24 Juni 2024
13:19 WIB
OJK: Kontribusi Usaha dan Pembiayaan Syariah Capai 46%
Kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah 46%.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi dalam Indonesia Sharia Financial Olympiad 2024. Validnews/Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan, keuangan syariah sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia.
Hal itu tercermin dari data perkembangan kondisi perekonomian keuangan syariah pada beberapa tahun terakhir yang berhasil mencetak kinerja baik.
"Kalau kita melihat data dari Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), kontribusi usaha syariah dan pembiayaan syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sudah 46%. Hal ini menunjukkan pernyataan keuangan syariah sebagai salah satu penopang perekonomian Indonesia," kata perempuan yang akrab disapa Kiki di Jakarta, Senin (24/6).
Kemudian, lanjut dia, per Desember tahun lalu, total aset industri keuangan syariah juga telah mencapai Rp2.500 triliun, yang terdiri dari sektor perbankan syariah sebesar Rp892 triliun.
Lalu diikuti dari industri keuangan non-bank (IKNB) syariah sebesar Rp156 triliun, dan dari sektor pasar modal syariah sebesar Rp1.500 triliun.
Selain itu, Kiki menambahkan, eksistensi keuangan syariah Indonesia di kancah global pun terus diakui, tercermin dari beberapa peningkatan indeks global.
Tercatat, keuangan syariah Indonesia menempati posisi ketiga berdasarkan Islamic Finance Development Indicator dan Cambridge Global Islamic Finance Report serta posisi ketujuh untuk aspek Islamic Finance pada Global Islamic Economic Indicator. Hal itu kompetitif dengan negara lain, seperti Malaysia dan Arab Saudi.
"Tentu saja capaian ini merupakan hasil kerja kita semua, baik itu dari pemerintah, kementerian, lembaga, OJK, Bank Indonesia, KNEKS, Majelis Ulama Indonesia, asosiasi, dan seluruh stakeholder lainnya, Bursa Efek Indonesia, tentu saja seluruh pelaku usaha dan jasa keuangan syariah," tuturnya.
UU P2SK
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, disebutkan bahwa fungsi dari OJK adalah mengatur, mengawasi, dan juga melindungi konsumen dan masyarakat.
Hal itu kembali diperjelas melalui UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), di mana khusus untuk OJK, terdapat penguatan dalam hal bagaimana literasi, edukasi, dan inklusi harus masuk menjadi fokus dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang sektor keuangan.
Kemudian yang kedua adalah pengawasan perilaku pelaku usaha jasa keuangan atau market conduct ada pada OJK. Lalu, penanganan pengaduan konsumen termasuk di dalamnya adalah lembaga alternatif penyelesaian sengketa dan juga adalah bagaimana penanganan aktivitas keuangan ilegal atau yang disebut Satgas PASTI.
"Nah kalau kita melihat tugas-tugas tersebut, rangkaiannya adalah itu semua masuk dalam rangka pelindungan konsumen dan masyarakat. Jadi, itu adalah hal-hal yang mendapat penekanan di Undang-Undang P2SK," ujar Kiki.
Secara lebih luas, dia menjelaskan, UU P2SK ini lahir dari beberapa hal. Salah satu yang sangat kuat mendukung lahirnya Undang-Undang ini adalah bahwa diperlukannya Undang-Undang atau pengaturan yang lebih up to date dengan perkembangan saat ini, terutama adalah inovasi di dunia keuangan yang menggunakan teknologi dan digital.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital yang pesat, namun tidak disertai oleh literasi yang baik menyebabkan beberapa dampak negatif.
Dia memberikan contoh banyak teman, saudara yang menjadi korban penipuan, scam atau fraud. Mereka mungkin sudah menggunakan PUJK, produknya yang formal, bank yang formal, yang diawasi OJK. Tetapi kemudian karena ada fraud dan scam, alhasil mereka kehilangan dananya dalam jumlah yang cukup besar.
Belum lagi, penipuan-penipuan yang menggunakan kedok sektor keuangan formal, di mana meniru atau seolah dari bank yang formal, menipu masyarakat dan lain-lain. Ini banyak sekali terjadi di masyarakat.
Oleh karena itu, OJK melihat bahwa penting sekali untuk mengedukasi generasi muda. Tujuannya, mempersiapkan generasi muda untuk menjadi penerus-penerus pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), Bank Indonesia, OJK, DSN MUI, dan di asosiasi.
"Tentu saja kita sangat membutuhkan generasi muda yang melek keuangan dari muda, terutama yang dalam konteks hari ini adalah ekonomi dan keuangan syariah," pungkas Kiki.