03 Januari 2025
14:43 WIB
Pengamat Kebijakan Pangan Sebut Distribusi Bukan Penyebab MinyaKita Mahal
Pengamat Kebijakan Pangan menilai mahalnya MinyaKita bukan karena permasalahan distribusi, melainkan kebijakan DMO yang tidak jelas.
Penulis: Erlinda Puspita
Ilustrasi. Pedagang menunjukkan minyak goreng Minyakita di Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Senin (15/7/202 4). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin
JAKARTA - Pengamat Kebijakan Pangan Syaiful Bahari menyatakan kondisi kenaikan harga MinyaKita di pasaran saat ini bukan karena permasalahan distribusi, melainkan dipicu ketidakpastian bahan baku crude palm oil (CPO).
Menurut Syaiful, sejak awal CPO di Indonesia dikuasai oleh pabrik kelapa sawit (PKS) besar, sehingga merekalah yang bisa menentukan pemasaran CPO, apakah akan diekspor atau memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Sebenarnya persoalan kenaikan harga MinyaKita bukan semata-mata karena panjangnya distribusi, tapi sumber persoalannya di kepastian bahan baku, yakni CPO yang sejak semula dikuasai oleh PKS besar. Ketika harga CPO internasional lagi bagus, maka sebagian besar CPO diekspor ke pasar internasional," terang Syaiful saat dihubungi Validnews, Jumat (3/1).
Keengganan produsen minyak goreng untuk menyuplai MinyaKita juga dinilai Syaiful karena tidak konsistennya kebijakan yang dibuat pemerintah.
Ia mencontohkan kasus penyelesaian utang rafaksi pemerintah kepada produsen minyak goreng sekitar Rp474 miliar yang berlarut-larut, sehingga produsen minyak goreng enggan berpartisipasi lagi.
Baca Juga: Kemendagri Minta Tidakan Tegas Pada Distributor MinyaKita Nakal
"Program MinyaKita berhasil karena membuat terobosan baru untuk menyediakan minyak goreng bersubsidi bagi masyarakat. Tetapi dalam praktiknya justru pemerintah tidak konsisten terhadap kebijakan yang dibuatnya sendiri," imbuhnya.
Selain itu, menurut Syaiful, kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic production obligation (DPO) sampai sekarang tidak jelas kelanjutan implementasinya.
"Berapa stok CPO untuk minyak goreng yang tersedia di dalam negeri dan siapa yang menguasainya, semua ini menimbulkan ketidakpastian," tutur Syaiful.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Moga Simatupang mengaku pihaknya bisa saja melakukan pemangkasan distribusi MinyaKita melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024. Namun langkah tersebut belum dilakukan karena tak ingin pemerintah dianggap tidak konsisten, dan mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini.
Baca Juga: Harga MinyaKita Masih Lampaui HET, Kemendag Ancam Pangkas Aturan Distribusi
"Sebetulnya kami tidak ingin mengubah regulasi yang sudah ada, kami tidak ingin pemerintah dianggap inkonsisten terhadap regulasi... Sebetulnya bisa saja kita lakukan simplifikasi distribusi seperti Perpres pupuk, jadi Permendag direvisi. Namun kita masih mempertimbangkan peran distributor 1,2 yang dimiliki produsen. Kami tidak ingin dalam situasi ekonomi seperti saat ini terjadi idle capacity terutama kegunaan gudang, logistik, dan pengurangan pegawai," kata Moga dalam rapat koordinasi inflasi daerah, Senin (31/12).
Padahal diakui Moga, kenaikan HET MinyaKita tersebut yang berlaku pada Agustus 2024 lalu telah mengakomodasi permintaan para produsen, yang meminta agar harga dinaikkan.
"Para pengusaha meminta kenaikan HET dari produsen yang sebelumnya Rp10.800 per liter menjadi di atas itu. Pemerintah pun mengakomodir permintaan tersebut dari Rp10.800 per liter di produsen ke distributor 1 (D1) menjadi Rp13.500 per liter. Dan di D2 Rp14.000 per liter, pengecer Rp14.500 per liter sampai konsumen Rp15.700 per liter. Faktanya di lapangan harga rata-rata saat ini di atas HET," kata Moga.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) per Kamis (2/1), harga MinyaKita tercatat masih di rata-rata nasional Rp17.300 per liter. Sementara berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) per hari ini Jumat (3/1) harga minyak goreng kemasan sederhana mencapai Rp19.120 per liter. Sementara berdasarkan Permendag 18/2024 harga eceran tertinggi (HET) MinyaKita ditetapkan Rp15.700 per liter.