04 November 2025
15:30 WIB
Pemerintah Sorot Biaya Input, Bayangi Ekspansi Manufaktur 3 Bulan Beruntun
Pemerintah mewaspadai sejumlah tantangan guna menjaga keberlanjutan ekspansi manufaktur RI. Peningkatan biaya input akibat kenaikan harga bahan baku masih menjadi perhatian.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
JAKARTA - Juru Bicara Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto mengatakan, tren ekspansi kinerja manufaktur yang konsisten menjadi sinyal bahwa perekonomian RI berada pada jalur pertumbuhan yang kuat. Manufaktur juga berkontribusi besar dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor dan penguatan rantai pasok industri nasional.
Kinerja manufaktur menjadi indikator vital arah perekonomian secara keseluruhan, terutama dalam menjaga stabilitas dan ketahanan ekonomi di tengah kondisi ketidakpastian global. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur telah menjadi salah satu tolok ukur utama untuk menilai kekuatan aktivitas produksi dan permintaan di sektor ini dari waktu ke waktu.
“Ke depan, kami percaya peningkatan permintaan domestik dan kestabilan harga akan menjadi fondasi berharga untuk mempertahankan momentum pertumbuhan,” kata Haryo melalui keterangan resmi, Jakarta, Selasa (4/11).
Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Menguat Didorong Permintaan Domestik
Dia menilai, peningkatan kinerja manufaktur didorong oleh menguatnya permintaan domestik. Selain itu, stabilitas konsumsi rumah tangga, kebijakan stimulus fiskal, serta pelaksanaan pengadaan barang-jasa pemerintah yang berorientasi pada produk nasional juga turut menopang pertumbuhan pesanan baru selama tiga bulan terakhir.
Kondisi pasar tenaga kerja menunjukkan perbaikan pada Oktober. Peningkatan aktivitas industri mendorong kebutuhan tenaga kerja baru yang meningkat.
"Perkembangan ini menjadi indikasi bahwa pelaku usaha mulai meningkatkan kapasitas produksinya guna mengantisipasi kenaikan permintaan di kuartal IV/2025,” jelasnya.
Namun, Haryo mengatakan, Indonesia tetap mewaspadai sejumlah tantangan guna menjaga keberlanjutan sektor manufaktur kendati tren ekspansi terjaga. Menurutnya, peningkatan biaya input akibat kenaikan harga bahan baku masih menjadi perhatian, walau sebagian besar pelaku usaha mampu beradaptasi di tengah kondisi tersebut.
Sementara itu, keterbatasan kapasitas produksi mulai direspons melalui peningkatan investasi dan perluasan fasilitas untuk menjaga kelancaran pemenuhan pesanan yang terus meningkat. Penyesuaian harga produk juga dilakukan secara terukur untuk menjaga keseimbangan antara biaya produksi dan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Kemenperin: Indeks Kepercayaan Industri Bulan Oktober 2025 Naik 53,50
Dalam konteks makroekonomi, BPS mencatat, tingkat inflasi nasional Oktober 2025 tercatat sebesar 2,86% (yoy), dengan inflasi bulanan sebesar 0,28% (mtm). Capaian tersebut menunjukkan inflasi tetap terkendali di dalam target pemerintah, sehingga memberikan ruang bagi kebijakan fiskal dan moneter untuk terus mendukung pertumbuhan sektor riil.
“Stabilitas harga ini juga menjadi faktor penting dalam menjaga daya beli masyarakat dan keberlanjutan permintaan domestik sebagai motor utama sektor manufaktur,” jelas dia.
Pemerintah meyakini, prospek sektor manufaktur ke depan tetap positif. Pelaku industri menilai, permintaan domestik yang solid akan terus menjadi penggerak utama pertumbuhan di tengah ketidakpastian global. Optimisme terhadap peningkatan pesanan dan peluncuran produk baru masih tinggi.
“Dengan dukungan kebijakan yang konsisten, sektor manufaktur dapat mempertahankan momentum ekspansi dan terus menjadi penggerak utama perekonomian nasional pada kuartal IV/2025,” ungkapnya.
Baca Juga: Abaikan Gonjang-Ganjing Global, Purbaya: Domestik Pegang 80% Ekonomi RI
Berdasarkan laporan terbaru S&P Global, PMI manufaktur Indonesia meningkat ke level 51,2 pada Oktober 2025, naik dari posisi 50,4 pada September. Angka di atas level 50 menunjukkan ekspansi aktivitas manufaktur oleh survei S&P Global.
Capaian tersebut menegaskan keberlanjutan momentum ekspansi sektor manufaktur selama tiga bulan beruntun sejak Agustus. Tren positif ini mencerminkan bahwa industri pengolahan nasional telah mengalami pemulihan dan kembali meningkat menjelang akhir 2025.