23 Oktober 2025
17:35 WIB
Penyebab Rupiah Jeblok, Analis: Suku Bunga BI Ditahan, Asing Jual Obligasi
Analis menjelaskan pelemahan rupiah pada Kamis (23/10) ke level Rp16.629 disebabkan sentimen BI-Rate yang tetap 4,75% sekaligus aksi investor yang menjual obligasi tenor 5 tahun.
JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan Kamis sore (23/10) melemah sebesar 0,27% atau 44 poin atau, dari sebelumnya Rp16.585 menjadi Rp16.629 per dolar AS. Senada, kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI pada hari ini justru melemah lebih dalam di level Rp16.645 per dolar AS.
Analis Bank Woori Saudara Rully Nova mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi dampak dari Bank Indonesia yang menahan suku bunga.
“Pelaku pasar asing masih dalam tren jual obligasi negara, dampak dari bunga acuan BI yang ditahan tidak turun,” ujarnya melansir Antara, Jakarta, Kamis (23/11).
Baca Juga: BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%
Menurutnya, tren obligasi negara yang bullish masih diminati oleh pelaku asing karena spread bunga tetap kompetitif.
Di sisi lain, suku bunga BI yang tidak berubah memberikan dampak terhadap penjualan obligasi, terutama tenor lima tahun. “Namun, hanya sesaat pelaku asing kembali mengoleksinya (obligasi RI), sehingga yield naik tipis,” terangnya.
Kemarin, RDG BI edisi Oktober 2025 memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan (BI-Rate) pada level 4,75%. Begitu pula, suku bunga deposit facility dan lending facility yang sama-sama diputuskan tetap, masing-masing berada di 3,75% dan 5,5%.
Rully menilai, keputusan BI menahan suku bunga disebabkan dari eksternal terhadap rupiah yang masih tinggi di tengah ketidakpastian perang tarif AS-China. Selain itu, shutdown pemerintah AS yang sudah berjalan hampir sebulan berakibat pada minimnya rilis data ekonomi, sehingga sulit bagi The Fed mengambil keputusan mengenai suku bunga.
BI Proyeksi Rupiah Tetap Stabil
Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan, nilai tukar rupiah ke depan tetap stabil ditopang oleh komitmen bank sentral dalam menjaga stabilitas. Selain itu, keyakinan rupiah yang stabil juga didukung dengan adanya imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, serta tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Bank Indonesia terus memperkuat respons kebijakan stabilisasi di tengah tingginya ketidakpastian global, termasuk melalui intervensi terukur di pasar spot, off-shore NDF dan Domestic NDF (Non-Deliverable Forward), serta pembelian SBN di pasar sekunder,” kata Perry, Rabu (23/11).
Baca Juga: Cukup Jaga Rupiah, Ekonom Ramal BI-Rate Oktober Bertahan 4,75%
Pihaknya mencatat, nilai tukar rupiah tetap terkendali di tengah ketidakpastian global, didukung oleh kebijakan stabilisasi yang BI lakukan.
Nilai tukar rupiah pada 21 Oktober 2025 tercatat sebesar Rp16.585 per dolar AS, atau masih menguat 0,45% point-to-point (ptp) dibandingkan dengan level pada akhir September 2025.
Rupiah sempat melemah pada September 2025 sebesar 1,05% (ptp) dibandingkan dengan level akhir Agustus 2025 sejalan dengan ketidakpastian yang cukup tinggi.
Guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI pun menempuh langkah stabilisasi melalui intervensi di pasar spot dan pasar Non-Deliverable Forward (NDF) baik di off-shore maupun on-shore (Domestic Non-Deliverable Forward/DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Menurut BI, respons kebijakan ini memberikan hasil positif, tecermin dari perkembangan rupiah yang kembali menguat pada Oktober 2025.
Peningkatan konversi valuta asing (valas) ke rupiah oleh eksportir seiring penerapan penguatan kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) juga mendukung tetap terkendalinya nilai tukar rupiah.