04 Februari 2025
12:23 WIB
Pemprov DKI Imbau Warga Jakarta Tak Lakukan Panic Buying LPG 3 Kg
Panic buying menjadi salah satu alasan ketersediaan gas elpiji 3 kg mengalami kelangkaan beberapa hari ke belakang
Pekerja melakukan bongkar muat gas elpiji 3 kg bersubsidi. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
JAKARTA - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta Hari Nugroho meminta masyarakat tak melakukan panic buying (pembelian secara berlebihan karena panik), terkait langkanya liquefied petroleum gas (LPG/elpiji) 3 kilogram di Jakarta.
“Saya harapkan nggak perlu menumpuk gas elpiji terlalu banyak, dan kebutuhan sehari-hari. Masalah itu akan kita atasi mungkin dengan operasi pasar,” kata Hari di Jakarta, Selasa.
Hari mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dengan pihak Pertamina hingga Dinas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar bisa menstabilkan kembali ketersediaan elpiji 3 kg. Sehingga, masyarakat pun diharapkan untuk tenang dan tidak panik dengan membeli elpiji 3 kg dalam jumlah banyak.
"Jadi, nggak usah panic buying. Normal saja pembeliannya dan stok masih ada. Cuma mata rantai distribusi ini seperti apa, jangan sampai ada hambatan lagi,” kata Hari.
Sebelumnya, Hari mengatakan bahwa panic buying menjadi salah satu alasan ketersediaan gas elpiji 3 kg mengalami kelangkaan. Hari menjelaskan, panic buying terjadi karena peraturan larangan warung dan pengecer menjual gas melon. Pangkalan elpiji 3 kg hanya menyalurkan kepada pengguna langsung yaitu rumah tangga, usaha mikro, petani, nelayan, dan sasaran.
Untuk mengatasi kelangkaan, Hari mengatakan, pihaknya terus akan berupaya melakukan mitigasi, serta mengusahakan ketersediaan elpiji 3 kilogram aman saat Ramadan dan Idulfitri mendatang.
Rapat Koordinasi
Hari sendiri sebelumnya mengaku, pihaknya tak mengetahui alasan adanya aturan baru dimana warung dan pengecer dilarang menjual elpiji 3 kg. Karena itu pihaknya akan mendiskusikannya dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM Ahmad Muchtasyar.
“Itu sekarang kan keputusan baru agen kan langsung, nggak melalui pengecer. Malah terjadi hambatan distribusi. Kenapa ada aturan itu saya juga belum tahu kenapa. Itu dari Dirjen Migas. Makanya, kita mau rapatkan lagi. Mau saya panggil Dirjen Migas, Pertamina, dan lainnya dengan aturan baru itu nggak akan menimbulkan permasalahan di lapangan?,” tuturnya.
Rapat itu, lanjut Hari, akan dilakukan sesegera mungkin agar nanti masalah kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi dan HET (Harga Eceran Tertinggi) bisa teratasi. Sehingga, diharapkan menjelang bulan Ramadan, stok dan harga elpiji 3 kg kembali aman.
Terkait HET, Hari menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara Jakarta dengan daerah penyangga lainnya. Sejak delapan tahun lalu, HET elpiji 3 kg belum naik di Jakarta, yakni sebesar Rp16.000, sementara daerah penyangga lain sudah naik menjadi Rp19.000.
Perbedaan HET juga mempengaruhi masalah kelangkaan gas di Jakarta karena daerah penyangga bisa saja memanfaatkan kuota gas yang dimiliki oleh Jakarta. Sehingga, HET pun perlu didiskusikan kembali dan ditetapkan besarannya.
"Kalau HET, kita sudah delapan tahun lebih nggak naik-naik. Ini kan bisa alokasi Jakarta bisa diambil ke wilayah penyangga. Mau nggak mau HET kita disesuaikan saja gitu supaya tidak terjadi disparitas dan penyelewengan di lapangan,” kata Hari.
Kendati demikian saat ditanyai kemungkinan HET elpiji 3 kilogram naik di Jakarta, Hari menjelaskan, pihak Dirjen Migas sudah melakukan kajian terkait hal tersebut. “Sebetulnya HET naik ada kajian ya dari Migas bahwasanya pengaruhnya terhadap inflasi sangat kecil. Karena kenyataan harga di lapangan segitu, sudah naik kiri kanan seperti daerah penyangga,” ujarnya.
Usulan Kuota
Sementara itu, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Tenaga Kerja dan Transmigrasi Energi (Nakertransgi) Kota Jakarta Timur Galuh Prasiwi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa menjelaskan, dari hasil penelusuran ke sejumlah distributor diketahui, saat ini memang ada usulan kuota elpiji bersubsidi untuk Jakarta pada 2025 lebih kecil dari realisasi penyaluran elpiji tahun lalu. Ada pengurangan sekitar 1,6%.
Awal kuota elpiji subsidi untuk Jakarta pada 2025 sebesar 407.555 metrik ton (MT), sementara realisasi penyaluran elpiji di 2024 sebesar 414.134 MT. Lalu pada tanggal merah tidak diizinkan menambah dari kuota yang ada. Sehingga, untuk penyaluran 27 dan 29 Januari 2025 mengambil 50% dari alokasi pekan sebelumnya.
Lalu, untuk 1 Januari 2025 dilakukan penarikan 50% dari stok 3 Januari. Kemudian, stok pada Senin (27/1) lalu diberikan penyaluran sebanyak 218.600 tabung dengan menarik 50% alokasi 15-17 Januari 2025.
"Kemudian, tambahan 24% atau sekitar 110.440 tabung sebagai opsional. Sehingga, total tambahan pada 27 Januari sebanyak 329.040 tabung," ujar Galuh.
Lebih lanjut, Galuh memaparkan, untuk mengamankan stok pada Rabu (29/1) lalu, disalurkan 208.080 tabung dengan menarik 50% alokasi 22-24 Januari dan ditambah delapan persen sebanyak 36.880 tabung. Sehingga total tambahan pada 29 Januari 2025 sebanyak 244.960 tabung.
"Dengan kondisi pasokan yang ada saat ini, wilayah Jakarta Timur dinyatakan aman," tegas Galuh.
Pangkalan Resmi
Sejak 1 Februari 2025, pemerintah telah memberlakukan larangan bagi pengecer, termasuk warung, untuk menjual elpiji 3kg. Kebijakan ini diterapkan guna mengontrol distribusi gas bersubsidi agar lebih terarah dan sesuai dengan peruntukannya. Selain itu, aturan ini juga bertujuan untuk mengurangi potensi penyalahgunaan subsidi. Dengan sistem distribusi yang lebih ketat, diharapkan elpiji 3 kg dapat lebih tepat sasaran bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Untuk mengatasi kelangkaan ini, pemerintah mendorong masyarakat untuk membeli elpiji 3 kg langsung di pangkalan resmi. Pembelian di pangkalan resmi tidak hanya memastikan ketersediaan stok, tetapi juga menawarkan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan pengecer.
Bagi pemilik warung atau individu yang ingin tetap menjual elpiji 3 kg, langkah yang dapat diambil adalah mendaftar sebagai pangkalan resmi. Proses ini melibatkan pengajuan permohonan ke pihak terkait, seperti PT Pertamina, dengan memenuhi persyaratan tertentu.
Namun, setelah menimbulkan polemik dan kericuhan di lapangan, Presiden RI Prabowo Subianto menginstruksikan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas LPG 3 kilogram (kg) per hari ini. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad setelah berkomunikasi dengan Presiden pada Senin (3/1) malam terkait dengan perubahan pola distribusi gas subisidi 3 kg atau "gas melon".
"Setelah komunikasi dengan Presiden, Presiden kemudian menginstruksikan kepada ESDM untuk per hari ini, mengaktifkan kembali pengecer-pengecer yang ada untuk berjualan seperti biasa," kata Dasco, Selasa.
Setelah itu, lanjut dia, Kementerian ESDM diminta untuk memproses administrasi agar pengecer nantinya dijadikan sebagai sub-pangkalan, agar harga LPG yang dijual ke masyarakat tidak terlalu mahal. "Jadi pengecer yang akan menjadi sub-pangkalan ini akan ditentukan juga harganya sehingga harga di masyarakat itu tidak mahal," ujarnya.