13 November 2024
19:00 WIB
Pemerintah Pastikan Bangun Tanggul Pantai Utara Jawa Secara Bertahap
Tanggul Pantai atau Giant Sea Wall dilakukan secara bertahap karena besarnya biaya yang dibutuhkan. Tiap pembangunan Tanggul Pantai sepanjang 1 km membutuhkan biaya sekitar Rp1 triliun
Penurunan tanah mengakibatkan banjir rob di kawasan pesisir Jakarta. Untuk mengatasinya, pemerintah membangun tanggul pengamanan pantai sepanjang 120 km. dok. Kementerian PUPR
JAKARTA - Direktur Sungai dan Pantai, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA), Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Dwi Purwantoro menyampaikan, pembangunan Tanggul Pantai atau Giant Sea Wall di Pantai Utara Pulau Jawa akan dilakukan secara bertahap. Tahapan itu dilakukan, seiring dengan kebutuhan biaya yang besar.
"Tanggul Pantai atau Giant Sea Wall itu memang kita akan melakukan tahap A dulu, baru tahap B, baru tahap C," ujar Dwi dalam Seminar Nasional bertajuk "Resiliensi Pantai Utara Jawa Terhadap Dampak Perubahan Iklim" di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas), Jakarta, Rabu (13/11).
Ia menjelaskan, pembangunan Tanggul Pantai tahap A dan B akan dilakukan mulai dari Pantai Utara Provinsi Banten sampai Pantai Ancol, Jakarta Utara. Lalu, pembangunan Tanggul Pantai tahap C akan dilakukan mulai dari Pantai Ancol, Jakarta Utara sampai dengan Pantai Utara Kabupaten Bekasi.
Kemudian, nantinya akan ada tahap- tahap berikutnya hingga pembangunan Tanggul Pantai selesai sampai Pantai Utara Kota Surabaya, Jawa Timur. "Jadi yang A ini dari Banten sampai dengan Ancol, nanti rencana juga tahap B ini dari Banten sampai Ancol. Yang tahap C ini dari Ancol sampai dengan Bekasi," ujar Dwi.
Rp600 Triliun - Rp800 Triliun
Terkait anggaran, Dwi mengungkapkan, setiap pembangunan Tanggul Pantai sepanjang 1 kilo meter (km) membutuhkan biaya sekitar Rp1 triliun. Sehingga, untuk pembangunan Tanggul Pantai mulai dari Provinsi Banten sampai Kota Surabaya, Jawa Timur, diestimasikan akan membutuhkan biaya mencapai Rp600 triliun.
Biaya pembangunan Tanggul Pantai itu juga belum mencakup penyediaan air bersih, sanitasi dan lainnya. Jika diestimasikan total bisa mencapai Rp800 triliun.
"Memang biayanya sangat mahal. Satu kilo meternya (km) sekitar Rp1 triliun. Jadi. kalau dari Banten sampai Surabaya sekitar Rp600 triliun, itu baru bangunannya. Belum penyediaan air bersih, sanitasi dan lainnya. Jadi, kurang lebih sekitar Rp800-an triliun kalau nggak salah," ujar Dwi.
Sebelumnya, Menteri PU Dody Hanggodo menyebut Kementerian PU sedang melakukan studi kelayakan terkait desain dan kajian mengenai pembiayaan proyek Tanggul Laut atau Giant Sea Wall di DKI Jakarta.
“Saat ini, sedang dilakukan feasibility study (studi kelayakan) mengenai desain dan kajian mengenai pembiayaan proyek Giant Sea Wall di DKI Jakarta,” ujar Dody.
Ia menjelaskan, pembangunan Infrastruktur Pengaman Pantai Utara Jakarta Tahap A DKI Jakarta terdiri dari pembangunan tanggul pantai dan muara sungai sepanjang 46 km. Pada tahun 2019, Kementerian PU telah menyelesaikan pembangunan tanggul sepanjang 12,66 km, yang dilanjutkan oleh Kementerian PU dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2020 sepanjang 33,54 km.
Tanggul pantai yang telah dibangun diantaranya Tanggul Kamal Muara – Dadap termasuk Akses Nelayan dan Rumah Pompa serta Kolam Retensi, Tanggul Kalibaru, Kolam Retensi Kalibaru, Kolam Retensi Cilincing dan Tanggul Cakung Drain.
Perubahan Iklim
Sementara itu, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Ervan Maksum, menekankan urgensi membangun ketangguhan di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa terhadap perubahan iklim. Pada tahun 2023, Pantura Jawa menyumbang sekitar 34,7% atau US$477,24 miliar dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Dengan laju urbanisasi yang terus meningkat dan rencana pengembangan Kawasan Industri (KI) serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), diperkirakan aktivitas ekonomi di Pantura Jawa semakin bertumbuh.
"Hal ini menunjukkan betapa vitalnya wilayah Pantura sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, sekaligus betapa pentingnya membangun ketangguhan terhadap dampak perubahan iklim,” tuturnya.
Pantura Jawa dinyatakan terus mengalami atau menghadapi tantangan serius. Mulai dari penurunan permukaan air tanah atau land subsidence, abrasi pantai, hingga bencana rob yang semakin parah.
Ia menjelaskan, pihkanya sempat mengunjungi daerah Pekalongan di Jawa Tengah yang telah mengalami penurunan permukaan air tanah. Bencana tersebut bahkan membuat rumah pompa yang dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada tahun 2019 tenggelam pada 2022.
Dia menyatakan land subsidence di Pekalongan bisa mencapai 12-30 cm per tahun dan sudah menggenangi 600 hektare (ha) lahan. Selain mengakibatkan banjir rob, penurunan permukaan air tanah juga mengubah budaya masyarakat setempat.
Ervan bercerita, ketika masih kecil, biasanya saat Hari Idul Adha penyembelihan kerbau dilakukan di pesisir pantai. “Sekarang (pesisir) pantainya sudah hilang, karena sudah terjadi land subsidence dan airnya sudah masuk. Masyarakat di sana cuma hanya dihibur dengan suara pompa saja sudah cukup tenang, tapi tidak menyelesaikan masalah, karena memang sudah land subsidence,” ucapnya.
Penyebab terjadinya bencana tersebut dinilai berasal dari pengambilan air tanah secara berlebihan, lalu sungai turut tercemar akibat limbah dari industri batik. Padahal, ketika mengambil air tanah, berpotensi menaikkan permukaan air laut 3 mm.
RPJMN 2020-2024
Major Project Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024 disebut telah mencakup berbagai langkah mitigasi. Seperti pemasangan alat pemantau penurunan tanah, pembangunan tanggul laut, SPALDT, (Sistem Penanganan Limbah Terpadu), serta pembangunan infrastruktur penunjang; termasuk jalan tol Semarang-Demak.
Dia menyatakan, upaya penanganan bencana daya rusak air dan penataan kawasan di Pesisir Pantura Jawa telah dilaksanakan, antara lain melalui program pembangunan tanggul laut di Semarang-Demak yang terintegrasi dan Flood Management in North Java Project yang dilaksanakan bersama Asian Development Bank.
Berbagai proyek kolaborasi dengan pihak internasional turut dilakukan, seperti studi penanganan risiko bencana pesisir di Pulau Jawa yang direncanakan bersama Japan International Cooperation Agency (JICA), serta proyek ketahanan banjir perkotaan di Jabodetabek.
“Di Jabodetabek (tepatnya di kawasan pesisir Jakarta), memang kita sudah melakukan dengan Coastal Development (National Capital Integrated Coastal Development) yang cukup efektif. Kita juga sudah membangun Bendungan Karian (di Banten),” ungkap Ervin.