04 Januari 2023
12:49 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA – Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengungkapkan kebijakan insentif kendaraan listrik yang akan diluncurkan Kementerian Perindustrian dirasa belum tepat dan telah mengusik para pengguna jasa transportasi umum, khususnya pengguna KRL Jabodetabek.
Di tengah upaya memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum, kebijakan ini dia nilai kontra produktif jika diberikan hanya pada pembelian mobil listrik dan sepeda motor listrik.
"Dampaknya akan menambah kemacetan dan angka kecelakaan lalu lintas," katanya dalam pernyataan tertulis, Rabu (04/01).
Dia menjelaskan seharusnya, Kementerian Perindustrian turut mendukung upaya pembenahan transportasi umum yang sedang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan di kawasan perkotaan dengan menggunakan bus listrik dan kendaraan konversi atau sepeda motor listrik di daerah sulit mendapatkan BBM.
"Angkutan feeder dari kawasan perumahan di Kawasan Bodetabek menuju stasiun KRL Jabodetabek dapat menggunakan kendaraan umum listrik. Bisa kendaraan umum baru atau kendaraan umum yang ada dikonversi diprioritaskan untuk mendapat program insentif kendaraan listrik," sarannya.
Baca Juga: Tarif KRL Naik Picu Penambahan Polusi Jakarta
Dia menegaskan subsidi tepat sasaran harus terus diupayakan dalam rangka memberikan rasa keadilan bagi pengguna transportasi umum.
Menurutnya, setiap pengguna transportasi umum wajib menerima subsidi, karena sudah membantu pemerintah untuk mereduksi terjadinya kemacetan, menurunkan tingkat polusi udara, dan turut mengurangi angka kecelakaan.
Di beberapa daerah misalnya, ia melihat layanan transportasi umum Bus Trans Jateng dan Bus Trans Semarang sudah memberlakukan pembedaan tarif untuk kelompok umum, pelajar, mahasiswa, buruh, lansia. Hingga sekarang Djoko melihat ini cukup lancar dan tidak bermasalah.
"Malahan, buruh merasa terbantu dengan tarif khusus itu. Dapat mengurangi pengeluaran ongkos transportasi untuk bekerja," imbuhnya.
Diketahui kontrak public service obligation (PSO) untuk KRL Jabodetabek tahun 2022 sebesar Rp1,8 triliun dan menurun di tahun 2023, yakni Rp1,6 triliun. Demikian pula total PSO tahun 2022 sebesar Rp2,8 triliun, turun di tahun 2023 menjadi Rp2,5 triliun. Sebanyak 64% dari nilai total PSO Perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.
Jika dibandingkan dengan subsidi untuk daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan Perbatasan dengan bus perintis se-Indonesia hanya mendapat Rp177 miliar (327 trayek). Sekitar sepersepuluh dari PSO KRL Jabodetabek. Subsidi angkutan perintis penyeberangan di 273 lintas Rp584 miliar. Angkutan perkotaan di 10 kota hanya Rp500 miliar.
"Alokasi Dana Kewajiban Pelayanan Publik/PSO Tahun Anggaran 2023 diprioritaskan untuk KRL dan KA Ekonomi Jarak Dekat karena KA-KA itulah yang digunakan sebagian besar warga beraktivitas sehari-hari, sehingga diharapkan semakin banyak warga yang menggunakan kereta yang pada akhirnya mengurangi beban jalan raya," tambahnya.
Transportasi Umum 'First Mile' Belum Ada Perubahan
Djoko mengungkapkan layanan transportasi 'first mile' belum banyak perubahan dan cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya.
Dia melihat belum ada perbaikan yang berarti, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Tangerang.
"Ciptakanlah transportasi umum seperti di Bogor dan Tangerang untuk di Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kab. Tangerang, Kab. Bogor dan Kota Tangerang Selatan," katanya.
Menurut survei Badan Litbang Perhubungan tahun 2013, ketika ditetapkan tarif KRL Jabodetabek satu harga dan murah, total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna KRL Jabodetabek masih 32% dari pendapatan bulanan.
Padahal Kajian World Bank yang berjudul Policy Research Working Paper ongkos total perjalanan dari rumah hingga ke tempat tujuan tidak lebih dari 10% penghasilan bulanan.
"Kita jangan fokus hanya pada tarif KRL Jabodetabek, namun bagaimana kita merancang ongkos transportasi warga bisa kurang dari 10% dari pendapatan bulanan. Prancis dan Singapura sudah bisa menekan hingga 3%, sedangkan China 7%," tegasnya.
Baca Juga: PKS Tolak Rencana Kenaikan Tarif KRL
Dia menilai saat ini ongkos naik KRL Jabodetabek memang tergolong murah, akan tetapi Djoko melihat bisa jadi ongkos yang dikeluarkan masyarakat lebih mahal biaya perjalanan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile).
Dia menerangkan subsidi transportasi umum harusnya diberikan kepada warga yang dalam mobilitas kesehariannya menggunakan transportasi umum untuk bekerja.
"Dapat dibedakan atau tidak tergantung kemauan politik pemerintahnya dan ketersediaan anggaran yang ada," katanya.
Di beberapa negara tetangga di Indonesia subsidi untuk kendaraan umum sudah diberlakukan. Hasilnya kebanyakan pengeluaran pendapatan bulanan warganya ada di bawah 10%.
Misalnya saja penerapan perbedaan tarif berlaku di Singapura dengan memberikan subsidi bagi lansia diskon 25% dan disabilitas atau pelajar diskon 50%.
Negara bagian Victoria (Australia) menerapkan pemberian subsidi bagi lansia, disabilitas dan pelajar pada jam tidak sibuk antara jam 09.30–16.00 sebesar 30%.
Belgia diterapkan diskon 19% pada jam tidak sibuk dan sibuk untuk moda trem. Di Negara Amerika Serikat memberikan diskon kisaran 20% hingga 50% (tiap negara bagian berbeda) untuk warga berpenghasilan di bawah upah standar.
Metrolink di Kota Manchester (Inggris) menerapkan tarif diskon 50% untuk penumpang berpendapatan per bulan kurang dari rata-rata (upah standar minimum) dan tarif diskon 35% untuk lansia dan disabilitas.
Juga ada Negeri Swedia memberikan keringanan tarif bagi warga berstatus kesejahteraan tertentu (tidak bekerja karena cacat) dan manula. Wilayah Regional Marche (Italia) memberikan tarif diskon bagi pengangguran sebesar 50%.