10 November 2025
16:27 WIB
Panen Padi Diproyeksi Melimpah, Pengamat: Kabar Baik Sekaligus Kabar Buruk
Pengamat pangan mengingatkan upaya yang perlu segera Bulog ambil, di tengah tingginya cadangan beras dan potensi harga gabah petani anjlok karena panen yang melimpah.
Penulis: Erlinda Puspita
Pekerja memeriksa stok beras Bulog di Gudang Perum Bulog Campang Raya, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (29/4/2025). AntaraFoto/Ardiansyah
JAKARTA – Potensi panen padi yang melimpah di tengah stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah besar dinilai bakal menimbulkan situasi pelik bagi Perum Bulog.
Hal ini diungkapkan Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, Khudori. Ia menjelaskan, saat ini stok beras di Bulog sudah sangat tinggi, karena peningkatan produksi tahun ini.
Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan konsumsi beras tahun ini diperkirakan 30,9 juta ton, sementara perkiraan produksi sekitar 34,77 juta ton atau naik 13,54% dari tahun lalu. Dari jumlah ini, surplus beras Indonesia di tahun ini bisa mencapai 3,87 juta ton. Surplus ini menurut catatan Khudori sebagai yang tertinggi sejak 2019.
“Ini surplus tahunan tertinggi sejak 2019. Hanya kalah dari 2018 (sebanyak) 4,37 juta ton beras. Bukan hanya surplus, keinginan pemerintah di akhir tahun lalu bahwa tidak menugaskan Bulog impor beras juga kesampaian,” kata Khudori dalam keterangan yang diterima Validnews, Senin (10/11).
Baca Juga: Produksi Beras 34,77 Juta Ton! Amran: Swasembada RI di Depan Mata
Sementara itu, stok beras di gudang Bulog tercatat pada akhir Mei 2025 ada sekitar 4 juta ton, berasal dari produksi dalam negeri dan 1,8 juta ton di antaranya merupakan akumulasi sisa stok beras di tahun 2024. Kemudian per 4 November 2025, stok beras di gudang Bulog mencapai 3,916 juta ton yang terdiri dari 3,752 juta ton merupakan CBP dan 0,164 juta ton beras komersial.
Di lihat dari potensi produksi ke depan, Khudori menyampaikan panen pada periode Januari-Februari akan membaik didukung tanda awal La Nina melemah.
Secara umum, lanjutnya, periode Januari-Februari produksi beras tidak memenuhi kebutuhan konsumsi karena adanya di masa paceklik. Namun, dengan cuaca sepanjang tahun ini relatif baik maka produksi beras di Januari-Februari 2026 berpotensi meningkat.
“Bahkan perpeluang lebih baik (produksi Januari-Februari 2026) dari tahun-tahun sebelumnya. Amat mungkin di Februari 2026 sudah panen besar…Produksi yang baik kemungkinan berlanjut ke bulan-bulan berikutnya. Ini merupakan kabar baik sekaligus berita buruk,” ujar Khudori.
Langkah Bulog
Bagai pisau bermata dua, Khudori menjelaskan sisi baik pasokan beras yang berlimpah tersebut tentu memberikan keamanan pasokan di dalam negeri tanpa ada tambahan impor. Namun, ada sisi lain yang perlu pemerintah waspadai yakni jika produksi beras berlimpah dan Bulog harus masuk ke pasar menyerap hasil produksi petani untuk mencegah harga jatuh.
Jika harga gabah di petani sampai jatuh, hal ini berpotensi membuat petani berpikir ulang untuk tanam padi di musim berikutnya. Apabila ini terjadi dan banyak petani enggan menanam padi, tentu saja produksi beras di musim berikutnya akan turun.
“Kalau Bulog menyerap gabah atau beras dalam jumlah besar di awal tahun depan, pertanyannya, akan disalurkan ke mana beras hasil serapan baru itu? Bukankah stok beras yang ada masih jumbo? Beras-beras yang makin bertambah umur ini belum jelas kapan dikeluarkan dari gudang,” tutur Khudori.
Baca Juga: Tertinggi 5 Tahun, Amran Lapor Prabowo Produksi Beras Naik 4,1 Juta Ton!
Lebih lanjut, Khudori yang juga menjabat sebagai pengurus pusat PERHEPI menegaskan ke depannya jika Bulog harus menyerap gabah atau beras dalam jumlah besar maka yang pertama adalah Bulog kembali menyewa gudang. Kedua, seperti argo taksi, biaya pengelolaan akan terus meningkat. Dan ketiga adalah peluang beras turun mutu dan rusak semakin besar.
“Dengan perkiraan stok awal tahun 3,292 juta ton beras, boleh jadi ini stok awal tahun terbesar sepanjang sejarah. Jika benar, rekor terpecahkan lagi. Akan tetapi stok awal tahun yang besar membuat gerak langkah Bulog tidak lincah. Menyerap gabah atau beras dalam jumlah besar salah, tidak menyerap juga salah,” lanjut dia.
Oleh karena itu, Khudori memberikan usulan agar Bulog tak salah langkah maka perlu segera mengambil jalan keluar. Misalnya, mengeksekusi outlet yang disediakan oleh Inpres No. 6/2025 tentang pengadaan dan Pengelolaan Gabah/Beras Dalam Negeri Serta Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah. Dalam Inpres ini, outlet beras Bulog terbentang, mulai SPHP, bantuan pangan (termasuk bantuan pangan luar negeri), tanggap darurat bencana, untuk TNI/ASN/Polri, dan program Makan Bergizi Gratis (MBG), dan CBP pemerintah daerah.
Bahkan kata Khudori, untuk bantuan sosial. Lalu juga bisa dibuka opsi ekspor atau stok dipinjamkan ke negara lain yang tengah membutuhkan.
“Waktu yang tersisa menuju akhir tahun 2025 semakin pendek. Koridor waktu yang kian sempit ini akan membatasi peluang-peluang yang bisa dipilih sebagai jalan keluar. Apapun keputusannya, semakin cepat semakin baik. Intinya, stok beras jumbo di gudang Bulog harus dikurangi. Tinggal sekitar 1,5 juta ton atau maksimal 2 juta ton. Bulog dan jajaran harus bersiap dengan skenario terburuk sembari berharap hal baik akan terjadi,” tutup Khudori.