18 Agustus 2023
14:18 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Modus pinjaman online alias pinjol ilegal masih marak beredar di sekitar kita. Bahkan, modus pinjol ilegal selalu berubah dan inovatif demi menjerat para korban.
Iklan mengenai pinjol pun kerap berseliweran di berbagai platform online. Mulai dari media sosial, YouTube, hingga aplikasi permainan di handphone. Maka tak jarang, banyak orang tergiur dan tergugah untuk berutang.
Oleh karena itu, literasi keuangan diharapkan dapat segera masuk ke kurikulum pendidikan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari mengungkapkan, pengelolaan keuangan sendiri sudah masuk ke kurikulum, bahkan sejak anak PAUD.
"Mengenal tentang uang, tentang menabung itu dari PAUD sampai dengan universitas sudah. Cuman memang yang hal-hal baru ini kan memang belum," ujar perempuan yang akrab disapa Kiki kepada Validnews saat ditemui usai konferensi pers di Menara Radius Prawiro, Jakarta, Jumat (18/8).
Baca Juga: Marak Modus Pinjol, Pengamat: Literasi Keuangan Harus Masuk Kurikulum
Dia menjelaskan bahwa pihaknya sudah berdiskusi dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Makarim terkait hal ini.
Nantinya, literasi finansial akan dimasukan di kurikulum Merdeka Belajar. Hal itu lantaran Kiki menilai jika dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, dikhawatirkan prosesnya agak lebih panjang.
"Jadi ke program Merdeka Belajar kita sudah diskusi. Jadi kita masukkan situ," imbuhnya.
Khusus untuk pinjol, kata Kiki, edukasi ini dapat dimulai sejak sekolah menengah atas (SMA).
Dalam waktu dekat, menurut Kiki, pihaknya pun akan bekerja sama dengan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka untuk memberi edukasi literasi keuangan.
"Itu pramuka ada Raimuna (Raimuna Nasional XII Tahun 2023) di Cibubur. Itu kita ada SKK (syarat kecakapan khusus) itu buat pramuka, harus bisa mengenali uang, pengelolaan uang, investasi, pinjol ilegal, itu masuk ke SKK tersebut. Jadi kita akan sematkan pin itu. Jadi itu pelan-pelan akan kita masukan," jelas salah satu ADK OJK itu.
Tanggapan Analis
Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengamini hal tersebut.
Ia menyebutkan bahwa edukasi literasi keuangan bisa diberikan mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), hingga sekolah menengah atas (SMA).
Tujuannya, tak lain tak bukan adalah memberi pemahaman ihwal produk jasa keuangan sedini mungkin.
"Kalau untuk SD mulai dikenalkan literasi keuangan dasar, seperti menabung dan manfaat menabung untuk masa depan. Selain itu, dikenalkan apa itu internet, kegunannya apa, dan sebagainya," kata Huda kepada Validnews, Jumat (18/8).
Kemudian, lanjut dia, masuk jenjang SMP, mulai dikenalkan investasi dan kredit terutama manfaat dan risikonya.
"Mulai juga masuk ke keuangan digital, bagaimana digitalisasi keuangan bisa mengubah transaksi. Mulai masuk bahayanya investasi dan pinjaman ilegal," imbuhnya.
Masuk ke SMA, sambung dia, para pelajar bisa diberikan pengetahuan tentang kredit dan asuransi.
"Bagaimana sistem dan manfaatnya, risikonya seperti apa, dan pengetahuan mendalam mengenai produk layanan keuangan baik konvensional dan digital," terang Huda.
Baca Juga: OJK: Ada Potensi Besar Pertumbuhan Investor Muda RI
Menurut Huda, tindakan preventif harus menjadi strategi utama. Terlebih dalam upaya memberantas dan mengurangi korban pinjol ilegal.
Sebelumnya, Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara menyoroti adanya korelasi antara rendahnya literasi keuangan sebagai salah satu penyebab kasus-kasus penipuan di industri keuangan nasional.
Menurut hasil survei OJK, tingkat indeks literasi keuangan pada 2022 mencapai 49,5%. Angka ini meningkat dari 38,03% pada 2019.
Akan tetapi, capaian ini masih memiliki gap yang cukup lebar jika dibandingkan dengan indeks inklusi keuangan pada 2022, yang telah mencapai 85,1%.