusahaan melakukan audit oleh kantor akuntan publik, yang hasilnya perlu diperiksa oleh pemerintah. Hal ini untuk memastikan tren yang terjadi di dalam perusahaan.

Ombudsman RI juga meminta pengawas ketenagakerjaan yang baik yang berada di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, mencermati terkait perkembangan perusahaan untuk melakukan mitigasi kemungkinan yang terjadi termasuk terkait PHK.

Menurut dia, PHK tidak terjadi dalam waktu yang instan tetapi biasanya terjadi melewati proses yang dapat dilihat dari hasil audit perusahaan. 

Dengan langkah tersebut, kata dia, dapat dilakukan langkah mitigasi bukan hanya merespons ketika telah terjadi PHK.

"Kami juga meminta pada tahap pra-PHK agar pengawas ketenagakerjaan khususnya di tingkat daerah untuk sungguh mengawasi kontrak kerja, PKB, peraturan perusahaan dan sebagainya agar ini sungguh dicermati dan dijalankan secara konsisten oleh perusahaan atau pemberi kerja," ungkapnya.

Ombudsman RI mengaku telah mendapatkan informasi dari Apindo dan BPJS Ketenagakerjaan terkait data PHK periode Januari-Oktober 2022, dengan ditemukan 834.037 pekerja telah mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dalam periode itu. JHT sendiri dapat dicairkan oleh pekerja anggota BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK.

Data dari Asosiasi Persepatuan dan Alas Kaki Indonesia sepanjang 2022 telah terjadi PHK sebanyak 25.700 pekerja pada segmen industri berorientasi ekspor. Kemanaker mencatat jumlah tenaga kerja yang terkena PHK per Oktober 2022 mencapai 11.626 pekerja.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar