03 Juli 2023
20:30 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
JAKARTA - Livingstone International, usaha agregator dan pergudangan asal Indonesia menyatakan produk-produk Indonesia cukup diminati di Australia. Namun demikian, CEO Livingstone International Ivan Paulus mengatakan saat ini nilai serap masih dinilai rendah, dari 65 ribu jenis produk dengan nilai impor US$220 juta.
"Indonesia masih di bawah 12% sehingga dibutuhkan percepatan produksi dari pabrik-pabrik serta UMKM Indonesia untuk memasok kebutuhan atas produk Indonesia yang semakin besar di Australia," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (3/7).
Saat ini Livingstone telah memiliki 6 gudang di Australia, mengelola lebih dari 60 ribu jenis produk ke 91 negara dengan nilai impor US$220 juta atau setara Rp3,3 triliun per tahun.
Oleh karena itu, dibutuhkan percepatan produksi dari pabrik-pabrik serta UMKM Indonesia untuk memasok kebutuhan atas produk Indonesia yang semakin besar di Australia.
Ivan bersama kawan-kawan pebisnis diaspora di Australia berkomitmen untuk mempromosikan produk-produk Indonesia di Australia, menggantikan pangsa pasar produk dari China dengan produk-produk Indonesia.
“Kami berkomitmen mengalihkan sebanyak mungkin produk impor dari China menjadi produk dari Indonesia,” katanya.
Sebagaimana diketahui, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan critical engine bagi perekonomian nasional baik Indonesia maupun Australia. Berdasarkan data Kemenkop UKM, pada tahun 2021 kontribusi terhadap PDB mencapai 60,51% atau sekitar Rp. 9,580 triliun, penyerapan tenaga kerja mencapai 97% atau sebanyak 120,59 juta orang.
Saat ini partisipasi UMKM Indonesia dalam Global Value Chain (GVC) baru mencapai 4,1% dari jumlah unit usaha. Partisipasi GVC Indonesia masih tertinggal dengan sejumlah negara tetangga seperti Malaysia 46,2%, Thailand 29,6%, Vietnam 20,1% dan Filipina 21,4%.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, untuk menjadi jagoan dalam mengelola bisnis di luar negeri mereka atau para pebisnis bisa menghadapi banyak tantangan berupa regulasi dan kepatuhan yang ketat.
“Tidak mudah menjadi Jagoan di negeri orang,” katanya.
Airlangga pun juga membagikan informasi dukungan insentif dan peluang dari Pemerintah Indonesia untuk membantu bisnis UMKM.
Misalnya, pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi produsen UMKM lokal yang produknya akan diimpor oleh pebisnis diaspora di Australia. KUR akan membuat modal pembiayaan menjadi lebih murah karena subsidi bunga kredit menjadi 6%.
Selain itu, Airlangga mengenalkan model pembayaran langsung dengan kurs lokal atau local currency transaction (LCT). Model pembayaran inovatif ini disebut akan memberi manfaat berupa pengurangan beban nilai tukar yang ditanggung pembeli produk UMKM.
Menurutnya, dengan model pembayaran ini, produk UMKM bisa menjadi lebih murah. Model LCT ini sedang diperkenalkan dan diujicobakan dalam kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun ini.
"Jelas, kombinasi antara ketangguhan dan kreativitas pebisnis diaspora dengan dukungan kebijakan pemerintah yang suportif akan kian membuka peluang pebisnis diaspora meraih sukses dan menjadi jagoan di negeri orang," jelasnya.