c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

23 November 2024

11:31 WIB

Pegiat EBT Sambut Baik Komitmen Prabowo Untuk Hentikan Operasional PLTU Tahun 2040

Kepala Negara harus mengejawantahkan visi untuk memensiunkan PLTU ke dalam regulasi berupa peningkatan pungutan produksi batu bara, penghentian ekspansi PLTU, dan lain sebagainya.

Penulis: Yoseph Krishna

<p>Pegiat EBT Sambut Baik Komitmen Prabowo Untuk Hentikan Operasional PLTU Tahun 2040</p>
<p>Pegiat EBT Sambut Baik Komitmen Prabowo Untuk Hentikan Operasional PLTU Tahun 2040</p>

Dua petugas satpam berada di dekat instalasi PLTU Cirebon yang menghasikan 1 x 660 Mega Watt, di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (18/10/2012). Antara Foto/Yudhi Mahatma

JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 menegaskan Indonesia bakal menghentikan operasional PLTU batu bara pada tahun 2040 mendatang.

Pernyataan itu mendapat sambutan positif dari pegiat energi baru dan terbarukan (EBT). Direktur Eksekutif Transisi Bersih Abudrrahman Arum, misalnya, menilai rencana penghentian operasional PLTU batu bara merupakan langkah maju untuk mencapai target NZE tahun 2060.

Karena itu, Abdurrahman menegaskan semua pihak harus menyalurkan dukungan terhadap rencana progresif tersebut supaya tidak memberatkaan langkah pemerintah di kemudian hari.

Di lain sisi, dia mengingatkan pemerintah sudah harus menghentikan semua proyek PLTU baru di Indonesia, termasuk pada sektor industri, terutama untuk kepentingan hilirisasi.

"Karena jika masih ada PLTU baru yang dibangun dan kemudian ditutup setelah beberapa tahun operasi, biayanya akan sangat mahal. Terutama jika biaya penutupan kemudian dibebankan kepada publik melalui APBN," ucap Abdurrahman dalam siaran pers yang diterima, Sabtu (23/11).

Sementara itu, Direktur Eksekutif SUSTAIN Tata Mustasya mengatakan Kepala Negara harus menjadikan visi itu sebagai kebijakan dalam 100 hari pertama pemerintahan.

Menurut Tata, beberapa kebijakan prioritas yang harus dituangkan dalam regulasi, ialah peningkatan pungutan produksi batu bara, hingga penghentian ekspansi PLTU batu bara baru.

"Termasuk rencana penerapan pajak karbon secara selektif untuk PLTU batu bara pada tahun pertama pemerintahan dan rencana insentif untuk energi terbarukan," kata dia.

RI 1 disebut Tata tak boleh mengulang pengalaman transisi energi yang 'mandek' dalam 10 tahun pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo.

"Ini saat yang kritis tapi peluang yang tepat karena secara global kapasitas energi terbarukan tahun 2028 bakal naik 2,5 kali lipat menjadi 7.800 GW dibandingkan tahun 2022. Ini bisa lebih besar lagi jika ada kebijakan yang pro-transisi energi dari negara seperti Indonesia," jabar Tata Mustasya.

Ambisi Memasifkan Pembangkit EBT
Selain menghentikan operasional PLTU batu bara tahun 2040, Presiden Prabowo juga membidik pembangunan lebih dari 75 GW pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dalam 15 tahun mendatang.

Menanggapi hal itu, Analis Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Mutya Yustika menyebut butuh dana sebesar US$225 miliar dalam rangka mencapai ambisi itu.

Menimbang kondisi keuangan negara, Indonesia tak bisa memenuhi kebutuhan pendanaan itu sendirian. Artinya, perlu ada peran swasta untuk memasifkan pembangkit listrik bersih di tanah air.

"Untuk meningkatkan minat swasta dalam pengembangan energi terbarukan, pemerintah perlu memberikan kepastian dalam aspek regulasi dan kebijakan, kejelasan dan transparansi proses pengadaan energi terbarukan, serta dukungan baik berupa fiskal maupun non-fiskal," tandas Mutya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar