c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 November 2022

15:51 WIB

Perry: Dunia Bergejolak, Indonesia Harus Siap Hadapi Reflasi Global

Reflasi diprediksi akan mempengaruhi persepsi investor global menjadi negatif.

Editor: Fin Harini

Perry: Dunia Bergejolak, Indonesia Harus Siap Hadapi Reflasi Global
Perry: Dunia Bergejolak, Indonesia Harus Siap Hadapi Reflasi Global
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan arah kebijakan BI tahun 2023 dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (30/11). Antara Foto/Sigid Kurniawan

JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan Indonesia perlu mewaspadai risiko global yang terus bergejolak. Beberapa kondisi yang ada saat ini bahkan akan memicu resesi dan stagflasi alias reflasi.

Akibatnya, reflasi diprediksi akan mempengaruhi persepsi investor global menjadi negatif.

Ia menjelaskan, gejolak itu disebabkan perang Rusia dan Ukraina belum tahu kapan akan berakhir, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang memanas, kebijakan zero-covid China, harga energi dan pangan yang tinggi, dan pasokan serta distribusi barang yang tersendat.

“Kita belum tahu kapan perang Rusia dan Ukraina akan berakhir. Perang dagang AS dan Tiongkok kembali memanas, lockdown di Tiongkok 6 bulan lagi, harga energi dan pangan masih tinggi, pasokan dan distribusi barang masih tersendat, risiko stagflasi dan bahkan reflasi, persepsi risiko investor global negatif,” katanya dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2022, Jakarta, Rabu (30/11).

Perry menekankan, Indonesia harus mewaspadai lima potensi risiko global karena akan mempengaruhi stabilitas dan pemulihan ekonomi dalam negeri. Kelima risiko global tersebut yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi mitra dagang yang melambat sehingga menimbulkan resesi di AS dan Eropa.

Kedua, inflasi yang sangat tinggi karena harga energi dan pangan global yang melonjak. Ketiga, suku bunga yang tinggi. Bahkan, Fed Fund Rate diprediksi bisa mencapai 5% dan tetap tinggi selama tahun depan.

Keempat, dolar AS yang sangat kuat sehingga menyebabkan tekanan depresiasi terhadap nilai tukar mata uang negara lain termasuk Rupiah.

Kelima, penarikan dana oleh para investor global dan mengalihkannya ke aset likuid karena risiko tinggi.

Perry mengatakan untuk menghadapi lima risiko global tersebut diperlukan penguatan sinergi dan koordinasi kebijakan antara pemerintah dan BI maupun Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Menurutnya, penguatan sinergi ini akan membawa perekonomian Indonesia menuju ketahanan dan kebangkitan pada 2023 sampai 2024. “Sinergi dan inovasi adalah kata kunci untuk ketahanan dan kebangkitan ekonomi nasional. Telah terbukti selama pandemi,” katanya.

Jaga Pertumbuhan Positif
Perry menambahkan, berbagai capaian positif ekonomi Indonesia di masa pemulihan akibat pandemi covid-19 harus tetap dijaga terutama di tengah adanya risiko global.

“Perlu dipertahankan dan dilanjutkan untuk tetap bertahan menghadapi gejolak global, memperkuat optimisme dan tetap waspada,” katanya.

Perry mengatakan Indonesia telah berhasil bertahan dan pulih setelah 30 bulan melawan covid-19 yaitu terlihat dari stabilitas ekonomi yang terjaga hingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan lebih baik dibandingkan banyak negara.

Menurutnya, capaian itu merupakan hasil dari sinergi dan inovasi yang kuat antar pemangku kepentingan khususnya fiskal dan moneter seperti pemerintah dan BI di bawah kepemimpinan langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Meski demikian, Perry menegaskan prestasi tersebut harus dijaga dan dilanjutkan agar bisa bertahan dalam menghadapi gejolak global sehingga ekonomi semakin pulih dan bangkit menuju Indonesia maju.

Ia memproyeksi, ekonomi Indonesia bisa tumbuh sekitar 4,5-5,3% di tengah bayangan gejolak global yang ada. “Pertumbuhannya akan cukup baik 4,5% sampai 5,3% pada 2023,” ujarnya.

Ia menuturkan pertumbuhan itu akan didukung beberapa faktor mulai dari ekspor, konsumsi dan investasi yang meningkat.

Selain itu, pertumbuhan juga akan tercapai dengan adanya hilirisasi, pembangunan infrastruktur, penanaman modal asing hingga aktivitas pariwisata.

Tak hanya optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi, ia juga yakin inflasi yang masih tinggi saat ini akan kembali turun ke sasaran 3 plus minus 1% pada tahun depan. Sebab, kebijakan suku bunga front loaded preemptive forward looking secara terukur yang dilakukan BI akan menurunkan ekspektasi inflasi sangat tinggi.

“Bahkan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 3 plus minus 1% lebih awal yaitu pada semester I/2023,” ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar