c

Selamat

Selasa, 7 Mei 2024

EKONOMI

03 Januari 2023

17:48 WIB

Penerimaan Pajak 2022 Capai Rp1.716, 8 Triliun, Tumbuh 34,3%

Sepanjang 2022, pemerintah kantongi pajak lebih dari Rp1.716 triliun. Penerimaan pajak negara berhasil tumbuh dua tahun berturut-turut selepas pandemi covid-19.

Penulis: Yoseph Krishna,Khairul Kahfi,

Editor: Rheza Alfian

Penerimaan Pajak 2022 Capai Rp1.716, 8 Triliun, Tumbuh 34,3%
Penerimaan Pajak 2022 Capai Rp1.716, 8 Triliun, Tumbuh 34,3%
Ilustrasi penerimaan pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati didampingi Dirjen Pajak Suryo Utomo. Antara Foto/M Risyal Hidayat

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan penerimaan pajak sepanjang 2022 mencapai Rp1.716,8 triliun, tumbuh 34,3% dibandingkan capaian 2021 yang sebesar Rp1.278,6 triliun.

Catatan itu sekaligus memastikan penerimaan pajak berhasil tumbuh positif dua tahun berturut-turut selepas pandemi covid-19. Pasalnya pada tahun lalu, penerimaan pajak mampu tumbuh 19,3% dibandingkan 2020

"Kita lihat dua tahun berturut-turut kenaikannya luar biasa, yakni 19,3% pada 2021 dan 34,3% di 2022," ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa (3/1).

Penerimaan pajak itu pun menandakan terealisasinya 115,6% target yang sudah ditetapkan dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2022 sebesar Rp1.485 triliun. Angka ini setelah dilakukan revisi dari target awal tahun 2022 sebesar Rp1.265 triliun.

Secara rinci, Menkeu menjelaskan capaian penerimaan pajak itu terdiri atas PPh Migas sebesar Rp77,8 triliun, PPh Non-Migas Rp920,4 triliun, PPN dan PPnBM Rp687,6 triliun, hingga PBB dan Pajak Lainnya sebesar Rp31 triliun.

Keempat kategori itu masing-masing mengalami pertumbuhan secara tahunan, yakni PPh Migas sebesar 47,3%, PPH Non-Migas 43%, PPN dan PPnBM 24,6%, serta PBB dan Pajak Lainnya yang tumbuh 3%.

"Pertumbuhan kinerja PPh Migas didorong kenaikan harga komoditas minyak bumi dan gas bumi, sedangkan PPh Non-Migas ditopang aktivitas ekonomi dan bauran kebijakan," papar Sri Mulyani.

Baca Juga: Sepanjang 2022, APBN Tekor Rp464,3 Triliun

Lebih lanjut, Bendahara Negara menerangkan PPN dalam negeri punya kontribusi sebesar 22,7% dengan pertumbuhan tahunan yang mencapai 13,69% atau lebih rendah ketimbang pertumbuhan tahun 2021 atas 2020 yang sebesar 14,2%.

Catatan tersebut diikuti oleh PPh Badan atau Korporasi yang berkontribusi terhadap 19,9% struktur penerimaan pajak negara. "PPh Badan juga tercatat tumbuh 71,72% secara tahunan atau lebih tinggi ketimbang pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya 25,58%," kata dia.

Pajak dari kegiatan korporasi, sambung Menkeu, menjadi gambaran bahwa penciptaan lapangan kerja dan kenaikan income masyarakat sudah membaik.

Asumsi itu didukung oleh kontribusi PPh 21 sebesar 10,2%. Jenis pajak ini mampu tumbuh 16,34% secara tahunan dan jauh lebih baik dibandingkan pertumbuhan tahun 2021 atas 2020 yang hanya 6,26%.

"Kegiatan ekonomi yang cukup baik dalam bentuk PPN, PPN Impor, kegiatan korporasi, dan juga PPh 21 menandakan terjadinya penciptaan kesempatan kerja serta kenaikan upah dan income," ucap Sri Mulyani.

Strategi Penerimaan 2023
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyebut, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah strategi untuk mencapai target penerimaan pajak di 2023. 

Sejauh ini, pihaknya secara konsisten akan terus-menerus memperluas basis perpajakan. Beberapa upaya memproses pemajakan di antaranya melalui implementasi dari regulasi dan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

“Kita tahu, bahwa UU HPP sebagai fondasi dari sistem perpajakan, untuk menjaga sustainabilitas APBN ke depan,” terangnya dalam kesempatan yang sama.

Di sisi lain, Ditjen Pajak akan terus menindaklanjuti ketentuan yang sudah diatur dalam beleid yang sama, yaitu Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang sudah selesai pada Juni 2022 lalu. Ke depan, pihaknya juga akan terus menindaklanjuti terkait program ini.

Selanjutnya, pihaknya juga akan melakukan pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan. Pengawasan ini dirasa semakin mungkin dilakukan pasca kasus covid-19 yang sudah melandai sedemikian signifikan

“Sehingga penetrasi kewilayahan dapat kami laksanakan. InsyaAllah mudah-mudahan bisa kami laksanakan dengan lebih efektif dan efisien,” terangnya.

Suryo juga menyampaikan, jajarannya akan mengoptimalkan kegiatan inti Ditjen Pajak berupa pengawasan pembayaran masa (PPM). Hal ini dilakukan untuk memastikan siapa saja yang mendapat blessing atau perfoma bisnis yang bagus di tahun berjalan dapat berkontribusi langsung pada penerimaan negara.

DJP sendiri menjelaskan, PPM merupakan proses bisnis pengawasan terhadap perilaku pelaporan dan pembayaran pajak. Kegiatan tersebut dikaitkan dengan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tahun pajak berjalan.

“Mereka juga harus memberikan kompensasi atau kontribusi kepada pemerintah dan negara, atas penghasikan yang diterima selama tahun berjalan yang telah mengalami peningkatan signifikan,” terangnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi Global Melambat Signifikan pada 2023

Demikian juga, DJP akan melakukan uji kepatuhan terhadap wajib pajak (WP), khususnya terkait tahun pajak lima tahun ke belakang atau sebelum kadaluarsa penetapannya. Uji kepatuhan ini akan dilakukan berdasarkan data dan informasi yang terus digali dan kumpulkan. 

“Sehingga kami bisa menentukan prioritas dan menentukan arah kepada WP yang perlu lakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan,” ungkapnya.

Selain itu, Suryo juga menginformasikan, hingga kini kepatuhan penyampaian SPT sudah berada di angka 83,2% dari target 80% dari wajib pajak yang menyampaikan SPT tahun 2022. Untuk 2023, pihaknya akan terus melakukan kalibrasi dan kalkulasi mengenai target SPT baru. 

“Kira-kira apakah kita (akan) melakukan penyesuaian dan sedang menghitung dengan teman-teman yang ada di Ditjen Pajak. Mestinya, harusnya mengalami peningkatan (target SPT),” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu rasio menyebut, sementara ini rasio pajak 2022 adalah 10,4%. Menurutnya, rasio pajak ini telah meningkat cukup signifikan dan sudah melampaui rasio perpajakan sebelum pandemi.

Asal tahu, rasio pajak terhadap PDB di 2019 berada di level 9,77%, kemudian merosot jauh ke 8,33% pada 2020, dan naik ke level 9,11% pada 2021 lalu. “Jadi, inilah yang menunjukkan pemulihan, juga tentunya perbaikan administrasi perpajakan yang cukup signifikan,” urai Febrio.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar