c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

24 Juni 2024

17:26 WIB

Pemerintah Susun Peta Jalan Ekonomi Lontar Bagi UMKM NTT  

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) melalui SMESCO Indonesia bersama Du Anyam menyusun peta jalan ekonomi Lontar berkelanjutan bagi pelaku UMKM khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).  

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

<p>Pemerintah Susun Peta Jalan Ekonomi Lontar Bagi UMKM NTT &nbsp;</p>
<p>Pemerintah Susun Peta Jalan Ekonomi Lontar Bagi UMKM NTT &nbsp;</p>

Foto Petani buah lontar di Nusa Tenggara Timur. Pulau Rote (14/11/2017). Shutterstock/Gekko Gallery

JAKARTA - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) melalui SMESCO Indonesia bersama Du Anyam menyusun peta jalan ekonomi Lontar berkelanjutan bagi pelaku UMKM khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Direktur Utama Smesco Indonesia Wientor Rah Mada menjelaskan, kolaborasi ini dilakukan dalam rangka memetakan tata kelola lontar sebagai komoditas dan sumber ekonomi rakyat di Provinsi NTT.

"Penyusunan peta jalan dilakukan dengan mengadopsi masukan dan mempertemukan stakeholders dari berbagai bidang,” katanya dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (24/6).

Wientoh Rah Mada menjelaskan, lontar merupakan simbol kekuatan ekonomi terbarukan yang berkelanjutan di NTT. Terdapat lebih dari 15 produk turunan lontar yang bernilai ekonomi. Adapun 27% dari total nilai ekonomi tersebut dihasilkan oleh perempuan di NTT.

Dia melanjutkan, meningkatnya permintaan pasar baik lokal, nasional, dan global akan produk turunan lontar menuntut upaya serius secara multipihak guna menjaga keberlanjutan produksinya di NTT. 

"Selain itu, pengembangan sektor ini dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nusa Tenggara Timur, terutama dalam menghadapi tantangan ekonomi,” ujarnya.

Baca Juga: Adaptasi Desa Tenganan Menyintas Pandemi

Berdasarkan penelitian terakhir, data persebaran pohon lontar di NTT berkisar 5.000.000 pohon yang tumbuh alami di 22 kabupaten. 80% di antaranya adalah pohon yang berusia lebih dari 10 tahun atau sudah memiliki nilai tambah ekonomi.

Produk utama lontar adalah nira yang didapat dari sadapan bunga, yang bisa diminum langsung atau diolah menjadi gula. Hasil produksi nira lontar tercatat setiap petani menyadap rata-rata 25 pohon per hari selama masa penyadapan.

Hasil rata-rata produksi nira lontar 3,5 liter per pohon per hari, maka demikian jumlah nira yang dihasilkan setiap hari sekitar 87,5 liter yang dapat dijual langsung untuk kebutuhan konsumsi atau kebutuhan industri bioetanol.

Adapun daun lontar digunakan untuk bahan kerajinan, misalnya keranjang, sikat, ember, topi, dan kesehatan. Sementara batangnya, merupakan kayu yang keras dan kuat, baik untuk konstruksi bangunan dan jembatan.

Berdasarkan banyaknya produk lontar yang mempunyai keuntungan kompetitif, lontar dinilai sangat berguna oleh penduduk setempat sebagai peluang untuk meningkatkan pendapatan.

“Untuk mewujudkan hal tersebut, Smesco Indonesia akan menyelenggarakan Forum Group Discussion Outlook Ekonomi Lontar NTT 2024 hasil kolaborasi antara Kemenkop UKM, SMESCO Indonesia, Du Anyam, Pemerintah Provinsi NTT, Dekranasda, Institusi Keuangan BUMN dan swasta, akademisi, pelaku sektor industri serta mitra logistik,” tutur Wientor Rah Mada. 

Baca Juga: Pemerintah Targetkan NTT Bebas Rabies Akhir 2024

Hal ini, kata dia, sejalan dengan arahan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki untuk bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak agar mengandalkan model bisnis agregasi dalam mengembangkan sektor kriya dalam mengakselerasi ekspor produk-produk dimaksud.

Sementara itu, Co Founder, Chief of Community & Partnership Officer Du Anyam Hanna Keraf mengatakan, potensi pasar ekspor sangat besar terutama untuk produk-produk yang terbuat dari serat alam yang mayoritas diproduksi oleh negara-negara di Asia.

Pada 2025, pendapatan komunitas dampingan di NTT diperkirakan meningkat 2 kali lipat dari pendapatan periode 2023-2024.

“Besaran (potensi) tersebut untuk perempuan penganyam, penyedia bahan baku, dan vendor transportasi. Namun salah satu kendala terbesar berkaitan bahan baku, data dan riset pengembangan/budidaya lontar, rantai pasok, dan ekosistem produksi yang belum teroptimalisasi. Inilah yang ingin kita tackle solusinya di FGD ini,” ujar Hanna Keraf.

Keduanya dalam hal ini berharap pelaksanaan rapat lintas sektor dan FGD akan menjadi jembatan komunikasi beberapa pihak termasuk pemerintah dari desa, kecamatan hingga kabupaten, BI NTT, Kadin NTT, SMESCO Indonesia, Koalisi Ekonomi Membumi, serta offtaker dalam hal ini Du Anyam dan komunitas yang mereka dampingi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar