05 Desember 2023
12:05 WIB
PONTIANAK – Untuk memenuhi kebutuhan daging babi untuk Natal 2023 dan menyambut Tahun Baru 2024, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), harus mendatangkan babi dari luar daerah. Ini karena produksi babi di Kalbar yang sempat terganggu kasus demam babi Afrika, belum sepenuhnya pulih.
"Kami memastikan untuk kebutuhan saat perayaan Natal 2023 dan menyambut Tahun Baru 2024 terpenuhi dan masyarakat tak perlu khawatir, " ujar Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Barat (Disbunnak Kalbar) Heronimus Hero di Pontianak, Selasa (5/12) seperti dilansir Antara.
Ia mengatakan, pada momen hari besar, kebutuhan daging dipastikan meningkat dari hari biasa. Namun hal itu, lanjutnya, tetap diiringi pasokan yang meningkat pula. "Rata-rata kebutuhan babi 7.000 ekor per bulan di Kalbar. Nah, saat Natal dan Tahun Baru bisa di atas itu," jelas dia.
Menurutnya sebelum kasus demam babi Afrika (African Swine Fever, ASF), Kalbar menjadi sentra babi dan surplus. Produksi Kalbar mencapai 500 ribu ekor per tahun. Sedangkan saat ini hanya mampu memproduksi 46 ribu ekor.
Terkait harga, saat ASF atau saat harga tertinggi daging babi di Kalbar sempat mencapai Rp160 ribu per kilogram. Namun saat ini sudah terkendali dengan pasokan yang stabil dengan harga Rp140 ribu per kilogram.
"Kebutuhan babi di Kalbar per tahun capai 84.500 ekor. Artinya saat ini hampir separuh harus didatangkan dari luar Kalbar seperti Bali, Lampung dan lainnya agar ketersediaan daging babi hadir dan bisa memenuhi kebutuhan yang ada," jelasnya.
Sejauh ini menurutnya sudah ada 132 ribu ekor babi didatangkan ke Kalbar sejak Januari - November 2023. Bahkan pelaku usaha sudah ada mengusulkan lagi dalam waktu dekat mencapai 6.000 ekor babi.
"Untuk sentra babi di Kalbar sejauh ini masih di Kota Singkawang dan Kota Pontianak. Dua daerah itu memiliki kontribusi capai 90% pemasok babi di Kalbar. Sisanya didatangkan dari luar Kalbar," jelas dia.
Terkait penanganan ASF pihaknya terus melakukan upaya pencegahan dan penanganan, termasuk menghindari jalur darat jika mendatangkan babi dari luar Kalbar. Hal itu untuk menghindari penyebaran virus ASF di daerah yang dilintasi.
"Kami lebih mengarahkan dan fokuskan mendatangkan babi dari luar Kalbar lewat jalur laut. Sehingga bisa mengurangi resiko penyebaran ASF," tandasnya.
Sekadar catatan, mengutip laporan Statistik Perikanan dan Peternekan, Badan Pusat Statisik (BPS), produksi daging babi Indonesia dalam 5 tahun terakhir ini rata-rata naik sebesar 5,25%. Pada tahun 2019 produksi daging babi Indonesia mencapai sekitar 236.277,3 ton, kemudian naik terus dan mencapai puncaknya menjadi 262.783,1 ton pada tahun 2022. Pada tahun 2023 mengalami peningkatan lagi menjadi 276.610,7 ton.
Provinsi dengan produksi daging babi terbesar di Indonesia adalah Bali dengan jumlah produksi mencapai 160 ribu ton pada tahun 2022. Disusul Provinsi Sulawesi Utara dengan produksi sebesar 27 ribu ton.
Kemudian, Nusa Tenggara Timur atau NTT menduduki peringkat ketiga dengan jumlah produksi 13.370 ton sepanjang 2022. Kemudian, Sumatera Utara memproduksi sekitar 10 ribu ton. Kalimantan Barat berada di urutan dengan jumlah produksi sebesar 8.754 ton.