26 Januari 2024
13:42 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
JAKARTA - Sejumlah pengusaha hiburan di tanah air pagi ini (25/1) mendatangi kantor Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut (Marves) Binsar Pandjaitan untuk melakukan audiensi terkait pajak hiburan minimal 40%.
Setelah audiensi dengan menteri, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, para pengusaha secara khusus meminta Menko Luhut meyakinkan pemda untuk menggunakan kewenangan dalam Pasal 101 ayat (3) UU HKPD.
Beleid itu menyatakan pemerintah daerah bisa memberikan insentif pajak, seperti pengurangan pajak, secara jabatan. Artinya, pemda bisa serta merta mengeluarkan aturan diskon pajak tanpa harus diminta oleh pengusaha.
"Kami memohon ke Pak Luhut sebagai Menko yang membawahi bidang kami, pariwisata, untuk dapat membantu agar kepala daerah menggunakan kewenangannya di Pasal 101 UU HKPD," ujarnya kepada awak media di kantor Kemenko Marves, Jumat (26/1).
Hariyadi menjelaskan, pihak pengusaha menemukan kendala di lapangan, salah satunya pemda sudah melakukan penagihan pajak hiburan sebesar 40%. Sementara GIPI masih mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai gugatan pajak hiburan 40%.
Proses dan tahapan maju menggugat ke MK disebut masih panjang. Namun di satu sisi sudah ada tagihan pajak hiburan dengan tarif 40% dan itu memberatkan pelaku usaha.
"Inilah pertemuan inti, dan Pak Menko berupaya membantu untuk komunikasikan agar kepala daerah bisa paham. Karena kalau nanti industri ini gulung tikar, yang rugi justru masyarakat dan negara sendiri," tutur Hariyadi.
Bisa Munculkan Bisnis Ilegal
Hariyadi menekankan negara bisa rugi karena kemunculan bisnis ilegal. Ia khawatir ke depannya bisnis ilegal akan marak lantaran pengusaha legal diberikan tarif pajak yang sangat tinggi, 40%-75%, sehingga pengusaha beralih ke bisnis gelap.
Selain itu, ia menerangkan bisnis hiburan banyak menaungi para pekerja. Apabila bisnis hiburan satu per satu gulung tikar, maka akan terjadi gelombang pengangguran karena orang-orang di sektor hiburan kehilangan pekerjaan.
"Yang kita khawatirkan adalah kehilangan pekerjaan begitu banyak di sana, kemungkinan juga tumbuh bisnis ilegal, karena bisnis resminya seperti itu tarifnya," ucapnya.
Senada dengan Ketum GIPI, pengacara kondang sekaligus pemilik bisnis hiburan Hotman Paris menegaskan tarif pajak sebesar 40% itu tidak masuk akan. Oleh karena itu, dia juga meminta agar pemda memakai kewenangannya menerbitkan insentif pajak.
Dia menekankan para pejabat daerah tidak perlu ragu-ragu memberikan keringanan pajak. Itu karena kewenangan terkait pemberian diskon pajak tersebut sudah diatur dalam Pasal 101 ayat (3) UU HKPD.
"Gubernur, bupati, walikota berhak secara jabatan, tanpa kami minta, kalau masih ada kesadaran ya, untuk tidak mengikuti 40%, tapi kembali ke tarif lama bahkan menghapus. Itu adalah perintah UU, jadi kalau ada bupati, walikota, gubernur yang masih ragu-ragu tolong baca pasal ini ya," tutur Hotman.
Hariyadi dan Hotman juga kompak mengkonfirmasi sampai saat ini belum ada pemda yang memberikan keringanan pajak hiburan. Wacana dari pemda ada, namun aturan tertulisnya belum diterbitkan.
Inul Daratista selaku pemilik jasa hiburan karaoke juga demikian. Ia mengatakan surat edaran Mendagri mengenai pemberian insentif pajak oleh pemda kini menjadi "pegangan" para pengusaha.
Namun dia itu menilai "pegangan" itu tidak kuat, karena belum ada aksi nyata dari pemda yang dituangkan melalui peraturan kepala daerah. Oleh karena itu, Inul pun berharap kepala daerah bisa menerbitkan kebijakan secara langsung untuk masing-masing daerah.
"Pak Luhut dan Mendagri, semua sudah memberikan surat edaran yang buat kita punya pegangan, tapi pegangan ini kita pikir belum kuat. Harapan saya kepala daerah mohon memberikan kebijakan langsung," kata Inul.