10 Mei 2025
14:18 WIB
Per April 2025, OJK Berhasil Tuntaskan 144 Perkara Sektor Jasa Keuangan
Sebanyak 144 perkara yang telah OJK tuntaskan terdiri dari 118 perkara di sektor perbankan, 5 perkara di sektor PMDK, 20 perkara di sektor PPDP, dan satu perkara di sektor PVML.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Palu sidang. Unsplash/Tingey Injury Law Firm
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengungkap, penyidik OJK telah menyelesaikan sebanyak 144 perkara di sektor jasa keuangan hingga 30 April 2025.
“Dalam pelaksanaan fungsi penyidikan, sampai dengan 30 April 2025, penyidik OJK telah menyelesaikan total sejumlah 144 perkara,” kata Mirza dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) April 2025, Jakarta, Jumat (9/5).
Mendetail, jumlah perkara yang dituntaskan terdiri dari 118 perkara di sektor perbankan; 20 perkara di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun (PPDP); 5 perkara di sektor pasar modal, derivatif keuangan, dan bursa karbon (PMDK); serta satu perkara di sektor lembaga pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML).
Mirza melanjutkan, jumlah perkara yang telah diputus di pengadilan sebanyak 127 perkara. Di antaranya sebanyak 115 perkara telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), satu perkara dalam tahap banding, dan sejumlah 11 perkara dalam tahap upaya hukum kasasi.
Berkenaan dengan penegakan hukum terkini di Sektor Jasa Keuangan (SJK), Mirza menyampaikan, penyidik OJK telah menuntaskan penanganan satu perkara tindak pidana perbankan dengan melakukan penyerahan tersangka dan barang bukti, serta melakukan pelimpahan kepada kejaksaan negeri setempat.
Selain itu, penyidik OJK juga melakukan penyerahan tersangka yang merupakan debitur perbankan. Tindak pidana perbankan oleh debitur ini merupakan perluasan subjek hukum di Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), dengan sebelumnya hanya dikenakan terbatas pada pemegang saham, komisaris serta pegawai bank.
“Hal ini menunjukkan komitmen OJK atas penegakan hukum di sektor jasa keuangan dan senantiasa mendorong semua pihak untuk meningkatkan integritas di sektor keuangan, guna mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan,” tambah Mirza.
Penguatan Standar Tata Kelola
Dari sisi penguatan tata kelola, Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena dalamm kesempatan sama menyampaikan, OJK berkomitmen untuk senantiasa menerapkan best practices dalam rangka implementasi standar tertinggi dalam penguatan integritas agar dapat menjadi role model bagi SJK.
Sebab itu, OJK bersinergi dengan kementerian/lembaga untuk membagikan pengalaman penerapan best practices tersebut, antara lain dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam rangka penerapan dan penegakan kode etik profesi untuk internal pegawai organisasi.
Sophia menambahkan, OJK juga terus meningkatkan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholders. Antara lain kementerian/lembaga, asosiasi profesi, dan akademisi di bidang governance, risk, and compliance (GRC) dalam memperkuat governans dan penegakan integritas SJK.
“OJK berkomitmen untuk senantiasa menerapkan best practices dalam memperkuat implementasi GRC guna mendukung pencapaian destination statement OJK,” ungkapnya.
Sejalan dengan Global Internal Audit Standard (GIAS) yang menitikberatkan pada komunikasi lintas lini dan pemberian nilai tambah bagi organisasi, Sophia menjelaskan, penerapan fungsi GRC di OJK dilakukan dengan menyeimbangkan tiga fungsi utama secara terintegrasi dan konsisten, yaitu insight (konsultansi), foresight (manajemen risiko dan early warning system), dan oversight (asuransi).
“Pendekatan ini sejalan dengan Three Lines Model dan Combined Assurance, dalam rangka continuous improvement pelaksanaan tugas dan fungsi OJK,” tambah Sophia.
Menurutnya, pendekatan Three Lines Model dapat memperkuat sistem pengendalian internal OJK secara berlapis. Dimulai dari satuan kerja yang menjalankan fungsi operasional sebagai lini pertama, dilanjutkan dengan fungsi manajemen risiko dan pengendalian kualitas sebagai lini kedua, serta fungsi audit internal sebagai lini ketiga.
“Ketiga lini tersebut didukung oleh pendekatan Combined Assurance yang mengintegrasikan perencanaan dan pelaksanaan tugas masing-masing lini dalam pengelolaan risiko dan pengendalian internal,” pungkas Sophia.