19 Februari 2022
09:46 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terus memperluas akses pembiayaan atau permodalan bagi pelaku UMKM di sektor parekraf. Salah satu alternatif pembiayaan bagi UMKM parekraf ialah bersumber dari pasar modal.
Dengan memanfaatkan sumber pembiayaan pasar modal, para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif dapat mengembangkan usaha mereka secara lebih berkelanjutan dan menunjang kebangkitan ekonomi lewat terbukanya lapangan pekerjaan.
Untuk itu, Kemenparekraf/Baparekraf menggelar diskusi bertajul 'Bincang Pasar Modal: Langkah Awal Mengenal Pasar Modal' secara hybrid. Kegiatan ini menjadi bentuk sinergi antara Kemenparekraf/Baparekraf bersama Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Tujuannya untuk mengenalkan pasar modal sehingga dapat mendorong pelaku usaha untuk mengakses pembiayaan melalui initial public offering (IPO) agar bisnis mereka bisa scaling up dan tercatat di BEI," sebut Direktur Akses Pembiayaan Kemenparekraf/Baparekraf Hanifah Makarim melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (18/2).
Hanifah optimis pasar modal dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif bagi pelaku parekraf. Dorongan untuk mencari alternatif pembiayaan itu tak lepas dari pandemi covid-19 yang tak hanya memberikan dampak sosial. Tetapi, juga pukulan terhadap perekonomian, utamanya sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.
Diskusi Bincang Pasar Modal itu sendiri diadakan di Kota Tangerang dan menjadi gelaran kedua setelah sebelumnya dilangsungkan di Bogor, Jawa Barat. Dengan diskusi itu, Hanifah berharap semakin banyak pelaku usaha yang bisnisnya bisa masuk ke bursa.
"Pasar modal pada dasarnya merupakan sarana bertemunya perusahaan maupun institusi lain, seperti pemerintah, yang membutuhkan dana dari masyarakat yang ingin berinvestasi," tambah dia.
Untuk diketahui, terdapat dua metode bagi institusi ataupun UMKM untuk mendapat pendanaan di pasar modal. Metode tersebut ialah dengan menerbitkan saham atau membagi kepemilikan saham, serta menerbitkan surat utang (obligasi).
Dalam hal ini, masyarakat akan berperan sebagai pemodal atau investor yang mendanai perusahaan atau institusi. Masyarakat membeli instrumen itu di pasar modal, baik secara langsung, ataupun dalam bentuk reksadana.
Setelah itu, dana yang terkumpul dari masyarakat di pasar modal dapat dioptimalkan untuk berbagai keperluan, mulai dari ekspansi bisnis, penambahan modal kerja, pelunasan utang, dan berbagai optimalisasi lain dalam operasional bisnis pelaku parekraf.
"Secara sederhana, dalam pasar modal itu terdapat dua pihak yang dipertemukan. Pihak pertama dalam pasar modal adalah investor atau pihak yang menanamkan modal. Kemudian, pihak kedua dalam pasar modal adalah emiten yakni badan usaha yang membutuhkan modal," kata Hanifah.
Dapat Pendampingan
Sementara itu, Head of IDX Incubator Aditya Nugraha menjabarkan sebelum satu UMKM dapat melantai di pasar bursa, ada sejumlah persiapan dan persyaratan yang terencana, antara lain business plan dan laporan keuangan yang mumpuni.
Meski begitu, Aditya memastikan persyaratan itu bukan perkara sulit. Pasalnya, ada lembaga inkubator ataupun konsultan yang siap memberikan pendampingan dan penjelasan secara merinci tentang apa-apa saja yang dibutuhkan dalam melakukan perencanaan hingga laporan keuangan.
"Nantinya juga akan ada account officer yang akan membimbing pelaku UMKM untuk tetap comply terhadap segala peraturan yang ada ketika sudah resmi IPO," jabarnya.
Selain itu, IDX Incubator juga memiliki kurikulum yang kemudian bisa dimanfaatkan pelaku UMKM untuk mempelajari hal-hal penting sebelum melantai di pasar bursa. Oleh karenanya, ia berpesan agar UMKM jangan merasa takut untuk go public.
"Jangan takut go public, jangan menunggu besar untuk go public, tapi besar dengan go public," imbuh dia.
Jika sudah berhasil masuk ke pasar modal, pengamat UKM Saur Pandjaitan meyakini UMKM akan mendapatkan banyak keuntungan. Selain sebagai sarana alternatif permodalan, mereka juga bisa mengurangi ketergantungan pada bank, mempermudah ekspansi usaha, dan meningkatkan produktivitas.
Saat ini sendiri, Bursa Efek Indonesia telah memiliki tiga jenis papan pencatatan untuk mencatat saham dari emiten, yakni papan utama, papan pengembangan, dan papan akselerasi. Dalam hal ini, Saur menyarankan agar UMKM bisa memanfaatkan papan akselerasi untuk mencatatkan saham dari emiten dengan aset skala kecil kurang dari Rp50 miliar atau skala menengah antara Rp50 miliar dan kurang dari Rp250 miliar.
"Jadi, papan akselerasi inilah kesempatan bagi para pengusaha kecil dan menengah termasuk juga startup untuk mendapatkan akses permodalan dari investor di pasar modal. Namun bapak ibu sekalian tentunya harus memahami lanskap atau ekosistem dari sumber-sumber permodalan ini," tandas Saur.