c

Selamat

Jumat, 26 April 2024

EKONOMI

23 Oktober 2021

17:40 WIB

Percepat Pengembangan EBT, Ini Dukungan Dari Pemerintah

Guna mendukung penetrasi EBT dalam bauran energi nasional, pemerintah juga mendorong penggunaan smart grid

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Percepat Pengembangan EBT, Ini Dukungan Dari Pemerintah
Percepat Pengembangan EBT, Ini Dukungan Dari Pemerintah
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan. ANTARAFOTO/Aprillio Akbar.

JAKARTA – Perkembangan pemanfaatan EBT di Indonesia masih terlihat lambat. Terbukti dari penambahan kapasitas pembangkit yang rata-rata hanya naik 4% per tahun dalam lima tahun terakhir, hingga realisasi investasi yang belum mencapai target. 

Pemerintah pun bergerak membuat beragam bentuk dukungan atau fasilitas, baik fiskal maupun non-fiskal hingga regulasi, guna mendorong peningkatan bauran EBT yang lebih cepat.

“Di antaranya, fiskal melalui skema pembiayaan infrastruktur energi terbarukan, pembiayaan domestik, pembiayaan internasional termasuk insentif tax allowance, tax holiday, dan import duty facilitation. Insentif non-fiskal diberikan untuk pengembangan biofuel oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),” jelas Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana kepada Validnews beberapa waktu lalu.  

Dukungan pendanaan dan instrumen fiskal untuk pengembangan EBT antara lain berupa skema pembiayaan infrastruktur energi terbarukan oleh swasta, kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) dan Public Private Partnership (PPP), Swasta dan BUMN/BUMD dengan penyertaan modal negara, joint venture antara swasta dan BUMN/BUMD, serta dari APBN maupun APBD.

Sementara untuk pembiayaan  domestik, ada Global Green Sukuk, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Pembiayaan Infrastruktur Sektor Panas Bumi (PISP), dan Geothermal Exploration Upstream Development Project (GEUDP). Kemudian ada Geothermal Resource Risk Mitigation (GREM), serta SDG Indonesia One Subsidized melalui PT SMI.

Sedangkan pada skema pembiayaan internasional, tersedia Green Climate Fund, Green Environment Facility, Adaptation Fund, serta Multilateral Development Banks (MDBs).

“Dalam bentuk insentif, pemerintah sediakan tax allowance dengan pengurangan 5% selama 6 tahun. Ada pula import duty facilitation berupa pembebasan bea masuk 2 tahun untuk mesin dan peralatan, serta pembebasan tambahan dua tahun untuk bahan baku oleh perusahaan yang menggunakan mesin dan peralatan lokal minimal 30%,” tulis Dadan lebih lanjut.

Insentif fiskal lainnya juga diberikan berupa tax holiday atau keringanan pajak 5-20 tahun dengan maksimal 100% pengurangan pajak penghasilan untuk investasi lebih dari Rp500 miliar. Ada pula mini tax holiday atau keringanan pajak 5 tahun dengan maksimal pengurangan pajak penghasilan sebesar 50% untuk investasi Rp100-500 miliar.

“Insentif non-fiskal ada untuk biofuel oleh BPDPKS,” sambung Dadan.

Selanjutnya, dukungan regulasi untuk pengembangan investasi EBT yang disusun pemerintah antara lain RUU EBT atas inisiasi DPR dan rancangan Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon atau Carbon Trading.

Guna mendorong akselerasi pemanfaatan EBT, pemerintah juga menyusun rancangan perpres pembelian tenaga listrik energi terbarukan oleh PT PLN Persero. Rancangan perpres ini mengatur harga jual tenaga listrik energi terbarukan agar lebih menarik minat investor, dimana harga menjadi kompetitif dengan tetap mempertimbangkan kewajaran dan keterjangkauan termasuk pelaksanaan pengadaan yang dilakukan secara transparan dan bankable.

“Penyediaan dukungan dari kementerian dan lembaga terkait untuk pengembangan energi terbarukan,” tambah Dadan.

Ada pula Rancangan Peraturan Menteri ESDM terkait penugasan implementasi konversi dan hybrid PLTD. Selain mempercepat bauran energi baru terbarukan, regulasi ini juga bertujuan menambah tingkat mutu pelayanan akses listrik pada wilayah-wilayah yang jam nyalanya masih di bawah 24 jam.

“Kami juga melakukan perubahan terhadap regulasi eksisting seperti Permen ESDM tentang PLTS Atap, melalui peningkatan nilai ekspor listrik, perbaikan sisi layanan pemasangan PLTS Atap bagi konsumen, ruang lingkup regulasi diperluas hingga konsumen di wilayah usaha selain PLN,” papar Dadan.

Pakai Smart Grid
Guna mendukung penetrasi EBT dalam bauran energi nasional, pemerintah juga mendorong penggunaan smart grid. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana menyampaikan smart grid menjadikan sistem pengaturan tenaga listrik lebih efisien dan menyediakan keandalan pasokan tenaga listrik yang tinggi.

Smart grid juga mendukung pemanfaatan sumber energi terbarukan dan memungkinkan partisipasi pelanggan dalam penyediaan tenaga listrik,” ujar Rida dalam pembukaan PJB Connect secara daring, Jumat (22/10).

Ia menyebut berdasarkan laporan yang diterima, salah satu on going project dari PT PJB yang berkaitan dengan implementasi smart grid di Indonesia adalah Remote Engineering, Monitoring, Diagnostic, and Optimization Center (REMDOC). Rida mengatakan project tersebut sudah memasuki stage II. Pada Juli 2020, sebanyak 14 dari 28 pembangkit sudah terintegrasi.

“Besar harapan kami kepada para pelaku usaha ketenagalistrikan untuk terus berkomitmen dalam pengembangan smart grid yang menjadi salah satu kunci sukses transisi pemanfaatan energi yang lebih ramah lingkungan,” tegasnya.

Rida mengungkapkan arah kebijakan energi nasional ke depan adalah transisi dari energi fosil menjadi EBT sebagai energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. 

Menurutnya, hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement yaitu penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan Nationally Determined Contributions (NDC) pada 2030 sebesar 29% dari Business as Usual (BaU) dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan Bantuan Internasional.

“Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi dengan roadmap menuju Net Zero Emission (NZE). Pemerintah sudah mengarah ke sana,” jelas dia.

Rida lantas menyampaikan tantangan yang harus dihadapi menuju NZE di antaranya adalah mengurangi emisi yang ada saat ini khususnya pada sektor pembangkitan. Sementara penggunaan batu bara di pembangkit saat ini cukup besar dan relatif murah. Selain itu, industri juga dituntut untuk menggunakan energi yang rendah karbon agar dapat diserap oleh pasar global.

“Pengembangan kelistrikan ke depan terutama di sisi pembangkitan mengarah kepada teknologi dan sumber daya yang ramah lingkungan, seiring dengan upaya PLN selaku BUMN subsektor ketenagalistrikan dan pemerintah untuk bertransisi ke Net Zero Emission,” pungkasnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar