03 Juli 2023
16:35 WIB
JAKARTA - S&P Global menyatakan kondisi sektor manufaktur Indonesia meningkat dengan laju yang lebih cepat pada Juni 2023 yang didukung oleh kenaikan permintaan baru. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang disesuaikan secara berkala naik dari 50,3 pada Mei menjadi 52,5 pada Juni 2023.
Hal ini mendorong pertumbuhan produksi yang lebih cepat serta kenaikan penumpukan pekerjaan, meskipun perusahaan memperoleh input dan staf pada laju yang lebih cepat. Sementara itu, kenaikan permintaan baru dan output menambah tekanan pada rantai pasokan, inflasi biaya tidak mengalami penurunan.
"Momentum pertumbuhan di seluruh sektor manufaktur Indonesia kembali mengalami percepatan pada Juni, menurut data terbaru PMI S&P Global. Laju kenaikan permintaan secara keseluruhan tergolong solid, meskipun kurangnya permintaan eksternal terus menghambat pertumbuhan penjualan total," kata Economics Associate Director S&P Global PMI Market Intelligence Jingyi Pan dalam keterangan resmi, Senin (3/7).
S&P Global menyebutkan inflasi biaya input mengalami penyesuaian dan harga jual dari pabrik menurun untuk pertama kalinya dalam 32 bulan. Tingkat optimisme secara keseluruhan juga meningkat di antara produsen Indonesia.
Baca Juga: Menperin: PMI Manufaktur dan IKI Melambat, Alarm Bagi Industri
Kenaikan PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan adanya peningkatan pada kesehatan sektor selama dua puluh dua bulan berturut-turut, dengan peningkatan terkini di antara peningkatan paling cepat yang diamati selama satu setengah tahun terakhir dan tergolong kuat secara keseluruhan.
Ekspansi terbaru ini didukung oleh kenaikan baru pada permintaan baru selama Juni. Bisnis baru mendatang meningkat secara solid setelah sedikit turun pada Mei, karena kondisi permintaan yang lebih baik mendukung pertumbuhan.
Namun, permintaan asing terus merosot, meskipun hanya sedikit. Produksi meningkat akibat dari kenaikan permintaan baru secara keseluruhan.
Terlebih lagi, laju ekspansi tergolong solid. Namun, produsen terus mengalami peningkatan penumpukan pekerjaan karena naiknya permintaan yang melampaui kemampuan untuk memenuhi permintaan secara tepat waktu.
Pada saat yang sama, tingkat ketenagakerjaan di sektor manufaktur Indonesia mengalami peningkatan pada laju paling cepat dalam sembilan bulan karena bisnis memperluas kapasitas tenaga kerja untuk mengatasi kenaikan beban kerja.
Baca Juga: Menperin Siapkan Enam Langkah Tahan Perlambatan Manufaktur
Aktivitas pembelian meningkat bersamaan dengan pertumbuhan pekerjaan baru, yang menyebabkan kenaikan inventaris input di pihak produsen. Tingkat inventaris pasca produksi mengalami penurunan, karena pemenuhan permintaan baru menyebabkan stok menurun.
Sementara itu, kondisi pemasok memburuk di tengah-tengah pertumbuhan permintaan dan persyaratan produksi yang lebih besar. Waktu tunggu pesanan mengalami perpanjangan pada bulan Juni setelah meningkat selama empat bulan berturut-turut, meskipun hanya pada kisaran marginal.
Bukti anekdot juga menunjukkan bahwa penundaan ini berpengaruh pada akumulasi penumpukan pekerjaan terbaru pada bulan Juni.
"Sementara kondisi pasokan sedikit memburuk, tekanan biaya terus menurun dan biaya menurun untuk pertama kalinya sejak akhir tahun 2020. Hal ini mendukung pandangan Bank Indonesia bahwa siklus pengetatan kebijakan moneter kini sudah berakhir, dengan melemahnya tekanan inflasi di seluruh sektor produksi barang," tutur Jingyi Pan.
Tekanan Harga Tidak Menurun
Namun demikian, tekanan harga tidak mengalami penurunan pada akhir kuartal kedua. Inflasi biaya input, meskipun tajam, mengalami penurunan dari posisi bulan Mei ke posisi terendah sejak bulan Oktober 2020.
Para peserta menyatakan bahwa kenaikan harga bahan baku merupakan penyebab utama tekanan inflasi. Secara serentak, harga jual rata-rata menurun untuk pertama kalinya dalam 32 bulan, dengan beberapa perusahaan bersemangat menawarkan diskon demi mendorong penjualan.
Sentimen secara keseluruhan di sektor manufaktur Indonesia bertahan positif pada bulan Juni. Tingkat kepercayaan diri berbisnis naik ke posisi tertinggi sejak bulan April di tengah-tengah harapan untuk peningkatan lebih lanjut pada kondisi bisnis dan penjualan. Namun, tingkat sentimen positif tetap berada di bawah rata-rata selama delapan bulan berturut-turut pada akhir kuartal kedua.
"Optimisme bisnis secara keseluruhan masih lemah secara historis, hal ini perlu diperhatikan. Penting untuk memperhatikan permintaan, terutama permintaan eksternal, yang naik untuk menambah kepercayaan diri di antara para produsen," jelas Jingyi Pan.