c

Selamat

Sabtu, 27 April 2024

EKONOMI

18 Juni 2021

14:11 WIB

Pemerintah Setujui Insentif Fiskal Hulu Migas

Simak enam paket stimulus yang sudah disetujui

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Fin Harini

Pemerintah Setujui Insentif Fiskal Hulu Migas
Pemerintah Setujui Insentif Fiskal Hulu Migas
Blok Rokan yang akan dialihkan pengelolaannya dari CPI kepada PT Pertamina Hulu Rokan pada Agustus 2021. ANTARA FOTO/FB Anggoro

JAKARTA – Pemerintah menyetujui enam dari sembilan jenis insentif fiskal yang diusulkan industri hulu migas. Dengan pemberian insentif dan fasilitas perpajakan tersebut, diharapkan meningkatkan produksi dan cadangan migas nusantara.

“Sudah ada enam paket stimulus yang disetujui oleh pemerintah RI. Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah yang telah menujukkan perhatian dan dukungannya terhadap industri hulu migas melalui pemberian paket stilmulus tersebut,” jelas Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (18/6).

Enam paket stimulus yang sudah mendapat persetujuan adalah penundaan sementara pencadangan biaya kegiatan pasca operasi atau Abandonment and Site Restoration (ASR). Kedua, pengecualian PPN LNG melalui penerbitan PP 48/2020 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dikecualikan dari Kewajiban PPN.

Ketiga, pembebasan biaya pemanfaatan barang milik negara yang akan digunakan untuk kegiatan hulu migas. Keempat, penundaan atau pengurangan hingga 100% pajak-pajak tidak langsung. Kelima, penerapan volume gas yang dapat dijual dengan harga market untuk semua skema di atas take or pay dan Daily Contract Quantity (DCQ).

Terakhir, penerapan insentif investasi, di antaranya depresiasi dipercepat, perubahan split dan DMO full price.

Dwi berharap, pemberian paket stimulus tersebut dapat merevitalisasi investasi pada kegiatan eksplorasi dan produksi migas serta meningkatkan cadangan dan produksi minyak bumi nasional.

Masih Menarik
SKK Migas sejak tahun lalu telah mengusulkan sembilan paket stimulus yang diformulasikan untuk meningkatkan iklim investasi hulu migas Indonesia. Dengan demikian, masih ada tiga insentif yang saat ini sedang dalam pembahasan.

Ketiganya meliputi Tax holiday untuk pajak penghasilan di semua wilayah kerja migas dan penyesuaian biaya pemanfaatan Kilang LNG Badak sebesar US$0,22 per MMBTU. Serta dukungan kementerian yang membina industri pendukung hulu migas seperti industri baja, rig, jasa dan service, terhadap pembahasan pajak bagi usaha penunjang kegiatan hulu migas.

Paket insentif dan fasilitas perpajakan sebagai implementasi PP no 27 tahun 2017 pertama kali diberikan kepada operator Blok Mahakam, PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM).

Dwi menegaskan, dengan persetujuan enam insentif hulu migas, PHM akan mengeksekusi proyek-proyek pengembangan yang tertunda, memaksimalkan pemulihan sumber daya, dan menjamin kelangsungan bisnis dan operasi Blok Mahakam hingga akhir kontrak pada 2037.

Secara rinci, paket Insentif dan fasilitas perpajakan untuk WK Mahakam diberikan sesuai ketentuan dalam PP 27/2017 dan berupa relaksasi First Trance Petroleum (FTP), kredit investasi, percepatan depresiasi, fasilitas pembebasan PPN dan pengurangan PBB untuk bawah permukaan dan biaya pemanfaatan BMN. Ketentuan fiskal baru telah dituangkan dalam amandemen PSC Mahakam yang berlaku efektif 1 Januari 2021.

“Selanjutnya SKK Migas bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan melanjutkan pembahasan rumusan opsi-opsi kebijakan fiskal yang lebih kompetitif dan menarik untuk meningkatkan iklim investasi hulu migas sebagai upaya mendukung capaian target penigkatan produksi 1 juta bopd dan 12 bscfd pada tahun 2030,” jelas Dwi.

Ia memaparkan, menurut Woodmac, HIS, dan Rystad, Indonesia masih dianggap sebagai tujuan yang menarik untuk investasi. Daya tarik tersebut terletak pada prospek sumber daya migas yang masih potensial. Sedangkan pada sistem fiskal dan risiko investasi minyak dan gas, masih terdapat beberapa ruang untuk perbaikan.

“Kami berharap momentum hari ini merupakan saat yang tepat dalam pemberian insentif lainnya yang mengarah kepada peningkatan iklim investasi Indonesia yang semakin menarik bagi investor, termasuk menjadi momentum bagi International Oil Company (IOC) untuk kembali menempatkan Indonesia sebagai tujuan portofolio investasinya,” lanjut Dwi.

Dwi mengklaim Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan di bidang ekonomi yang diprediksi akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2030. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, Indonesia membutuhkan lebih banyak energi dalam menjaga ketahanan energi nasional.

Menurut Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak Indonesia akan meningkat lebih dari 130% dari kondisi saat ini sebesar 1,6 juta barel minyak per hari (BOPD) menjadi 3,9 juta BOPD pada 2050. Sedangkan konsumsi gas diprediksi meningkat lebih dari 290% dari sekitar 6 miliar standar kaki kubik gas menjadi sekitar 26 miliar standar kaki kubik gas pada 2050.

“Transisi energi ke depan akan meningkatkan peran dari energi terbarukan, namun demikian minyak dan gas bumi masih tetap memainkan peran penting pada masa depan,” pungkasnya. 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar