27 Maret 2025
13:37 WIB
Nuklir Diprediksi Pegang Peran 14,2% Dalam Bauran Energi Baru 2060
Porsi nuklir dalam bauran energi baru bakal menjadi yang terbesar pada tahun 2060.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Ilustrasi. Foto udara pembangkit listrik tenaga nuklir di Wuhan, Cina. Shutterstock/Wirestock Creators
JAKARTA - Sumber daya nuklir diperkirakan bakal memegang peran yang paling besar dari total bauran energi baru pada tahun 2060 mendatang, yakni mencapai 14,2%.
Angka itu mengungguli sumber energi lain seperti hidrogen 6,5%, amonia 3,1%, serta waste heat yang hanya sebesar 0,3%. Proyeksi tersebut termaktub dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang dikemas dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 85.K/TL.01/MEM.L/2025.
Sebagai informasi, produksi produksi tenaga listrik pada tahun 2060 diproyeksi mencapai sekitar 1.947 TWh dan akan didominasi oleh energi baru dan terbarukan (EBT).
Dari angka produksi itu, porsi EBT mencapai 76,3% atau 1.485,56 TWh. Porsi EBT ini dibagi dua yakni energi baru dengan porsi 24,1% dan energi terbarukan dengan porsi 49,5%.
Pembangkit yang memanfaatkan energi baru meliputi PLTU NH3, PLTG/PLTGU/PLTMG/ PLTMGU H2, PLTN, dan waste heat.
Adapun pembangkit yang memanfaatkan energi terbarukan SRE meliputi PLTA, PLTP, dan PLTBi, dengan porsi 28,8%. Sedangkan, pembangkit yang memanfaatkan energi terbarukan VRE meliputi PLTS, PLTB, dan PLTAL sekitar 20,7%.
Mengutip catatan Laporan Teknis Ringkas yang dirilis oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Indonesia punya potensi sumber daya terukur thorium sekitar 4.729 ton, serta uranium sekitar 5.234 ton.
Baca Juga: Negara Dengan Jumlah PLTN Terbanyak Di Dunia
Potensi uranium itu tersebar di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekitar 2.840 ton, serta Provinsi Kalimantan Barat di angka 2.394 ton. Sedangkan untuk potensi thorium, keseluruhannya berada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Meski begitu, pembangunan dan pengoperasian PLTN nantinya harus berdasarkan rekomendasi yang diterbitkan organisasi pelaksana program energi nuklir.
"Pembangunan dan pengoperasian serta pengawasan keselamatan PLTN harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi beleid tersebut, dikutip Kamis (27/3).
Teknologi untuk PLTN sendiri mencakup small modular reactor (SMR), pressurized water reactor, maupun teknologi PLTN lain yang terus berkembang.
Nantinya, pengembangan dan pengoperasian teknologi tersebut diwajibkan untuk mengusung aspek keselamatan (safety), keamanan (security), serta garda aman (safeguards).
Baca Juga: Selisik Bagaimana Peran Teknologi Nuklir Mampu Dukung Pengobatan Kanker
Lebih lanjut, RUKN juga mengatur pemilihan lokasi pembangunan PLTN harus dilakukan dengan pertimbangan lokasi yang aman dari ancaman bencana geologi, daerah yang tidak padat penduduk, daerah bukan lumbung pangan, dan lain-lain.
"Pembangunan dan pengoperasian PLTN harus mensyaratkan jaminan pasokan bahan bakar nuklir dan pengelolaan limbah radioaktif. Untuk memastikan keselamatan dan keamanan, pembangunan dan pengoperasian PLTN harus disetujui oleh badan pengawas tenaga nuklir," tulis RUKN.
Sebagai tambahan, pengembangan PLTN dilakukan dalam rangka mendiversifikasi pasokan tenaga listrik dan meningkatkan keandalan pasokan dari pembangkit baseload.
PLTN pertama diharapkan bisa memasuki tahap commercial operation date (COD) pada tahun 2032 mendatang.