12 Juni 2023
20:55 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menyampaikan, penguatan stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) sebagai instrumen stabilisasi harga dan kondisi kedaruratan. Menurutnya, penguatan ketersediaan stok pangan yang dikelola pemerintah menjadi kunci terselenggaranya tata kelola pangan nasional kuat, terencana, dan antisipatif.
“Berbicara El Nino, artinya kita berbicara langkah-langkah antisipatif, karena menurut BMKG dampaknya mempengaruhi sektor pertanian, terutama tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air. Kondisi ini perlu diantisipasi agar tidak terjadi gagal panen yang berdampak pada krisis pangan,” ungkapnya di Jakarta, Senin (12/6).
Saat ini, penyelenggaraan CPP telah berjalan untuk 11 komoditas pangan strategis, seperti beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, daging ruminansia, daging ayam, telur ayam, gula pasir, minyak goreng, dan ikan. Hal ini juga sejalan dengan Perpres 125 tentang penyelenggaraan CPP yang harus diamankan stok dan ketersediaannya.
Baca Juga: Airlangga Respons Peringatan FAO Soal Krisis Pangan Global
“Namun dalam pelaksanaannya, untuk beberapa komoditas kita pecah lebih spesifik, seperti bawang menjadi bawang merah dan putih, serta daging ruminansia menjadi daging sapi dan kerbau. Semakin detail, maka semakin baik penyelenggaraan CPP dilakukan,” terangnya.
Untuk beras, tambahnya, Perum BULOG per 9 Juni 2023 memiliki stok cadangan beras 546 ribu ton dan beras komersial 55 ribu ton, sehingga total stok beras sekitar 601 ribu ton.
Guna meningkatkan stok, BULOG terus menggenjot intensitas penyerapan beras produksi dalam negeri. Arief mendorong agar BULOG dapat terus menyerap beras sebelum masuk semester Il/2023, yang bertujuan untuk mengamankan stok operasional.
“Selain itu, perlu juga mengamankan kontrak dan realisasi untuk tahun 2023, sehingga apabila kembali dilakukan pengadaan stok telah memperhatikan prakiraan pos penyalurannya dan target stok di akhir tahun,” ucapnya.
Arief memastikan, kegiatan perencanaan dan monitoring stok CPP tersebut dilakukan tidak terbatas hanya pada beras, namun juga pada seluruh komoditas pangan yang pengelolaannya berada di BULOG. Selain beras, sesuai Perpres, BULOG mendapatkan penugasan untuk mempersiapkan CPP komoditas jagung dan kedelai.
“Selanjutnya kita ajukan pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Padi, Jagung, dan Kedelai sebagai paket lengkap stabilisasi pangan di tahun 2023. Kegiatan ini juga agar dimasukan dalam kelompok instrumen penanggulangan El-Nino di sisi hilir,” tambahnya.
Sedangkan untuk komoditas lainnya, stok CPP gula pasir yang saat ini dimiliki BUMN Pangan ID FOOD, BULOG, dan PTPN terdapat sebanyak 123 ribu ton. Sementara stok CPP daging ruminansia berada di angka 7,8 ribu ton.
“Stok CPP terus kita pantau dan update secara berkala, sehingga kita bisa segera ambil keputusan yang tepat apabila perlu melakukan intervensi untuk menjaga stabilisasi dan antisipasi kondisi darurat,” sebutnya.
Baca Juga: Warga Diserukan Hemat Air Sampai Akhir 2023
Simulasi Anggaran Stok Pangan
Dalam penyelenggaraan stok CPP, ia menyampaikan, Badan Pangan Nasional mengacu kepada simulasi dan rencana anggaran stok pangan nasional atau CPP selama periode satu tahun. Dalam rancangan tersebut, pemerintah telah memetakan anggaran masing-masing komoditas.
“Misal, untuk beras siapa BUMN Pangan yang menjadi pelaksana, berapa kebutuhan nasional tahunannya, berapa persentase stok yang akan dialokasikan untuk CPP, berapa target stok CPP-nya, berapa biaya per-kg, serta total anggaran setahun dan per tiga bulan, kemudian siapa dan seperti apa sasaran pendistribusiannya,” paparnya.
Penganggaran untuk penyelenggaraan CPP ini diakuinya bisa memberikan dampak positif yang luas bagi ekosistem pangan nasional. Optimalisasi BUMN Pangan dalam penyelenggaraan CPP bisa mendorong kinerja BUMN Pangan Indonesia.
Penyelenggaraan CPP juga efektif menstabilisasi harga di tingkat petani/peternak karena bisa memprioritaskan penyerapan hasil produksi lokal dengan harga baik dan wajar. Upaya ini juga berkontribusi menjaga inflasi di hilir karena ketersediaan CPP memadai bisa menjadi instrumen pengendali harga.
“(Jadi), anggaran yang digunakan untuk CPP juga tidak habis pakai karena dikonversi menjadi stok pangan pemerintah,” rincinya.
Penyelenggaraan CPP juga, tambahnya, sejalan dengan arahan presiden yang meminta agar sektor pertanian dan pangan bersiap dan meningkatkan kewaspadaan sehingga Indonesia bisa terhindar dari krisis pangan.

Bentuk Antisipasi Lain
Selain melalui penguatan CPP, pemerintah juga menyiapkan langkah antisipasi lainnya. Termasuk kerja sama penguatan Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) dari wilayah produksi ke wilayah defisit dan pelaksanaan operasi pasar atau Gerakan Pangan Murah (GPM) di Provinsi dan Kabupaten.
Arief menyebut, pemerintah terus menyalurkan bantuan pangan beras untuk 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan bantuan telur dan daging ayam untuk 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS). Kedua program ini masing-masing dilaksanakan dalam tiga bulan atau tiga tahapan.
“Dengan pelaksanaan yang lancar serta berdampak nyata baik bagi masyarakat, petani/peternak, dan upaya pengendalian inflasi, diharapkan pelaksanaannya bisa diperpanjang sehingga turut menjaga pasokan dan harga pangan sehingga mengurangi dampak El-Nino,” ujarnya.
Baca Juga: Kementan Canangkan Daerah Garap 1.000 Ha Lahan Untuk Ketahanan Pangan
Arief menuturkan, pihaknya mengusulkan bantuan pangan beras dapat dilaksanakan hingga akhir 2023. Selain itu, dia juga mengajukan perluasan program pada komoditas beras berfortifikasi sebagai instrumen tambahan pangan dalam mendukung daya beli masyarakat dan menekan prevalensi stunting.
“Bantuan pangan beras yang sedang berjalan ini merupakan program paling ideal dengan serapan yang cepat ke tengah masyarakat karena sifatnya yang gratis,” ucapnya.
Antisipasi dampak El-Nino juga dilakukan dengan mendorong perluasan penerapan Neraca Pangan dari tingkat Provinsi sampai ke Kabupaten/Kota melalui penerapan Neraca Pangan Wilayah.
Arief berharap, langkah ini dapat meningkatkan monitoring, pengawasan, serta integrasi pemetaan pangan nasional, sehingga mempercepat pengambilan kebijakan stabilisasi stok dan harga. Neraca pangan yang terintegrasi di Bapanas, pemerintah dapat memfasilitasi pendistribusian pangan dengan lebih cepat.
“Tentunya dengan memprioritaskan movement stok ke wilayah dengan tingkat konsumsi tinggi, serta wilayah yang neraca pangannya berstatus minus dan bergantung pada wilayah lain untuk pemenuhan kebutuhan pasokan bahan pangan,” pungkasnya.