06 November 2024
21:00 WIB
OJK Buka Suara Soal Hapus Utang UMKM
Dengan aturan tersebut, himpunan bank milik negara (Himbara) akhirnya bisa melakukan hapus tagih.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Pekerja menjahit kain untuk dibuat baju dengan desain sablon di konveksi Sinergi Adv Nusantara, Jagakarsa, Jakarta, Rabu (17/5/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut buka suara terkait resmi ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM pada bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, serta UMKM lainnya oleh Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara memandang pentingnya PP tersebut sebagai turunan dari UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Lebih lanjut, dia menjelaskan, dengan aturan tersebut, himpunan bank milik negara (Himbara) yang terdiri dari BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN akhirnya bisa melakukan hapus tagih. Pasalnya, selama ini bank-bank swasta sudah melakukan hapus tagih tersebut.
“PP itu memang dibutuhkan, karena pertama, memang perintah dari UU PPSK, jadi kan selama ini memang bank swasta itu melakukan hapus buku dan kemudian bisa melakukan hapus tagih, jadi itu ada urutannya,” ujar Mirza kepada wartawan saat ditemui di sela acara Like It di Jakarta, Rabu (6/11).
Mirza menerangkan, bila suatu kredit bermasalah dan menjadi macet, setelah beberapa waktu, maka dapat dihapus buku dan dihapus tagih. Hal itu pun sudah biasa dilakukan oleh bank swasta secara fleksibel.
"Kalau bank BUMN itu bisa melakukan hapus buku, tapi mereka takut melakukan hapus tagih. Karena masih ada kebimbangan apakah hapus tagih itu kemudian bisa dianggap merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Dengan adanya PP yang merupakan turunan dari UU P2SK, dapat memberikan kepastian hukum kepada bank-bank BUMN untuk melakukan hapus tagih kredit para pelaku UMKM. Kendati demikian, Mirza mengingatkan bahwa untuk menjaga moral hazard, kredit yang dapat dihapus tagih adalah yang berjumlah kecil saja. Adapun, peminjamnya merupakan petani dan nelayan.
"Tapi tentu untuk menjaga moral hazard makanya jumlahnya kan untuk yang kecil-kecil saja. Dan untuk yang ini, untuk UMKM kan, yang kecil-kecil saja dan untuk yang petani nelayan, berarti kan kecil-kecil, bahkan mungkin pinjaman mikro ya," terang dia.
Melalui PP tersebut, juga mengatur pinjaman yang sudah lama, yakni 10 tahun ke atas. Maka, peraturan ini diperuntukkan untuk pinjaman yang dilakukan pada tahun 2014 dan sebelumnya.
"Jadi maksudnya 10 tahun terus dari 2014 ke sana kan, 2014, 2013, 2011, dan seterusnya kan. Jadi memang sesuatu yang sudah lama sekali dan untuk jumlah yang kecil,” urainya.
Mirza pun mengaku sudah berbicara dengan Presiden Prabowo dalam membahas peraturan ini.
Meskipun begitu, pihaknya belum mengetahui apakah diperlukan rumusan melalui Peraturan OJK (POJK) untuk memperkuatnya.
“Menurut saya sih tidak harus, ya. Tapi kamu tanya sama Pak Dian saja. Karena sudah ada diperintah Undang-Undang (PPSK) kemudian dari PP, gitu,” tutup Mirza.