06 Desember 2024
20:30 WIB
Nostalgia Sambil Meraup Cuan Dengan Es Gabus '90-an
Es Gabus '90an jadi jalan bisnis bagi Yusuf, orang tua yang khawatir dengan jajanan kekinian anak-anak yang kurang sehat. Siapa sangka, jajanan jadul ini malah mendatangkan cuan.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi Es Gabus '90an. Instagram/esgabus.official
JAKARTA - Jajanan untuk anak-anak kian hari kian beragam. Para pedagang mulai berlomba-lomba memikat konsumen. Ada yang menawarkan rasa manis yang berani, gurih, bentuk yang lucu, hingga warna-warna yang menarik.
Sayang, jajanan yang dijual oleh pedagang tak sepenuhnya dijamin bebas dari pengawet dan pewarna. Selain itu, tidak ada yang bisa menjamin kebersihan dari produk yang ditawarkan.
Padahal, sistem kekebalan tubuh anak belum sempurna. Jika dibiarkan mengonsumsi jajanan sembarang, ada beberapa bahaya mengintai, seperti keracunan, diare, hingga masalah serius yang bisa memicu gagal ginjal sampai kanker.
Kekhawatiran itu dirasakan hampir seluruh orang tua, tak terkecuali Yusuf Mahmudi dan sang istri. Kala itu, pada 2016, anak sulung yang telah menginjak usia lebih dari satu tahun sudah gemar makan. Melihat anaknya terus tumbuh membesar, keduanya sepakat tak ingin memberikan makanan asal, dengan memutuskan untuk membuatnya sendiri.
Mulai dari makanan utama hingga camilan, semua coba diracik demi buah hati. Salah satu yang paling anaknya sukai adalah es gabus yang berwarna-warni dan bertekstur lembut.
Menariknya, es gabus atau es yang teksturnya seperti roti, buatan Yusuf tak berbentuk pipih seperti yang biasa dijajakan pedagang kaki lima di area sekolah. Es gabus miliknya berbentuk seperti es krim dan menggunakan stik. Jadi, tidak mengotori tangan dan higienis.
"Kami sebagai orang tua khawatir akan jajanan anak-anak di luar yang mungkin banyak pengawet, kurang sehat, enggak higienis, (pakai) gula sintetis, segala macam. Waktu itu, kami punya anak kecil, kami membuatkan jajanan untuk anak-anak, mulai dari roti, jajanan, dan cemilan, termasuk salah satunya es gabus. Alhamdulillah anak kami suka," ungkap Yusuf kepada Validnews di Jakarta, Sabtu (23/11).
Dari sana, Yusuf melihat apa yang dibuatnya tak hanya pantas dikonsumsi si anak. Mereka melihat ada peluang bisnis dan ingin menjajakan camilannya kepada orang tua yang punya keresahan sama.
Dengan merek produk E Gabus '90an, dia menawarkan jajanan legendaris nan sehat yang bisa dinikmati anak-anak, tanpa orang tua harus khawatir. Pria 33 tahun ini menyebut, produknya unggul karena menggunakan bahan berkualitas, tanpa pemanis buatan dan pengawet, serta menggunakan buah asli.
"Bahan dasarnya tepung hunkwe, santan, gula pasir, daun pandan. Kalau sekarang sudah pakai buah-buahan. Jadi, kalau ada yang rasa strawberry bubble gum itu kita pakai buah stroberi. Ada yang rasa durian, itu juga kita pakai buah durian. Ada rasa pisang juga, pakai buah pisang," jabarnya setengah berpromosi.
Selain itu, proses pembuatan Es Gabus ‘90an juga dijamin higienis karena tidak tersentuh oleh tangan langsung atau menggunakan sarung tangan. Demi memikat konsumen, Yusuf pun turut melengkapi Es Gabus '90an dengan label halal serta izin edar Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Saat ini, produknya masih dalam proses mendapat izin BPOM.
Masa ketahanan produknya relatif berbeda-beda, tergantung tempat penyimpanan. Es Gabus '90an dalam wadah tertutup hanya bertahan 24 jam, edangkan es gabus yang sudah dimasukkan ke dalam freezer dapat bertahan hingga lima bulan.
Modal Seadanya
Bapak empat anak ini mengaku tak memiliki latar belakang yang selaras dengan usahanya saat ini. Hanya saja, dia punya pengalaman menjajakan camilan khas Solo yang terbuat dari keripik singkong bertekstur keras, yang dikenal dengan nama balung kethek.
Selain itu, dia juga mewarisi darah bisnis dari orang tuanya yang sempat berbisnis jualan kue kering dan kue lebaran.
Mula membuka bisnis Es Gabus ‘90an di September 2016, Yusuf tak menggunakan modal besar. Dengan uang tak sampai Rp100 ribu, ia belanjakan bahan-bahan untuk membuat es gabus.
Untungnya, bahan-bahan yang dibutuhkan mudah didapat di kota tempat tinggalnya. Paling-paling sesekali alami kenaikan harga. Yusuf juga meminjam peralatan orang tuanya untuk meracik es gabus.
Awal berjualan, Yusuf menjajakan es gabus bareng dengan balung kethek. Ia ingat betul, pertama kali menawarkan es gabus saat Festival Payung Indonesia yang berlokasi di Taman Balekambang Surakarta.
Hari pertama festival berlangsung, es gabus kurang diminati pengunjung. Produknya hanya dibeli oleh sesama penjual di festival tersebut. Begitu pula dengan hari kedua festival, es gabus masih belum dilirik oleh pengunjung.
Tak patah arang, lelaki lulusan SMK Negeri 2 Surakarta Jurusan Teknik Listrik ini juga kembali menjajakan es gabusnya pada hari ketiga atau saat hari penutupan festival. Dus, pertama kalinya Es Gabus '90an miliknya ludes terjual.
Dari sana, rasa percaya diri mulai timbul. Yusuf ingin terus menjajakan es gabus ke event atau festival lain, sembari juga mulai berinovasi mengembangkan rasa baru.
Meracik menu baru dijalani, demi memuaskan lidah konsumen. Dari hanya satu rasa, kemudian terus berkembang. Berawal hanya menyajikan rasa orisinal vanila, kemudian berkembang dengan menambah varian cokelat dan strawberry bubble gum. Kala rasa mangga viral pada 2019, Yusuf juga tak ingin ketinggalan. Dia turut melahirkan es gabus rasa green tea mango.
Tak sampai disitu, dia juga terus berinovasi dengan rasa lain, seperti durian dark chocolate, hingga avocado hazelnut.
Mengaku belum puas, Yusuf terus berinovasi dengan rasa buah-buahan lain. Teranyar, dia berhasil memproduksi es gabus rasa semangka kurma dan pisang anggur. Kini, total sudah ada delapan rasa yang ditawarkan Es Gabus ‘90an.
Voila! Pesanan demi pesanan terus bermunculan. Kini, banyak orang yang menyukai es gabus racikan Yusuf.
"Lidah orang masing-masing. Dulu banyak sekali komplain yang (bilang) rasanya kurang ini lah, kurang itu lah. Bahkan, mungkin cuman dicicipi saja, terus enggak dimakan dan dibuang. Kita berusaha menerima masukan konsumen, dari awalnya cuma satu rasa, kemudian kita bikin rasa lain, dan Alhamdulillah banyak yang suka," tuturnya.
Dari semua rasa yang ditawarkan, vanila masih menjadi primadona konsumen Es Gabus ‘90an, lantaran memiliki warna yang berwarna-warni yang pastinya digemari anak-anak.

Gencarkan Pemasaran
Yusuf menyadari pentingnya media sosial untuk promosi produk usaha. Karenanya, sejak awal mendirikan usaha Es Gabus '90an, dia langsung mengenalkan produknya lewat @esgabus.official.
Lewat platform ini, nama Es Gabus '90an perlahan mulai dikenal. Bahkan hingga mengantarkan produknya tampil di TV Nasional. Padahal, Yusuf sendiri mengaku tidak pernah menggunakan iklan atau promosi berbayar di medsos. Ibarat, takdir yang mempertemukannya.
"Kami sudah bergerak di media sosial, terutama Instagram. Jadi, perkembangannya cukup besar kalau di Instagram. Awal mula diliput sama TV, kalau saya tanya, mereka dapatnya dari Instagram, mungkin searching makanan jadul, makanan apa yang mungkin sesuai dengan tema yang diinginkan, terus ketemu Es Gabus '90an," ceritanya.
Usai tampil di TV Nasional, mulai banyak yang menghubunginya dan mengungkapkan ketertarikan menjadi agen atau reseller Es Gabus ‘90an di beberapa daerah. Hasilnya, kini jenama jajanan es ini tak hanya bisa ditemui di Jawa Tengah saja, tapi hampir di seluruh Pulau Jawa.
"Kalau kita sistemnya kan agen sama reseller. Untuk agen itu ada di kota-kota besar, seperti Jogja, Semarang, Kudus, Jepara, Pati, Bekasi, Bogor, Magelang, Purwakarta, Lamongan, Karanganyar, Sidoarjo, Boyolali, Grobogan, Salatiga, hingga Tegal,” jelas dia.
Tak hanya di Pulau Jawa, Es Gabus '90an juga sudah mendarat di Pulau Dewata alias Bali, dengan menggandeng salah satu toko es krim di sana. Dari yang semula memproduksi 50-100 pieces es gabus per hari, kini Yusuf rata-rata dapat memproduksi lebih dari 800 pcs es gabus per hari. Pesanan yang datang pun bisa membludak pada momen liburan sekolah pada Juni dan Desember, atau saat banyak event seperti di Agustus.
"Pas liburan itu pesanan membludak, karena targetnya di tempat-tempat wisata, dan target market kita lebih ke event-event," imbuhnya.
Tak mampu menangani pesanan yang membludak berdua dengan sang istri, Yusuf mempekerjakan karyawan dan kerap kali menambahnya. Kini, sudah ada sekitar delapan karyawan yang bekerja di Es Gabus '90an.
Posisinya pun berbeda-beda. Ada yang di bagian produksi, media atau admin, hingga bagian marketing. Sedikit banyal dia juga senang karena usahanya bisa berkontribusi nyata untuk masyarakat di sekitar.
"Kita bisa membantu ekonomi masyarakat yang otomatis bisa bekerja di sini, dari tetangga-tetangga sekitar kan juga bisa ikut membantu. Kita juga berkontribusi untuk masyarakat, misalkan ada event-event seperti 17-an," ucapnya.
Hasil manis dari usaha Es Gabus '90an juga telah berhasil dinikmatinya. Lewat menjual es legendaris yang kini eksis kembali, dia mampu mengantongi omzet lebih dari Rp40 juta per bulan.
Dari usaha ini juga, Yusuf dan keluarga bisa berangkat ke tanah suci Makkah dan menjalankan ibadah.
Luka Terdalam dan Mimpi Besar
Perjalanan bisnis tak selamanya berjalan mulus. Ada saja kerikil kecil hingga besar yang menghiasi.
Baru empat tahun berjalan dan belum lama meraup untung besar, Es Gabus ‘90an Yusuf diterpa badai pandemi covid-19. Pembatasan sosial demi mencegah penyebaran virus, membuat usahanya harus kehilangan banyak pelanggan karena event atau festival yang terpaksa tak terselenggara. Alhasil, hampir tak ada pesanan masuk hingga sampai enam bulan lamanya.
"Waktu pandemi awal, terutama sekitar enam bulan pertama, hampir tidak ada pesanan sama sekali, jadi sangat berpengaruh sekali. Setelah itu, ada orderan tapi cuma sedikit-sedikit, jadi masih berjalan walaupun sedikit-sedikit. Paling penjualannya offline ada yang kesini mungkin 1-2 orang," sebutnya.
Meski bisnis anyep, dia tak berniat memangkas gaji karyawan dan tetap dibayar penuh. Namun karena pesanan terus sepi selama berbulan-bulan, dua orang karyawan Es Gabus '90an akhirnya memutuskan mengundurkan diri. Yusuf pun paham dan maklum.
Beruntungnya, dia mengaku sudah menyiapkan beberapa strategi dalam menghadapi kondisi bisnis tak pasti seperti pandemi. Salah satunya, dengan menyiapkan anggaran khusus buat investasi sehingga bisnis tetap dapat berjalan.
"Dari awal kita usahakan punya anggaran untuk investasi, sebagian omzet kita investasikan. Jadi, misalkan tidak ada pemasukan sama sekali, kita masih bisa bertahan, walaupun mungkin jangkanya (waktu) tidak sampai lama," terangnya.
Karenanya, Yusuf langsung menyambar banyak event atau festival di Solo ketika mulai kembali dihelat dengan berjualan es gabus, usai pemerintah mencabut pembatasan sosial dan status pagebluk. Kebiasaan ini pun masih berlangsung hingga hari ini. Upaya memperluas pangsa pasar juga terus dilakoni. Teranyar, dia mulai merambah TikTok dan mulai menggunakan jasa endorse pada akun kuliner.
Selain daring, Es Gabus '90an juga dapat ditemui di beberapa pusat perbelanjaan di Solo, seperti Solo Paragon dan Solo Square.
"Di mal itu kita kerja samanya sama teman, artinya mereka mungkin ya reseller kita. Kerja sama itu sudah lama, sejak awal-awal (bisnis) berdiri," terang Yusuf.
Tak hanya harus berhadapan dengan pandemi, Yusuf juga harus dihadapkan dengan kehilangan orang yang dicintai dalam perjalanannya, yakni anak pertama dan orang tua.
"Anak sudah empat sekarang, walaupun anak yang pertama, yang dulu menginspirasi (bisnis es gabus) itu sudah tidak ada karena kecelakaan tahun kemarin," ucapnya legowo.
Meski demikian, Yusuf tak ingin larut dalam kesedihan karena masih banyak mimpi yang ingin diraih ke depannya. Di antaranya, dia juga ingin segera mendapatkan pengakuan BPOM atas produknya.
Dengan begitu, akan semakin banyak konsumen yang melirik es gabusnya. Mimpi besarnya lainnya, produk Es Gabus '90an dapat tersebar hingga ke seluruh Indonesia dan dikenal hingga mancanegara. Dengan demikian, kian banyak anak menikmati jajanan sehat.