21 Juli 2023
14:20 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara melakukan pengintegrasian tiga aplikasi, yakni Mineral Online Monitoring System (MOMS), Modul Verifikasi Penjualan (MVP), dan Sistem Elektronik Penerimaan Negara Bukan Pajak (EPNBP) pada komoditas batubara.
Sekretaris Ditjen Minerba Kementerian ESDM Iman K Sinulingga menyebut integrasi itu bertujuan mendongkrak investasi lewat peningkatan pelayanan data digital kepada badan usaha pertambangan komoditas batubara.
"Untuk mendongkrak investasi dengan peningkatan pelayanan data digital kepada badan usaha yang terdiri dari volume, kualitas, dan tujuan penjualan, serta data terkait lainnya," ungkap Iman lewat keterangan resmi di Jakarta, Jumat (21/7).
Integrasi tersebut, sambung Iman, diharapkan bisa menghasilkan keselarasan data antara MOMS dan EPNBP yang kemudian diteruskan ke Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batubara (SIMBARA) yang telah terintegrasi lintas kementerian/lembaga.
Diketahui, EPNBP merupakan aplikasi berbasis web untuk menghitung secara akurat soal nilai kewajiban perusahaan dalam melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak atas komoditas mineral dan batubara.
"Aplikasi itu bertujuan mempermudah pengumpulan data dan perhitungan nilai kewajiban perusahaan dalam melunasi PNBP minerba," kata dia.
Baca Juga: PNBP Minerba Lampaui Rp54 Triliun Pada Triwulan I 2023
Sementara itu, Mineral Online Monitoring System (MOMS) merupakan sistem yang dirancang untuk melakukan pengawasan kegiatan produksi dan penjualan komoditas mineral dan batubara.
Sedangkan Modul Verifikasi Penjualan (MVP) merupakan sistem yang dibuat dalam rangka pengawasan kegiatan penjualan batubara dengan verifikasi berjenjang mulai dari hulu sampai ke hilir.
Secara teknis, Koordinator Rencana dan Laporan Setditjen Minerba Yanna Hendro Kuncoro menjabarkan terdapat beberapa pengulangan input data yang sama pada aplikasi EPNBP dan MOMS.
"Ketika terdapat kesalahan input data di salah satu aplikasi, itu menyebabkan data yang masuk ke SIMBARA menjadi tidak sinkron," jelasnya.
Untuk itu setelah EPNBP terintegrasi, akan terdapat beberapa perbedaan proses bisnis. Dalam hal ini, badan usaha yang mengajukan pembayaran royalti provisional di EPNBP akan melakukan pengecekan status persetujuan RKAB dan ada atau tidaknya stok inventori pada sistem MOMS.
"Perusahaan pun harus lebih teliti dalam memilih kategori pembeli dan keperluan penjualan, apakah penjualan itu pemenuhan kebutuhan dalam negeri atau untuk ekspor," tambah Yanna
Dia juga mengatakan besaran royalti provisional dikalkulasi berdasarkan keperluannya (domestik/ekspor). Sebagai contoh pembeli batubara ialah PT PLN (Persero), maka royalti provisional di EPNBP akan mengkalkulasi dengan Harga Batubara Acuan untuk DMO sebesar US$70.
"Jika pembeli yang dipilih adalah eksportir atau smelter, maka royalti provisional akan mengkalkulasi dengan HBA bulanan yang ditetapkan dalam keputusan menteri ESDM," ucapnya.
Baca Juga: Royalti 0% Hilirisasi Batu Bara Rugikan Negara Hingga Rp33 Triliun
Pada kesempatan tersebut, Koordinator Rencana dan Laporan Setditjen Minerba Helmi Nurmaliki menambahkan integrasi aplikasi saat ini baru terfokus pada komoditas batubara, sedangkan integrasi komoditas mineral masih dalam tahap pengembangan.
Dia berharap implementasi sistem itu bisa memberi kemudahan bagi perusahaan maupun pemerintah dalam melakukan pengawasan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, utamanya soal proses bisnis minerba dari hulu ke hilir.
"Ditjen Minerba sudah melakukan beberapa kali sosialisasi dan diharapkan bisa go live Agustus 2023," tandas Helmi.