c

Selamat

Sabtu, 20 April 2024

EKONOMI

26 November 2021

19:35 WIB

OJK Ungkap Tiga Kunci Persiapan Normalisasi Kebijakan Efek Pandemi

Wimboh menuturkan, terdapat tiga kunci utama dalam persiapan menuju normalisasi kebijakan atas efek pandemi yang dilakukan oleh otoritas fiskal, moneter dan keuangan

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Dian Kusumo Hapsari

OJK Ungkap Tiga Kunci Persiapan Normalisasi Kebijakan Efek Pandemi
OJK Ungkap Tiga Kunci Persiapan Normalisasi Kebijakan Efek Pandemi
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. ANTARAFOTO/Hendra Nurdiyansyah

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar seminar internasional yang mengangkat tema “Unwinding Covid-19 Support Measures: Global and Regional Perspectives”. Hal itu dalam rangka memperoleh perspektif yang komprehensif secara global, regional, maupun domestik mengenai normalisasi kebijakan pasca covid-19.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, kegiatan seminar tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan Satu Dasawarsa OJK dan bagian persiapan Indonesia di Presidensi G20 pada tahun 2022.

Dalam kesempatan itu, Wimboh menuturkan, terdapat tiga kunci utama dalam persiapan menuju normalisasi kebijakan atas efek pandemi covid-19 yang dilakukan oleh otoritas fiskal, moneter dan keuangan.

“Yakni pertama, komunikasi yang memadai kepada publik untuk memperoleh pemahaman aspek vulnerability. Selanjutnya, menjaga stabilitas sistem keuangan dan ekonomi sebagai prasyarat unwinding. Serta, kemampuan kita dalam mengukur potensi contagion effect secara global,” kata Wimboh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (26/11).

Wimboh menegaskan, dalam masa pandemi, para pembuat kebijakan di seluruh dunia mempertimbangkan apakah akan melanjutkan, mengubah, atau melakukan normalisasi kebijakan keuangan covid-19.

Suahasil Nazara selaku Wakil Menteri Keuangan juga menyampaikan bahwa dalam menghadapi covid-19 ini, sejak awal Kementerian Keuangan sudah bersinergi dan koordinasi baik secara langsung maupun dalam konteks Komite Stabilitas Sistem Keuangan, bersama OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

“OJK bahkan telah lebih dahulu mengeluarkan kebijakan restrukturisasi sebelum Perpu diterbitkan. Langkah pre-emptive dan forward looking ini penting menyikapi kondisi perekonomian melalui surveillance sektor keuangan dan dunia usaha untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang diberikan," ujar Suahasil.

Lebih jauh, Suahasil yang juga Anggota Dewan Komisioner OJK Ex-officio Kemenkeu mengatakan, ketika sudah memiliki pemahaman yang baik, maka dapat melakukan sinergi kebijakan, dari sudut pandang Pemerintah yang dimanifestasikan di dalam APBN dan respons OJK untuk sektor jasa keuangan.

"Tahun depan kita akan arahkan mendorong employment creation, termasuk mengoptimalkan peran intermediasi sektor jasa keuangan,” imbuhnya.

Menurut Suahasil, perekonomian global saat ini berada pada tahap pemulihan, sejumlah negara maju mulai melakukan pengetatan kebijakan moneter yang berujung pada normalisasi kebijakan stimulus covid-19.

"Pelaksanaan normalisasi kebijakan tersebut tidak dapat diseragamkan secara global mengingat setiap negara memiliki kondisi yang berbeda dalam kemampuan menangani pandemi, serta bervariasi dalam pengelolaan perekonomian dan sektor keuangannya," tuturnya.

Normalisasi kebijakan global, terang dia, berpotensi menyebabkan terjadinya limpahan lintas batas terutama dari ekonomi negara maju yang akan berdampak pada perekonomian domestik.

Rangkaian Isi Seminar
Dalam kesempatan itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto juga menyampaikan pandangannya. Kemudian, dilanjutkan panel diskusi dengan narasumber dari Asian Development Bank (ADB), Bank Negara Malaysia (BNM), International Monetary Fund (IMF), OJK, BI, Kementerian Keuangan, dan akademisi.

Sesi pertama seminar mengeksplorasi perspektif global, regional dan country spesific terkait normalisasi kebijakan covid-19 dan faktor yang harus diperhatikan dalam penarikan kebijakan stimulus covid-19.

“Menurut saya, berbagai institusi di Indonesia memiliki kredibilitas yang tinggi, yang telah dibangun dari waktu ke waktu untuk berhasil menerapkan langkah-langkah yang tidak biasa diambil selama covid guna meletakkan dasar bagi ekonomi yang lebih kuat ke depan," kata James P. Walsh, IMF Senior Resident Representative for Indonesia.

Ia menambahkan, hal terbaik yang harus dilakukan adalah kembali ke target defisit anggaran sebagaimana yang telah direncanakan Kementerian Keuangan untuk melakukan normalisasi kebijakan moneter secara bertahap seperti yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia dan bekerja sama dengan sistem keuangan guna menjaga kecukupan modal dan ketidakstabilan likuiditas seperti yang sudah dilakukan OJK.

Dari perspektif regional, Principal Economist ADB, Arif Ramayandi menekankan bahwa unwinding harus mempertimbangkan cross border spill-over. Kemudian, Mohamad Hani bin Sha’ari dari Bank Negara Malaysia, memandang bahwa normalisasi kebijakan moneter harus direncanakan dengan tepat, serta mempertimbangkan langkah-langkah kebijakan dukungan covid lainnya, termasuk kebijakan fiskal.

Dari pandangan akademisi, Profesor Iwan Jaya Azis dari Cornell University memaparkan tantangan dalam melaksanakan unwinding dan menekankan bahwa perlu landasan yang kuat untuk melakukan unwinding mengingat kebijakan yang telah dikeluarkan selama pandemi merupakan kebijakan luar biasa atau extraordinary measures.

Dalam kesempatan yang sama, Halim Alamsyah yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan menyampaikan pandangan bahwa stimulus fiskal tetap dibutuhkan di awal ketika akan dilakukan normalisasi kebijakan, dan tidak ada solusi kebijakan yang sama bagi seluruh negara. Karena, sangat tergantung pada sumber daya, pertumbuhan, struktur ekonomi masing-masing negara serta respons masyarakat terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut.

Sesi kedua dari seminar menggali langkah-langkah yang diambil Indonesia terkait Pandemi covid-19 terhadap sektor keuangan dan bagaimana ekspektasi ke depan perekonomian Indonesia pasca normalisasi.

Untuk mendukung kebijakan ekonomi Indonesia di tahun 2022, evaluasi kebijakan dan inisiatif yang telah diambil untuk merespons pandemi saat ini sangat dibutuhkan, terutama mempertimbangkan ketidakpastian di tahun mendatang, seperti potensi dampak tapering oleh The Fed.

Selain itu, Pemerintah Indonesia bersama para pembuat kebijakan di sektor keuangan yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)  juga harus mempertimbangkan waktu yang tepat untuk melakukan pelonggaran terhadap kebijakan covid-19 dengan mengantisipasi risiko yang mungkin akan terjadi, termasuk reaksi pasar, kepercayaan investor, volatilitas pasar dan pemulihan ekonomi.

Bauran kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan yang dikeluarkan melalui koordinasi KSSK selama ini telah berhasil memitigasi keterpurukan perekonomian Indonesia sebagai dampak dari pandemi covid-19. 

Namun, kebijakan stimulus atau relaksasi pandemi tidak dapat berlangsung selamanya karena berpotensi menimbulkan kerentanan pada stabilitas sistem keuangan. Oleh karena itu, pengelolaan transisi menuju normalisasi kebijakan tersebut perlu dicermati tiap tahapannya dan secara hati-hati memperhitungkan aspek waktu, ukuran dan urutan.

OJK bersama dengan Pemerintah dan instansi berwenang lainnya secara konsisten akan melakukan asesmen terhadap perekonomian dan sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah perbaikan kondisi pandemi covid-19.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar