14 Maret 2025
17:41 WIB
PLN Optimalkan 1,2 Juta Ton FABA Untuk Dukung Ekonomi Sirkular
Optimalisasi FABA sejalan dengan komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular dan mendukung pembangunan berkelanjutan,
Pemanfaatan limbah abu sisa pembakaran batu bara (fly ash and bottom ash/FABA) sebagai pemecah ombak oleh PLN Nusantara Power. (ANTARA/HO-PLN Nusantara Power
SURABAYA - PLN Nusantara Power mengoptimalkan pengelolaan limbah abu sisa pembakaran batu bara (fly ash and bottom ash/FABA) sebanyak 1,2 juta ton untuk mendukung keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Direktur Utama PLN Nusantara Power Ruly Firmansyah mengatakan, limbah tersebut diolah menjadi berbagai produk bernilai guna seperti rumah layak huni bagi masyarakat prasejahtera dan kantor BUMDes.
“Optimalisasi FABA sejalan dengan komitmen perusahaan dalam menerapkan prinsip ekonomi sirkular dan mendukung pembangunan berkelanjutan,” katanya di Surabaya, Jumat.
Ruly menyebutkan, hampir 10 % FABA dari 20 PLTU yang tersebar di Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera telah berhasil dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan konstruksi. Selama ini, FABA telah menjadi bahan baku beton perkerasan, roadbase, bata ringan, pupuk, hingga pemecah ombak dan melalui kolaborasi bersama UMKM pemanfaatan diperluas menjadi paving block, precast, hingga material bangunan lainnya.
Pada Februari lalu, PLN NP Unit Pembangkit (UP) Tanjung Awar-Awar mencatat pencapaian penting dengan membangun Rumah Tinggal Layak Huni (Rutilahu) berbahan FABA untuk warga terdampak bencana. Berlokasi di Kabupaten Tuban, Rutilahu ini memanfaatkan 14 ton FABA untuk stabilisasi lahan dan campuran konstruksi serta 1.500 batako yang berasal dari FABA.
Dari sisi teknis, penggunaan FABA dalam konstruksi bangunan terbukti mengurangi ketergantungan pada bahan baku konvensional karena fly ash mampu menggantikan hingga 40% semen dalam campuran beton. Sedangkan bottom ash dapat menggantikan 50% pasir.
Khusus untuk dinding bata ringan, fly ash menggantikan 100% pasir, sehingga menjadikannya material ramah lingkungan yang lebih ekonomis. Tak hanya mendukung sektor perumahan, PLN Nusantara Power turut mengoptimalkan FABA di berbagai daerah untuk pembangunan fasilitas publik Pojok Baca Digital, fasilitas air bersih, serta gedung kesehatan oleh PLTU Tenayan.
Ke depan, PLN Nusantara Power akan terus memperluas cakupan pemanfaatan FABA termasuk dalam pembangunan paving, subgrade, kansteen, hingga pemecah ombak sebagai solusi mengurangi abrasi pantai.
Jadi Pupuk
Selain itu, PLN NP sekaligus akan mengujicobakan pemanfaatan FABA sebagai pupuk atau pembenahan tanah yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sektor pertanian sekaligus mendukung praktik pertanian berkelanjutan.
Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah menggarap proyek penelitian tentang manfaat abu terbang atau fly ash batu bara sebagai bahan amelioran yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas tanah dan mendongkrak produksi tanaman bawang merah.
Peneliti Pusat Riset Holtikultura BRIN Ismon mengatakan, sebanyak 49% pembangkit listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara. Pada 2023, produksi fly ash dan bottom ash (FABA) mencapai 11,3 juta ton di mana 80-90% berupa abu terbang.
"Hal ini betul-betul membutuhkan upaya yang sangat tinggi dalam mengelola limbah tersebut, namun potensial digunakan sebagai bahan amelioran atau sebagai sumber pupuk silika," ujarnya.
Ismon menjelaskan kondisi lahan pertanian di Indonesia saat ini telah kekurangan kandungan silika. Senyawa itu hilang dari tanah melalui proses desilikasi akibat pelapukan dan pencucian yang sangat intensif terutama di negara tropis.
Proses desilikasi menjadi semakin cepat karena selama ini petani jarang mengembalikan sisa panen atau jerami ke lahan dan tidak ada penambahan pupuk yang bersumber dari pupuk silika.
"Saat ini tidak ada atau jarang kita dengar dan lihat ada petani yang memupuk lahan dengan silika. Namun, akhir-akhir ini pupuk silika sudah banyak dijual di pasaran dengan harga yang cukup mahal," kata Ismon.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, abu terbang tidak lagi masuk kategori limbah B3. Meski demikian masih jarang sektor pertanian yang memanfaatkan potensi abu terbang tersebut. Sementara itu di negara-negara luar, seperti China, India, dan Jepang sudah lama memanfaatkan abu terbang sebagai amelioran dan sudah diproduksi sebagai zeolite.
Pada tahun 2023, BRIN melalui penelitian rumah program telah melakukan optimalisasi pemanfaatan abu terbang sebagai bahan amelioran untuk sistem budidaya berkelanjutan bawang merah, pada dataran tinggi dan lahan gambut. Riset itu akan kembali berlanjut ke tahap memformulasikan bahan organik menjadi suatu formulasi yang efektif dalam meningkatkan kualitas lahan, termasuk di daerah sentra bawang merah.
Sentra produksi bawang merah di Indonesia umumnya terletak di lahan kering dataran tinggi yang didominasi jenis tanah andisol. Pada tanah andisol unsur fosfat sebagian besar terikat oleh mineral liat nonkristalin alofan, imogolite dan ferihidrid. Bahan organik dalam dosis tinggi sangat dibutuhkan untuk melepaskan fosfat terfiksasi agar tanah menjadi subur.
Ismon menuturkan agar bawang merah dapat berproduksi maksimal pada Andisol dibutuhkan pupuk organik yang sangat tinggi berkisar antara 20-70 ton per hektare. Pengaruh bahan organik terhadap kesediaan fosfat secara langsung melalui proses mineralisasi dan secara tidak langsung membantu pelepasan fosfor yang terfiksasi.
"Asam organik dapat melepaskan fosfat yang terikat oleh aluminium, besi, dan kalsium menjadi fosfat tersedia bagi tanaman. Fosfat terfiksasi juga dapat dilepaskan melalui reaksi pertukaran dengan ion silikat,” pungkas Ismon.