03 Februari 2025
19:56 WIB
OJK Tetapkan 661 Sanksi Dan Cabut Izin 4 Pinjol
OJK mencabut izin TaniFund dan Investree dikarenakan kedua pindar tersebut tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK
Ilustrasi. PT Investree Radhika Jaya (Investree), menjadi salah satu pindar yang divcabut izin usahanya oleh OJK. Antara News/Dewa Wiguna
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan 661 sanksi serta empat surat keputusan cabut izin usaha (CIU), terhadap penyelenggara fintech P2P lending atau pinjaman online atau daring (pindar), selama tahun 2024. Pencabutan izin usaha terhadap empat pindar tersebut, dikenakan untuk dua penyelenggara karena sanksi administratif, dan dua penyelenggara lainnya yang mengajukan permohonan pengembalian izin usaha.
“OJK melakukan penegakan hukum (law enforcement) berupa pencabutan izin usaha terhadap TaniFund dan Investree dikarenakan kedua pindar tersebut tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum dan tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK,” kata Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi di Jakarta, Senin.
Pasca-pencabutan izin usaha, Tim Likuidasi PT Tani Fund Madani Indonesia telah mengumumkan pembubaran perseroan melalui beberapa surat kabar pada 1 Agustus 2024, serta diumumkan melalui Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) Nomor 062 tanggal 02 Agustus 2024. Sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024, OJK menerima tujuh pengaduan terkait TaniFund.
Saat ini, jelas OJK, telah terbentuk tim likuidasi TaniFund sehingga masyarakat yang akan menyelesaikan hak dan kewajibannya, dapat menghubungi tim likuidasi TaniFund sebagaimana informasi yang tersedia di situs resmi TaniFund.
“Terkait dengan dugaan tindak pidana yang terjadi di TaniFund, telah ditindaklanjuti dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum sesuai dengan kewenangan,” kata Ismail.
Sedangkan mengenai perkembangan kasus PT Investree Radhika Jaya (Investree), OJK menerima 85 pengaduan terkait Investree sejak pencabutan izin usaha sampai dengan 31 Desember 2024. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Investree telah memutuskan penunjukan tim likuidasi yang akan bekerja menyelesaikan hak dan kewajiban perusahaan sesuai ketentuan.
OJK juga telah melakukan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap AAG selaku Direktur Utama Investree sesuai POJK Nomor 34/POJK.03/2018, tentang Penilaian Kembali Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan sebagaimana telah diubah dengan POJK Nomor 14/POJK.03/2021 dengan hukuman maksimal. Hasil PKPU tersebut tidak menghapuskan tanggung jawab serta dugaan perbuatan pidana yang bersangkutan atas tindakan pengurusan Investree.
Beberapa waktu lalu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman mengatakan, mantan CEO PT Investree Radika Jaya Adrian Asharyanto ditetapkan sebagai tersangka. Selain itu, Agusman menuturkan Adrian juga masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Terkait tindak lanjut proses penegakan hukum dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan oleh Eks CEO PT Investree Radika Jaya (Investree), Adrian Asharyanto alias Adrian Gunadi telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang,” kata Agusman .
Ismail menambahkan, penyidik OJK secara intensif telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk penanganan secara efektif. Melalui kerja sama dengan Polri telah dilakukan permohonan red notice oleh Interpol RI kepada Interpol Pusat di Lyon dan permohonan pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Melalui kolaborasi antara penyidik OJK dengan Polri, dua tersangka diharapkan dapat segera dihadirkan untuk kelanjutan proses penegakan hukum atas tindakan tersangka dan memberikan kejelasan atas nasib investor di Investree,” kata Ismail.
Kasus eFishery
Berkenaan dengan kasus eFishery yang mengemuka belakangan ini, OJK menegaskan, entitas tersebut bukan merupakan lembaga jasa keuangan (LJK) dan tidak berada di bawah pengawasan OJK. Namun demikian, OJK terus memantau perkembangan terkait penyelesaian permasalahan di eFishery dan dampaknya terhadap LJK.
Ismail menyampaikan, OJK terus melakukan langkah-langkah penguatan pengawasan dan penyelesaian kasus LJK, termasuk di industri fintech P2P lending atau pindar. Sebagai komitmen untuk mewujudkan industri pindar yang sehat, OJK telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023-2028.
Selain itu, OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), sebagai penyempurnaan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022. OJK juga telah menerbitkan beberapa POJK lain terkait dengan penerapan tata kelola yang baik, pengembangan kualitas sumber daya manusia, dan penerapan manajemen risiko.
Adapun saat ini, OJK tengah melakukan penyusunan Rancangan Surat Edaran (RSEOJK) perubahan SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI, yang mengatur penguatan penyelenggaraan kegiatan usaha LPBBTI. Materi perubahan ketentuan antara lain mengenai penguatan pemahaman mengenai risiko Pendanaan dan analisis risiko pendanaan, sebagai upaya mitigasi risiko dan pelindungan lender.