c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

EKONOMI

12 Mei 2021

16:00 WIB

Parlemen Minta Pemerintah Kaji Mendalam Wacana Kenaikan Tarif PPN

Jangan sampai kenaikan PPN justru membebani masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah

Penulis: Rheza Alfian

Editor: Nadya Kurnia

Parlemen Minta Pemerintah Kaji Mendalam Wacana Kenaikan Tarif PPN
Parlemen Minta Pemerintah Kaji Mendalam Wacana Kenaikan Tarif PPN
Wajib pajak berkonsultasi dengan petugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta. ANTARAFOTO/Sigid Kurniawan

JAKARTA – Parlemen meminta pemerintah mengkaji secara mendalam wacana kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN.

Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar bilang, jangan sampai kenaikan PPN justru membebani masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.

"Karena itu, menurut saya harus dikaji betul. Jangan sampai kebijakan yang diambil pemerintah justru bakal berdampak pada meningkatnya beban hidup masyarakat," tuturnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu (11/5).

Politisi yang akrab disapa Gus Ami mengatakan, saat ini beban hidup masyarakat bawah pada umumnya sudah sangat berat akibat dampak dari pandemi covid-19. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi dimana-mana dalam setahun terakhir dan tidak sedikit usaha rakyat yang gulung tikar.

Bahkan, di beberapa perusahaan juga menerapkan pemangkasan gaji karyawannya. Akibat lesunya daya beli masyarakat, bisnis pun mengalami kontraksi.

"Lihat di mal-mal sepi, baru mendekati lebaran ini saja agak ramai. Kalau pemerintah menaikan tarif PPN, ini pasti akan berdampak langsung pada kondisi perekonomian masyarakat," urainya.

Sementara itu, legislator senior dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS Anis Byarwati mempertanyakan wacana kebijakan tersebut.

"Terus terang saya bingung melihat kebijakan pemerintah ini, ketika ekonomi sedang berjuang tertatih tatih untuk bangkit dan pulih, kok malah dihantam dengan rencana menaikkan PPN," ujarnya.

Menurut Anis, menaikkan tarif PPN dalam kondisi daya beli masyarakat yang tertekan akibat pandemi dan krisis ekonomi bukanlah merupakan kebijakan yang tepat. 

Anis mempertanyakan bukti keberpihakan pemerintah terhadap rakyat. Sebab menurut Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini, kenaikan PPN dampak kontraksinya bisa ke segala lapisan masyarakat, khususnya masyarakat menengah bawah.

Dampak yang utama adalah menghantam daya beli masyarakat dan membahayakan industri retail. "Pemerintah jangan mencari jalan pintas untuk memenuhi target pajak. Jangan sampai Pemerintah kembali "mencederai rasa keadilan," ujar Anis.

Berbanding Terbalik
Kemudian Anis mengingatkan, bahwa pemerintah baru saja menurunkan tarif PPh Badan, obral insentif pajak dan bahkan pembebasan PPnBM yang hanya menyasar kalangan tertentu yang notabene golongan menengah ke atas.

Akan tetapi, di saat yang sama pemerintah malah berencana menaikkan tarif PPN yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari karena menyangkut konsumsi barang dan jasa masyarakat secara keseluruhan.

"Jangan sampai kenaikan PPN ini menjadi beban baru bagi konsumen dan dunia usaha secara luas. Saran saya, daripada menaikan tarif PPN yang sudah pasti akan semakin menyengsarakan masyarakat bawah, sebaiknya pemerintah menarik pajak dari harta atau warisan orang-orang kaya (wealth tax) di Indonesia," usul Anis.

Selanjutnya, ia berpendapat agar pemerintah menarik pajak atas kekayaan jenis tertentu atau warisan dengan nilai minimal tertentu. Jangan menambah beban masyarakat yang sedang susah dengan kenaikan PPN.

Menurutnya, PPN termasuk jenis pajak yang paling dekat dengan masyarakat. "Beli minum, beli baju, belanja di supermarket atau restoran, semua ada PPN-nya dan itu semua dibebankan oleh penjual kepada konsumen akhir," ujarnya.

Anis menyampaikan, bahkan lebih bagus lagi kalau pemerintah menurunkan PPN dr 10% ke 5%. Dengan begitu, daya beli masyarakat disebut akan meningkat.

Sebelumnya, Peneliti Center of Industry Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menjelaskan jika skenario kenaikan PPN menjadi 12,5%, akan memberikan dampak negatif terhadap makro ekonomi.

"Di antaranya upah nominal akan turun,” katanya dalam webinar PPN 15%, Perlukah di Masa Pandemi?, Jakarta, Selasa (11/5).

Ahmad menjelaskan Upah nominal akan turun sebesar -5,86% karena penyerapan tenaga kerja yang dikurangi. Sehingga, pendapatan dan konsumsi masyarakat akan turun dan menyebabkan deflasi.

Indeks Harga Konsumen atau IHK diproyeksi akan mengalami deflasi -0,84%, ekspor -0,14%, dan impor -7,02%.

Dampaknya kemudian ialah konsumsi masyarakat akan turun -3,32% dan pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB akan turun -0,11%. 'Jadi ini hitung-hitungan dari sisi makronya," ujar Ahmad.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar