c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

21 April 2025

08:32 WIB

Negosiasi Tarif AS Ditarget Rampung dalam 60 Hari, Ekonom Peringatkan Hal Ini

Ekonom Senior INDEF Iman Sugema mewanti-wanti pemerintah untuk tidak mengorbankan kepentingan RI dalam bernegosiasi tarif dagang dengan Amerika Serikat.

Penulis: Siti Nur Arifa

<p id="isPasted">Negosiasi Tarif AS Ditarget Rampung dalam 60 Hari, Ekonom Peringatkan Hal Ini</p>
<p id="isPasted">Negosiasi Tarif AS Ditarget Rampung dalam 60 Hari, Ekonom Peringatkan Hal Ini</p>

Suasana negosiasi antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat di Washington DC, Amerika Serikat. Sumber: Kemenko Perekonomian

JAKARTA - Negosiasi tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat sudah memasuki tahap menyiapkan kerangka kerja sama, yang ditargetkan selesai dalam jangka waktu 60 hari ke depan.

Perlu diketahui, sebelumnya Tim Teknis Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) telah mengundang Tim Teknis RI pada Jumat (18/4), dengan mulai membahas pokok isu yang menjadi perhatian AS dan Indonesia.

"Indonesia mengharapkan dapat disepakati format, mekanisme dan jadwal negosiasi dengan target waktu 60 hari...tenggat waktu 60 hari tersebut adalah penyelesaian pembahasan isu untuk disepakati, sehingga masih terdapat waktu 30 hari dari 90 hari penundaan (pause) untuk implementasi kesepakatan," ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam keterangan resmi, Minggu (20/4).

Susiwijono menjelaskan, pembahasan mencakup pendalaman atas penawaran dan permintaan dari Indonesia, dan penjajakan mengenai format, prosedur, dan tahapan dari proses negosiasi.

Adapun pihak USTR, dipastikan menyambut baik proposal Indonesia, dan saat ini sedang menyusun draft dari working document yang akan memuat cakupan dan substansi negosiasi.

"Beberapa isu pendalaman atas penawaran dan permintaan tersebut mencakup penyelesaian berbagai hambatan non-tarif antara lain perizinan impor, digital trade dan Customs Duties on Electronic Transmissions (CDET), pre-shipment inspections dan kewajiban surveyor, dan local content untuk industri," tambah Susiwijono.

Selain itu, pembahasan juga mencakup implementasi tarif resiprokal, tarif sektoral dan tarif dasar, serta isu akses pasar.

Terkait pembahasan format, prosedur, dan tahapan negosiasi, kedua belah pihak diketahui sedang mengkaji dan mempersiapkan masukan berdasarkan tenggat waktu penundaan tarif selama 90 hari, dan mendorong adanya posisi bersama dalam waktu 60 hari.

"Kedua belah pihak mendorong dialog dalam waktu secepat-cepatnya untuk mencapai kesepakatan," pungkas Susiwijono.

Negosiasi dengan Bermartabat
Sebelumnya, ekonom senior INDEF Iman Sugema mengatakan, keputusan pemerintah mengambil langkah negosiasi dalam menghadapi kebijakan tarif resiprokal AS merupakan hal yang tepat.

Namun, Iman memperingatkan pemerintah untuk tetap membawa negosiasi dengan prinsip bermartabat, dan rasa hormat terhadap negara sendiri.

"Tentunya dengan dignity ya, dengan rasa hormat terhadap diri sendiri, yang paling bahaya adalah untuk meraih kepentingan Amerika kita mengorbankan kepentingan kita sendiri," ujar Iman, dalam Diskusi Publik INDEF bertajuk Perang Dagang dan Guncangan Pasar Keuangan, Kamis (17/4).

Sementara jika dilihat dari persentase proporsi ekspor-impor antara AS dan Indonesia, Iman tak menampik jika Indonesia memang lebih membutuhkan Amerika.

Sebagai catatan, nilai impor Indonesia terhadap AS berada di angka US$29,55 miliar. Angka tersebut rupanya hanya mewakili 0,90% dari total nilai impor yang dilakukan oleh AS dari berbagai negara.

Di lain sisi, nilai yang sama rupanya mewakili sekitar 11,8% dari total ekspor yang dilakukan Indonesia ke berbagai negara.

"Ketergantungan Amerika (terhadap Indonesia) itu relatif lebih kecil, hanya kurang dari 1%. Tapi ketergantungan Indonesia terhadap Amerika kurang lebih 12%, kita mesti paham posisi ini," ujar Iman.

Lebih lanjut, Iman kembali memperingatkan bahwa penopang PDB Indonesia termasuk di tahun sebelumnya masih berasal dari konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi sebesar 54,04% terhadap total PDB, sementara ekspor keseluruhan sebesar 23,01% terhadap PDB.

Sebab itu, menurut Iman, Indonesia perlu berpikir lebih kompleks dalam hal diplomasi ekonomi dengan AS. Terkait hal ini, Iman menyayangkan Indonesia yang kehilangan momentum, lantaran kosongnya posisi Duta Besar RI untuk AS yang sudah tak terisi selama dua tahun, pasca tampuk terakhir dijabat oleh Rosan Roeslani.

"Berapa tahun itu Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat kosong, jadi kita kehilangan momen untuk melakukan diplomasi lebih intensif," imbuhnya.

Terakhir, Iman juga memperingati agar pemerintah tetap waspada terhadap keputusan yang dilakukan Donald Trump meski kebijakan tarif saat ini sedang ditangguhkan.

Pasalnya, sikap Trump yang dikenal kerap mengambil keputusan tak terduga membuat berbagai pihak tidak dapat memprediksi langkah selanjutnya yang akan dilakukan Presiden AS tersebut.

"Sekarang dibuka jalur negosiasi selama 90 hari, tapi apakah dia akan konsisten? Pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa dia tidak akan pernah bisa konsisten bahkan terhadap janji politik ke rakyatnya sendiri, apalagi ke Indonesia yang tidak ada kaitan langsung dengan kepentingan politik dia," pungkas Iman.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar