c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

27 Oktober 2025

17:05 WIB

Peneliti INSTRA Beberkan 9 Cara Atasi Utang Whoosh

Peneliti INSTRA, Deddy Herlambang menyebut ada banyak cara mengatasi utang kereta cepat Whoosh, mulai dari negosiasi ulang utang hingga penambahan model bisnis lain.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Peneliti INSTRA Beberkan 9 Cara Atasi Utang Whoosh</p>
<p id="isPasted">Peneliti INSTRA Beberkan 9 Cara Atasi Utang Whoosh</p>

Sejumlah penumpang berada di rangkaian kereta cepat WHOOSH tujuan Bandung di Stasiun Halim, Jakarta, Sabtu (642024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan

JAKARTA - Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (INSTRA) Deddy Herlambang mengungkapkan ada beberapa cara pemecahan masalah yang bisa dilakukan pemerintah di tengah polemik pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh. 

Beberapa di antaranya menurut Deddy adalah negosiasi ulang utang hingga PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) perlu membuat model bisnis lain yang mampu membantu meningkatkan pemasukan.

Deddy mengusulkan, cara pertama yang bisa dilakukan adalah, pembayaran utang Whoosh masih bisa memperoleh dukungan fiskal dari pemerintah, sesuai dengan evaluasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 172 Tahun 2015 yang diubah menjadi Perpres Nomor 93 Tahun 2021.

“Meski sejak awal KCJB ditegaskan tanpa dukungan APBN melalui Perpres 172/2015, tapi evaluasi pada 2021 membuka ruang bagi dukungan fiskal dari pemerintah. Tapi kita tetap semangat business to business (B2B) yang tetap menantikan Danantara sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kesehatan keuangan di BUMN yang bergabung di PT PSBI (Pilar Sinergi BUMN Indonesia),” kata Deddy dalam pernyataan resmi, Senin (27/10).

Kedua, Deddy meyakini ke depan moda transportasi Whoosh atau kereta cepat ini akan sangat dibutuhkan. Alasannya, meski saat ini Whoosh masih menjadi moda transportasi alternatif dari travel dan kereta api Parahyangan, namun ia memperkirakan jalan tol akan mengalami kejenuhan imbas pertumbuhan mobil 4% hingga 7% tiap tahun yang tak dibarengi penambahan jalan tol.

Baca Juga: Rosan Sebut Opsi Penyelesaian Utang KCIC Rampung Sebelum Akhir Tahun

“Saat kejenuhan jalan tol ini mungkin 5 -10 tahun lagi, KJCB bukan pilihan atau alternatif lagi, namun sudah merupakan kebutuhan transportasi cepat tanpa macet,” terang Deddy.

Usulan ketiga adalah, pemerintah memerlukan negosiasi ulang utang dengan mengganti kurs utang dari US dolar menjadi yuan. Jika utang tetap dalam bentuk US dolar, Deddy menyebut kondisinya tidak stabil karena apabila rupiah semakin tertekan oleh US Dolar maka nilai utang akan membengkak. Sedangkan nilai kurs antara yuan ke rupiah cenderung stabil.

“Ada anggapan markup dari biaya proyek ini, sejatinya dapat dihitung secara matematis secara mudah. Ketika kontrak di awal PT KCIC tahun 2015 US$1 = Rp13.000, sedangkan saat ini tahun 2025 ketika mulai membayar bunga US$1 telah mencapai Rp16.000, ada selisih Rp3.000 per US$1, sebuah nilai yang super besar bila dikalikan dengan basis utang sebelumnya Rp74 triliun,” kata dia.

Deddy juga mengingatkan adanya hitungan overcost run sebesar Rp18,2 triliun karena proyek KCJB atau Whoosh mengalami banyak waktu mundur pada pengerjaannya. Selain itu, menurut dia, juga bunga 2% US$ tentu sangat tinggi untuk hard loan, sehingga utang bisa bengkak mencapai Rp119 triliun (kurs Rp16.000).

Keempat, Deddy menegaskan INTRANS mendukung restrukturisasi utang dari 40 tahun ke 60 tahun hingga grace period. Cara ini akan membuat nilai angsuran lebih murah tiap tahunnya, karena jika tenor hutang lebih panjang maka secara otomatis bisa menurunkan nilai bunga atau setidaknya bunga menurun merujuk pada bunga efektif atau suku bunga mengambang (floating).

Lanjut Bangun Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Kelima adalah, Deddy menyebut jika ingin Whoosh bisa segera memperoleh balik modal (ROI), maka harus segera sampai ke Surabaya sesuai dengan Rencana Induk Perkeretaapian Nasional yang diagendakan terjadi pada tahun 2030.

“Bila sampai Surabaya tarif Whoosh sama dengan tarif penerbangan sekitar Rp1-2 juta, sehingga modal investasi cepat balik modal. Teramat sayang sarana KCJB yang sangat mahal hanya sampai Bandung (142 km), yang sejatinya sarana KCJB ini didesain dapat menempuh sampai ribuan kilometer,” ucap Deddy.

Melanjutkan usulan kelima, maka usulan ke enam adalah perlu adanya kajian biaya dan keuntungan pembangunan kereta cepat Jakarta-Surabaya, sehingga bisa mengurangi trafik penerbangan sipil di Jawa Utara yang saat ini sudah terlalu padat. Ini terjadi karena trafik penerbangan di Jawa Selatan khusus untuk penerbangan militer.

“Dipandang perlunya diskursus perjalanan angkutan umum di bawah 1.000 km dilayani kereta api cepat, sedangkan di atas 1.000 km dilayani oleh penerbangan,” sambung Deddy.

Baca Juga: Danantara Siap Merger 15 Perusahaan Asuransi BUMN Jadi 3

Berikutnya yang ketujuh, Deddy mengusulkan agar PT KCIC membuat bisnis model lain untuk menjaga kesehatan finansial mereka. Misalnya dengan model bisnis non fare box atau sumber pendapatan di luar tiket penumpang untuk pembangunan TOD (transit oriented development) atau TJD di simpul stasiun KCIC Karawang, KCIC Padalarang dan KCIC Tegalluar.

“TOD atau TJD secara finansial dapat membantu pemasukan KCIC di sektor sewa lahan atau tenant. Sisi lainnya, dengan adanya TOD/TJD di simpul-simpul stasiun KCIC, maka secara alamiah akan menimbulkan bangkitan dan tarikan baru perjalanan oleh masyarakat,” ungkap Deddy.

Kedelapan adalah bisnis kereta api perlu dihitung secara mikro dan makro. Sehingga, keuntungan Whoosh bukan hanya ditanggung PT KCIC namun juga pemerintah. Oleh karena itu pemerintah juga bertanggung jawab dalam melayani masyarakat dengan transportasi yang aman, andal, dan nyaman.

Usulan kesembilan adalah manfaat moda transportasi berbasis rel adalah mengurangi penggunaan kendaraan bermotor di jalan raya maupun tol, menekan jumlah kecelakaan di jalan, mengurangi kemacetan lalu lintas, mengurangi emisi karbon, dan mengurangi subsidi BBM yang sangat besar.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar