c

Selamat

Jumat, 3 Mei 2024

EKONOMI

07 Februari 2023

10:00 WIB

OJK: Ada 21 Fintech dengan Kredit Macet di Atas 5%

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut terdapat 21 fintech peer to peer lending dengan tingkat wan prestasi (TWP) pengembalian pinjaman 90 hari atau kredit macet di atas 5%.

Editor: Rheza Alfian

OJK: Ada 21 <i>Fintech</i> dengan Kredit Macet di Atas 5%
OJK: Ada 21 <i>Fintech</i> dengan Kredit Macet di Atas 5%
Sejumlah peserta menyimak sosialisasi layanan sistem elektronik pencatatan inovasi keuangan digital di ruangan OJK 'Innovation Center for Digital Financial Technology', Jakarta. Antara Foto/Aditya P

JAKARTA – Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, sampai akhir 2022 terdapat 21 fintech peer to peer lending dengan tingkat wan prestasi (TWP) pengembalian pinjaman 90 hari atau kredit macet di atas 5%.

Jumlah ini menurun dari sebelumnya 22 fintech yang memiliki kredit macet di atas 5%.

“Dalam Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022, kita akan melakukan supervisory action. Kita lihat tidak hanya TWP-nya saja, tapi juga ekuitas, kondisi perusahaan, dan operasionalnya seperti apa,” katanya dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Senin (7/2), seperti dilansir Antara.

Menurut dia, apabila beberapa indikator lain menunjukkan suatu fintech peer to peer lending tidak bisa melanjutkan kegiatan operasionalnya, OJK akan melakukan penindakan secara tegas.

Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2022, fintech peer to peer lending juga diharuskan secara bertahap memenuhi ketentuan ekuitas minimal sebesar Rp2,5 miliar pada 4 Juli 2023.

Adapun saat ini sebanyak 17 fintech masih belum memenuhi batas minimal tersebut.

“Mereka masih ada waktu, karena sesuai POJK tersebut, pemenuhan ekuitas Rp2,5 miliar harus tercapai pada 4 Juli 2023,” katanya.

Baca Juga: OJK: Sektor Jasa Keuangan Terus Tumbuh Hingga 2022

Dalam peraturan yang sama, fintech peer to peer lending juga diminta memiliki ekuitas minimal Rp7,5 miliar pada 4 Juli 2024 dan Rp12,5 miliar pada 4 Juli 2025.

"Itu jadwal yang kami berikan bagi fintech peer to peer lending," katanya.

Lebih lanjut, Ogi menyampaikan pihaknya terus meningkatkan upaya penyelesaian masalah di industri keuangan non-bank (IKNB), mengingat sedang maraknya permasalahan di sektor ini.

"Jadi OJK, kami sebagai Kepala Eksekutif Pengawas IKNB, dalam menyelesaikan masalah harus secara objektif, tegas, dan memberikan kepastian hukum dengan tetap memperhatikan perlindungan konsumen. Ini prinsip-prinsip yang kita akan lakukan," ujarnya.

OJK, katanya, akan menerapkan tiga layers dari pengawasan, yaitu pertama, menguatkan internal IKNB yang mana tata kelola dan manajemen risiko akan dilakukan secara efektif, serta menerapkan internal dispute resolution (IDR).

"Ini kita harapkan di tingkat perusahaan harus melakukan penguatan daripada governance dan risk management. Jadi adanya fungsi-fungsi investasi, risk management, termasuk aktuaria menjadi kewajiban," kata Ogi.

Kedua, pihaknya akan menguatkan profesi penunjang di sektor IKNB, di antaranya kantor akuntan publik (KAP), aktuaris maupun penilai, dan asosiasi industri untuk mendukung industri ini menjadi lebih sehat.

“Lembaga penunjang yang tidak sesuai dengan ketentuan akan kita berikan sanksi peringatan I, peringatan II, pembatasan kegiatan usaha, bahkan pencabutan izin dari lembaga jasa keuangan. Ini akan kita lakukan secara tegas,” tegas Ogi.

Ketiga, OJK akan menguatkan fungsi pengaturan dan pengawasan, serta pengawasan khusus, yang mana saat ini sudah ada Direktur Pengawasan Khusus terhadap lembaga jasa keuangan yang bermasalah.

“Pertama, penyelesaian current issues. Kedua, bagaimana membangun IKNB yang lebih baik ke depan. Ini kita pisahkan keduanya secara paralel,” ujar Ogi.

Baca Juga: OJK Fokus Siapkan Proses Transisi untuk Terapkan UU P2SK

Selain itu, pihaknya akan terus menjalin komunikasi publik secara terbuka atau transparan, dengan menyampaikan berbagai informasi terkait masalah- masalah di sektor ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Jadi kita ungkapkan secara transparan kepada masyarakat, kepada publik, kepada media, apa yang sedang lakukan dan output-nya yang akan kita sampaikan apa,” ujar Ogi.

Sebelumnya, OJK melaporkan terdapat sebelas perusahaan asuransi bermasalah yang masuk dalam pengawasan khusus regulator, atau menurun dari semula berjumlah 13 perusahaan asuransi, dan dua perusahaan telah berhasil disehatkan dan kembali masuk ke pengawasan .

"Satu perusahaan asuransi dicabut izin usahanya, yaitu Wanaartha Life. Kemudian, ada tambahan satu perusahaan yang masuk ke pengawasan khusus, sehingga secara posisi saat ini pengawasan khusus untuk perusahaan asuransi ada 11 perusahaan,” kata Ogi


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar