c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

03 September 2025

19:33 WIB

Pakar UGM Sebut Perpajakan RI Perlu Transparasi Dan Penyederhanaan Aturan

Sejumlah tantangan dalam perpajakan Indonesia juga datang dari kepatuhan, keberadaan shadow economy, serta rendahnya kesadaran pajak di kalangan pelaku digital.

Penulis: Siti Nur Arifa

<p id="isPasted">Pakar UGM Sebut Perpajakan RI Perlu Transparasi Dan Penyederhanaan Aturan</p>
<p id="isPasted">Pakar UGM Sebut Perpajakan RI Perlu Transparasi Dan Penyederhanaan Aturan</p>

Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Serang Timur, Kota Serang, Banten, Rabu (15/1/2025). AntaraFoto/Muhammad Bagus Khoirunas 

JAKARTA - Pakar sekaligus Dosen Departemen Akuntansi Universitas Gadjah Mada Rijadh Djatu Winardi mengatakan, pemerintah masih menghadapi sejumlah tantangan dan PR besar dalam hal penerimaan berbasis perpajakan, di antaranya masalah kepatuhan dan rendahnya kesadaran.

"Masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu segera diatasi pemerintah. Masalah kepatuhan, keberadaan shadow economy, serta rendahnya kesadaran pajak di kalangan pelaku digital masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar," ujar Rijadh dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (3/9).

Kondisi tersebut, yang menurut Rijadh juga membuat realisasi penerimaan pajak di tahun berjalan masih berada di bawah 50% dari target. Padahal, sisa tahun 2025 tinggal empat bulan lagi.

Baca Juga: Sri Mulyani Janji Tak Ada Kenaikan Dan Tarif Pajak Baru di 2026

"Pemerintah tetap harus memperhatikan kondisi makro karena realisasi penerimaan pajak secara keseluruhan baru mencapai 45% dari target hingga pertengahan Agustus 2025," tambahnya.

Sebagai catatan, hingga 11 Agustus 2025 penerimaan pajak yang berhasil dihimpun pemerintah baru mencapai Rp996 triliun, atau setara 45,51% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp2.189,3 triliun.

Adapun angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 16,72% jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).

Sorot Upaya Pemerintah
Terlepas dari kondisi yang ada, Rijadh menyorot penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital menunjukkan tren yang semakin positif, di mana hingga 31 Juli 2025, DJP mencatat penerimaan sebesar Rp40,02 triliun, dengan kontribusi terbesar berasal dari PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) senilai Rp31,06 triliun atau sekitar 77,6%z

Menurut Rijadh, angka tersebut memperlihatkan peran signifikan ekonomi digital dalam mendukung pendapatan negara, sekaligus membuka ruang diskusi tentang strategi, keadilan, serta tantangan yang masih dihadapi.

"Basis digital akan terus berkembang dan memberi ruang tambahan bagi penerimaan negara, tetapi strategi ke depan perlu diarahkan pada perluasan basis pemungut PPN PMSE sekaligus integrasi pajak digital ke dalam sistem perpajakan nasional yang lebih luas,” imbuhnya.

Lebih lanjut, dirinya juga menyorot upaya pemerintah memperluas basis pajak digital di luar sektor e-commerce, yakni fintech, aset kripto, serta layanan digital lain kini menjadi sumber penerimaan baru yang terus diperkuat melalui regulasi dan pengawasan.

Upaya tersebut dirasa penting, agar ruang fiskal negara tetap terjaga di tengah pertumbuhan pesat ekonomi digital.

Rijadh mencontohkan, lahirnya PMK 37/2025 yang menjadi solusi atas banyak transaksi daring yang sebelumnya luput dari mekanisme pajak tradisional.

Baca Juga: CELIOS Beberkan Alternatif Pajak Tambah Penerimaan Negara Hingga Rp524 Triliun

Dirinya juga menyebut aturan terbaru PMK 50/2025 untuk sektor kripto sebagai bentuk respons pemerintah terhadap masukan pelaku industri agar tarif lebih jelas dan kepastian hukum lebih terjamin.

"Dengan kebijakan ini, pelaku usaha kripto lebih percaya diri untuk beroperasi di dalam negeri karena tarif lebih jelas dan administrasi lebih sederhana,” katanya.

Meski demikian, Rijadh tetap menegaskan bahwa ke depan, pemerintah perlu mengarahkan strategi pada penguatan sistem, perluasan basis pajak, serta peningkatan literasi dan kesadaran publik.

Rijadh menekankan, kerja sama internasional juga perlu diperkuat agar hak pemajakan Indonesia tetap terjaga di tengah kompleksitas aturan global.

Selain itu, edukasi publik juga harus dilakukan dengan cara yang lebih kreatif agar pesan tentang pentingnya pajak dapat diterima oleh berbagai lapisan masyarakat.

"Membangun kesadaran publik melalui edukasi, penyederhanaan aturan, dan transparansi proses sangat penting agar penerimaan pajak digital terus tumbuh secara berkelanjutan,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar