c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 Oktober 2023

15:33 WIB

Pecah Telur, Suku Bunga BI Oktober Naik Jadi 6%

Suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 2,5% menjadi 6%.

Penulis: Khairul Kahfi

Pecah Telur, Suku Bunga BI Oktober Naik Jadi 6%
Pecah Telur, Suku Bunga BI Oktober Naik Jadi 6%
Konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Selasa (25/7/2023). Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso

JAKARTA – Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 2,5% menjadi 6%. Dengan demikian, otoritas moneter melakukan kenaikan suku bunga untuk pertama kalinya di 2023.

Gubernur BI Perry Warjiyo menekankan, pertimbangan menaikkan suku bunga pada Oktober 2023 telah dilakukan secara jeli, dengan mempertimbangkan prospek dan berbagai risiko yang akan terjadi ke depan. 

“Dengan pembahasan secara resmi dan jeli… Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18 dan 19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%,” ungkapnya dalam Konferensi Pers RDG-BI Edisi Oktober 2023, Jakarta, Kamis (19/10).

Pada kesempatan yang sama, BI juga menaikkan suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps. Dengan keputusan ini suku bunga Deposit Facility menjadi 5,25%, sementara suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%. 

Baca Juga: BI: Penerapan Suku Bunga Saja Tak Relevan

Perry menjelaskan, kenaikan suku bunga ini dilakukan dalam upaya memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global. Sekaligus sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation).

“Sehingga inflasi (Indonesia) tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024,” terangnya. 

Sementara itu, kebijakan makroprudensial longgar diperkuat dengan efektivitas implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan menurunkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran juga terus ditingkatkan untuk memperluas inklusi ekonomi dan keuangan digital, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah,” ungkapnya. 

Jaga Stabilitas Perekonomian Nasional
Pada kesempatan tersebut, Perry juga menjelaskan, akan terus menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran.

Pertama, stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Kedua, penguatan strategi operasi moneter untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market.

Ketiga, penerbitan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) sebagai instrumen moneter yang pro-market untuk pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset surat berharga dalam valuta asing yang dimiliki BI sebagai underlying.

“Keempat, penguatan implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” terangnya.

Baca Juga: Ekonom Perkirakan BI Pertahankan Suku Bunga Hingga Akhir 2023

Kelima, pelonggaran likuiditas dengan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 100 bps dari 6% menjadi 5% untuk Bank Umum Konvensional (BUK), dengan fleksibilitas repo sebesar 5%; dan rasio PLM syariah sebesar 100 bps dari 4,5% menjadi 3,5% untuk Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah (BUS/UUS), dengan fleksibilitas repo sebesar 3,5%. Penurunan ini juga ditujukan untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan dalam penyaluran kredit/pembiayaan dan mendorong pendalaman pasar keuangan, berlaku mulai 1 Desember 2023.

Keenam, Pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi.

“Ketujuh, percepatan digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD) guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” paparnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar