17 Januari 2023
14:39 WIB
JAKARTA – Indonesia dinilai harus tetap waspada meski laporan neraca perdagangan mencatat surplus pada Desember 2022. Pasalnya, tidak ada jaminan hal tersebut akan berlangsung terus sampai akhir tahun 2023 nanti.
"Dalam perdagangan itu kita mesti waspada. Bukan berarti dia (neraca perdagangan) keluar di Januari 2023 berarti tahun 2023 nanti perdagangan global akan baik-baik saja, karena ini kan ada jedanya. Itu datanya akhir tahun," kata Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian. Seperti dilansir Antara, Selasa (17/1).
Dzulfian mengatakan, kondisi perekonomian global yang melemah telah mempengaruhi laporan neraca perdagangan Indonesia pada akhir 2022. Hal ini bisa saja berbeda ketika memasuki 2023.
Oleh karenanya, Dzulfian berpendapat, Indonesia harus tetap melakukan antisipasi agar tidak ikut terperosok.
"Ini kan data akhir tahun, tapi kita mesti antisipasi jangan bersenang diri gitu. Sedangkan pelemahan global itu kan terjadinya pada 2023," cetusnya.
Dzulfian mengatakan, data yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bukanlah data dengan waktu yang sebenarnya atau real time. Sehingga tidak dapat menjadi tolok ukur untuk kesuksesan perekonomian pada 2023.
Meski demikian, dia menyatakan, nilai surplus US$3,89 miliar dengan nilai ekspor US$23,83 miliar dan impor US$19,94 miliar pada neraca perdagangan Indonesia di Desember 2022 merupakan hal yang positif.
Angka ini bisa dimaknai, kekhawatiran pelemahan ekonomi global belum terlalu terlihat di Indonesia sehingga masih bisa melakukan ekspor ke luar negeri.
Dzulfian melanjutkan, di balik keberkahan tersebut Indonesia harus selalu waspada, terlebih jika perekonomian global pulih dan bergerak dengan cepat.
"Dalam konteks ekonomi, ketika kondisi global turun dampak ke kita tidak terlalu parah. Nah, dari sisi itu kan kabar baik, tapi kabar buruknya adalah ketika nanti perekonomian global pulih, membaik atau bahkan bergerak cepat, kita tidak bisa mengikuti. Kita nanti tidak bisa mendapatkan berkah benefit seperti negara-negara lain yang ekonominya lebih terintegrasi dengan perekonomian global," lanjutnya.
Siapkan Strategi
Oleh karenanya, Dzulfian menyarankan pemerintah Indonesia menyiapkan strategi untuk mempertahankan surplus di neraca perdagangan. Di antaranya dengan melakukan pemetaan terhadap negara dan komoditas untuk ekspor, serta memperkuat atase perdagangan melalui duta besar Indonesia di luar negeri.
"Satu diversifikasi mitra dagang kita, khususnya di luar dari Eropa, dan kedua itu memperkuat trade intellegence, khususnya peran atase perdagangan kita di luar negeri. Dua hal itu," ujar Dzulfian.
Lebih lanjut, Dzulfian menjelaskan Indonesia harus memetakan negara mana saja yang pertumbuhan ekonominya tetap stabil atau minimal penurunannya tidak terlalu signifikan, terlebih di luar wilayah Eropa.
Dzulfian mengatakan, sebisa mungkin mencari pasar alternatif untuk tujuan ekspor sehingga tidak terpaku pada wilayah negara tertentu saja seperti Eropa yang saat ini kondisi perekonomiannya menurun.
"Strategi perdagangan kita minimal dalam jangka pendek ini cari pasar alternatif lain. Karena Eropa lagi mandek, ya kita cari negeri lain untuk kita jual beli dan saling dagang. Itu sih kunci utamanya," kata Dzulfian.
Sementara strategi untuk memperkuat peran atase perdagangan melalui kedutaan besar Indonesia di luar negeri, bisa dilakukan dengan memetakan barang apa yang dibutuhkan oleh pasar global.
Menurut Dzulfian, pemetaan sangat penting agar Indonesia bisa memasok komoditas yang langka di negara tertentu.
"Itulah sebabnya kita mesti memperkuat peran atase perdagangan itu di luar negeri. Jadi mereka mesti memetakan, misalnya negara A enggak punya barang, nih, sedangkan kita punya. Pasti mereka dengan senang hati membeli barang kita, atau sebaliknya juga," ujarnya.

Tumbuh Impresif
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono sebelumnya menuturkan, surplus neraca perdaganganm Desember 2022 sebesar US$3,89 miliar, merupakan surplus selama 32 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Margo memaparkan, neraca perdagangan komoditas non migas tercatat surplus US$5,61 miliar, di mana komoditas penyumbang terbesarnya yaitu bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta besi dan baja.
Sementara itu, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar US$1,73 miliar dengan komoditas penyumbang defisit antara lain adalah minyak mentah dan hasil minyak.
Pada kesempatan tersebut, Margo juga menyampaikan neraca perdagangan RI secara kumulatif dari Januari-Desember 2022 yakni mengalami surplus US$54,46 miliar dengan nilai ekspor US$291,98 miliar dan impor US$237,52 miliar.
“Neraca perdagangan sepanjang 2022 tumbuh 53,76% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. Secara tahunan, neraca perdagangan kita tumbuh impresif,” ujar Margo.
Margo menambahkan, terjadi peningkatan capaian ekspor maupun impor sepanjang 2022 jika dibandingkan 2021, di mana nilai ekspor meningkat 26,07% dan impor 21,07% Menurut Margo, tren neraca perdagangan Indonesia mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Adapun tiga negara dengan surplus neraca perdagangan terbesar dengan Indonesia sepanjang 2022 yaitu dengan Amerika Serikat, India, dan Filipina.
“Dengan Amerika Serikat kita surplus US$18,89 miliar. Terbesar pada komoditas barang rajutan, mesin peralatan listrik, diikuti pakaian jadi bukan rajutan,” kata Margo.
Kemudian dengan India juga surplus sebesar US$16,16 miliar dolar AS. Penyumbang yang terbesar berasal dari bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, dan bijih logam dan perak abu.
Sementara dengan Filipina, surplus RI mencapai US$11,41 miliar. Terbesarnya pada komoditas bahan bakar mineral, diikuti kendaraan dan bagiannya, serta lemak dan minyak hewan nabati.
Pasar Baru
Terkait dengan pembukaan pasar baru ekspor, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri menargetkan bisa merambah pasar Afrika untuk tujuan ekspor Indonesia tahun ini. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meski pertumbuhan ekspor RI terus meningkat, namun, pemerintah tidak berpuas diri mengingat beberapa negara tengah mengalami kesulitan sehingga ada yang mengurangi impor dari Indonesia.
"Tadi bahwa presiden sudah mendorong pasar non tradisional seperti di Afrika juga untuk dibuat dan dikejar, terutama melalui di Pantai Timur, melalui Nigeria. Lalu di Pantai Barat itu Kenya," ujar Airlangga.
Ia juga mengatakan pemerintah akan mendorong Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) agar bisa segera mendukung pelaksanaan kegiatan pembiayaan ekspor nasional. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong komoditas lain untuk ekspor.
Jokowi pun telah memerintahkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan melakukan misi dagang keliling dunia untuk menyerbu pasar potensial serta menyaingi China, Thailand, dan Vietnam.
Zulkifli menyebutkan ada tiga kawasan pasar potensial yang akan disasar Indonesia yaitu Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.
Menurutnya, ini adalah langkah antisipasi di saat target pasar tradisional Indonesia di Barat melemah. Zulkifli menegaskan, Kemendag bakal mengembangkan potensi pasar non-tradisional dengan membuat 'jalan tol' agar tidak ada hambatan.
"Dengan (negara) luar kita buka pasar baru. Misi dagang sebulan tiga kali, saya nanti akan ke Mesir, Nigeria, India, dan Arab Saudi untuk membangun misi dagang. Aturannya kita bikin perjanjian agar bebas tarif sehingga pengusaha-pengusaha kita akan lebih mudah," tuturnya.