c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 September 2022

09:16 WIB

Ombudsman: 1,4 Juta Kg Produk Hortikultura Tertahan Di Tanjung Priok

Ombudsman menilai, produk hortikultura tertahan di pelabuhan karena ketidakcermatan penerapan kebijakan Kementan dan Kemendag mengenai kewajiban RIPH.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Ombudsman: 1,4 Juta Kg Produk Hortikultura Tertahan Di Tanjung Priok
Ombudsman: 1,4 Juta Kg Produk Hortikultura Tertahan Di Tanjung Priok
Ilustrasi. Sejumlah pekerja mengawasi aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

JAKARTA – Ombudsman RI melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok dan Terminal Peti Kemas Koja Pelabuhan Tanjung Priok. Menyusul masih tertahannya 1,4 juta kilogram produk impor hortikultura di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan sejak pekan lalu.

"Ombudsman melakukan sidak untuk memastikan aduan pelapor. Sejak pekan lalu sampai sekarang, total sudah ada 400 kontainer produk impor hortikultura yang tertahan di tiga pelabuhan," ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika di Jakarta, Senin (19/9).

Sebelumnya, Ombudsman menerima laporan dari enam perusahaan importir yang produknya ditahan oleh Balai Karantina Pertanian setempat. Berdasarkan keterangan pelapor, produk impor tersebut telah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. 

Namun, setelah sampai di Pelabuhan Belawan, Tanjung Perak, dan Tanjung Priok, produk impor tersebut ditahan oleh Badai Karantina Pertanian setempat dikarenakan belum mengantongi dokumen Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian 5/2022 tentang Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.

"Yang menanggung kerugian tentu perusahaan importir. Ini akibat lemahnya pemerintah dalam mengoordinasikan dan mengundangkan regulasi. Apabila pembentukan regulasi melihat sisi pelayanan publik, hal ini sebenarnya tidak perlu terjadi," kata Yeka.

Produk impor hortikultura yang tertahan di antaranya anggur, lemon, kelengkeng, jeruk hingga cabe kering dengan nilai produk ditaksir mencapai Rp30 miliar. Yeka mengatakan, imbas dari ketidakharmonisan regulasi antara dua kementerian ini mengakibatkan kerugian bagi importir untuk biaya penumpukan dan listrik.

"Barang-barang yang tertahan ini semuanya legal. Hanya saja tidak lengkap dokumennya, tidak ada RIPH. Ombudsman menilai kesalahan ini tidak mutlak dari sisi importir," ujarnya.

Sebelumnya, Yeka menjelaskan, merujuk UU Cipta Kerja maka Permendag 25/2022 sudah tidak memerlukan RIPH sebagai syarat keluarnya Surat Persetujuan Impor (SPI). Sedangkan, Permentan 5/2022 mewajibkan syarat RIPH. 

“Ombudsman menilai, hal ini menunjukkan adanya ketidakcermatan dalam pengambilan kebijakan oleh dua kementerian ini. Dampaknya merugikan masyarakat,” tegasnya.

Lakukan Uji Prosedur
Untuk itu, Ombudsman akan melakukan uji prosedur terhadap ketentuan RIPH ini. Baik dari sisi dasar hukum, proses penyusunan hingga bagaimana proses regulasi diundangkan, apakah sudah memenuhi tahapan sosialisasi, dan seterusnya.

Nantinya, Ombudsman akan menguji dan menganalisis kaidah regulasi terkait RIPH berdasarkan 14 komponen dasar pelayanan publik sesuai UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Yeka menambahkan, sebenarnya ada tawaran solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalkan kerugian para importir, yakni dengan memberlakukan pemeriksaan di post border

Jika tidak dilengkapi dengan RIPH, maka barang harus disimpan di gudang pelaku usaha. Pelaku usaha dapat membuat surat pernyataan akan melengkapi dokumen RIPH dan tidak akan mendistribusikannya sampai RIPH terbit. 

Yeka meyakini, hal tersebut dapat menghemat miliaran rupiah biaya yang muncul, akibat tertahan di pelabuhan setempat. Untuk itu, Ombudsman berharap ada solusi cepat dari Menteri Pertanian mengenai dampak dari Permentan 5/2022. 

"Kami sudah melakukan proses klarifikasi dan pemeriksaan mudah-mudahan dalam waktu dekat, kita bisa sampaikan tindakan korektif untuk menyelesaikan laporan masyarakat ini dan juga agar tidak terulang lagi di masa yang akan datang," sebutnya.

Kunjungan sidak diterima oleh Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok Hasrul. Dalam kunjungan tersebut, Hasrul menjelaskan, bahwa informasi terkait dengan diberlakukannya kembali RIPH untuk produk impor hortikultura diterima pada 12 Agustus 2022. 

"Setelah menerima pemberitahuan dari Kementan, kami tunggu sampai tiga hari, setelah tiga hari sejak pemberitahuan tersebut, kami tidak menerima rekomendasi dari Kementan, sehingga barang yang sudah telanjur masuk, tetap kami izinkan keluar (pelabuhan) sampai dengan tanggal 2 September 2022," tandas Hasrul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar