c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Januari 2025

12:52 WIB

Mulai 1 Januari 2025, Wajib Pajak Bisa Akses Layanan Coretax DJP

Layanan ini memungkinkan untuk lebih efisien mengelola laporan pajak, melakukan pembayaran, dan memanfaatkan berbagai fitur lain yang sebelumnya memerlukan waktu dan proses manual yang lebih panjang

<p>Mulai 1 Januari 2025, Wajib Pajak Bisa Akses Layanan Coretax DJP</p>
<p>Mulai 1 Januari 2025, Wajib Pajak Bisa Akses Layanan Coretax DJP</p>

Ilustrasi. Suasana kelas pajak Coretax di Pekanbaru. dok.DJP

JAKARTA - Mulai tanggal 1 Januari 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi membuka akses bagi Wajib Pajak untuk menggunakan layanan pajak terbaru bernama Coretax. Sistem ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan kemudahan dalam proses perpajakan di Indonesia.

Dengan hadirnya Coretax, Wajib Pajak, baik individu maupun badan usaha, kini memiliki solusi digital yang lebih modern untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Layanan ini memungkinkan mereka untuk mengelola laporan pajak, melakukan pembayaran, dan memanfaatkan berbagai fitur lain yang sebelumnya mungkin memerlukan waktu dan proses manual yang lebih panjang.

Implementasi Coretax merupakan bagian dari transformasi digital yang dilakukan oleh DJP, untuk mendukung tata kelola perpajakan yang lebih transparan, akurat, dan cepat. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi potensi kesalahan administrasi, mempermudah akses informasi perpajakan, serta memberikan pengalaman yang lebih baik bagi Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban mereka.

Bagi masyarakat yang belum familiar dengan layanan ini, DJP juga telah menyiapkan berbagai saluran pendukung, seperti panduan penggunaan dan layanan pelanggan, agar setiap Wajib Pajak dapat memanfaatkan Coretax secara optimal.

Cara mengakses layanan Coretax

Berikut adalah langkah-langkah untuk mengakses layanan Coretax dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan menggunakan akun DJPOnline:

1. Akses Laman Coretax
 Akses laman https://www.pajak.go.id/coretaxdjp

2. Login Dengan Identitas Pengguna
 Mulailah dengan memasukkan identitas pengguna Anda, yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sesuai dengan yang terdaftar pada sistem DJP.

3. Isi Kode Captcha
 Lengkapi kode captcha yang ditampilkan dan klik tombol "Login".

4. Atur Ulang Kata Sandi
 Anda akan diminta untuk mengatur ulang kata sandi. Pilih metode konfirmasi, apakah melalui email atau nomor telepon yang terdaftar.

5. Konfirmasi Dan Pengaturan Baru
 Buka tautan dari email atau pesan yang diterima, kemudian buat kata sandi baru dan passphrase untuk tanda tangan elektronik.

6. Akses Coretax
 Setelah selesai, Anda dapat menggunakan layanan Coretax secara penuh.

Peluncuran Coretax diharapkan dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak, yang pada akhirnya akan memperkuat kontribusi mereka terhadap pembangunan nasional.

Rasio Pajak
Dalam ulasannya, dikutip dari Antara, Rabu (1/1),M. Lucky Akbar, Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi menuturkan, Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor perpajakan, namun masih menghadapi sejumlah tantangan yang menghambat optimalisasi penerimaan pajak.

Rasio pajak Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih rendah dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Menurut data Bank Dunia, rasio pajak Indonesia pada 2022 hanya sekitar 10,8%, sementara negara-negara OECD memiliki rasio pajak sekitar 34%. Rendahnya rasio pajak ini mencerminkan bahwa banyak potensi pajak yang belum dimanfaatkan secara maksimal, terutama dalam sektor informal.

Tantangan lain adalah sektor informal Indonesia yang mencakup sekitar 60% dari tenaga kerja, sebagian besar tidak terdaftar dalam sistem perpajakan formal. Hal ini membuat banyak potensi penerimaan pajak tidak tercatat, sehingga menghambat perluasan basis pajak negara.

“Di sisi lain, transparansi dan kepatuhan pajak juga dinilai masih rendah. Meskipun pemerintah telah mengadopsi berbagai kebijakan perpajakan, tingkat kepatuhan pajak di Indonesia masih relatif rendah,” ulasnya.

Menurut hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), sekitar 40% masyarakat Indonesia menganggap pajak sebagai beban yang tidak memberikan manfaat langsung. Selain itu, masalah penghindaran pajak dan kebocoran juga masih menjadi tantangan besar.

Data Perpajakan
Selain itu, pengelolaan data perpajakan di Indonesia masih bergantung pada sistem manual yang memerlukan banyak waktu dan sumber daya. Proses verifikasi dan analisis data yang dilakukan secara konvensional sering kali menimbulkan ketidaktepatan dan ketidakakuratan informasi.

“Oleh karena itulah digitalisasi sangat penting sebagai langkah menuju efisiensi. Digitalisasi sistem perpajakan menawarkan banyak manfaat, antara lain peningkatan kepatuhan pajak,” tulisnya.

Penggunaan teknologi dalam sistem perpajakan memungkinkan adanya e-filing (pelaporan pajak secara elektronik) dan e-payment (pembayaran pajak secara online). Hal ini mempermudah wajib pajak untuk melaporkan dan membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu.

Menurut data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Indonesia, penggunaan e-filing di Indonesia terus meningkat. Pada 2021, sekitar 75% wajib pajak telah menggunakan e-filing, sebuah kemajuan signifikan dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya.

Digitalisasi juga mengurangi biaya administrasi yang terkait dengan pemrosesan data pajak. Penggunaan sistem otomatis memungkinkan pemrosesan lebih cepat dan meminimalisir kesalahan manusia. Sebagai contoh, penggunaan e-faktur untuk faktur pajak membantu mengurangi potensi pemalsuan faktur dan memudahkan verifikasi transaksi.

Dari segi transparansi dan akuntabilitas, teknologi dapat meningkatkan transparansi dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran pajak. Setiap transaksi pajak yang tercatat dalam sistem digital dapat dengan mudah dipantau dan diawasi oleh pihak berwenang.

Hal ini juga memungkinkan publik untuk memantau bagaimana pajak digunakan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.

Sistem digital memungkinkan pemerintah untuk memberikan layanan yang lebih baik dan lebih cepat kepada wajib pajak, seperti memberikan informasi terkait kewajiban pajak, status pembayaran, dan bantuan terkait prosedur pajak secara online. Hal ini dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan memperbaiki hubungan antara pemerintah dan masyarakat.

Database Berbasis AI
Penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam pengelolaan data perpajakan memberikan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas analisis dan pengambilan keputusan. Beberapa manfaat utama AI dalam pengelolaan pajak antara lain analisis data yang lebih cepat dan akurat.

AI dapat memproses sejumlah besar data perpajakan dalam waktu singkat. Dengan kemampuan untuk menganalisis pola-pola transaksi, AI dapat membantu otoritas pajak mengidentifikasi potensi penghindaran pajak dan mencocokkan data antara wajib pajak dengan data pihak ketiga (seperti data perbankan, transaksi bisnis, dll). Misalnya, sistem AI dapat digunakan untuk mendeteksi ketidaksesuaian antara laporan pajak yang diajukan oleh wajib pajak dan data transaksi yang tercatat di lembaga keuangan.

AI juga dapat digunakan untuk memantau kepatuhan pajak secara otomatis, mengidentifikasi pelanggaran, dan mengirimkan peringatan kepada wajib pajak atau petugas pajak. Dengan kemampuan untuk memproses data secara real-time, AI dapat membantu mendeteksi aktivitas yang mencurigakan atau adanya upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh individu atau perusahaan besar.

Pemanfaatan kecerdasan buatan juga memungkinkan kita untuk membuat personalisasi layanan untuk wajib pajak. Dengan analisis berbasis AI, sistem perpajakan dapat memberikan rekomendasi atau layanan yang lebih personal kepada wajib pajak. Misalnya, AI dapat membantu wajib pajak memahami kewajiban perpajakan mereka dengan memberikan panduan dan pengingat berbasis data historis mereka.

Disamping itu, AI juga meningkatkan prediksi dan perencanaan fiskal. Dengan menganalisis data yang ada, AI dapat membantu pemerintah meramalkan penerimaan pajak di masa depan dengan lebih akurat. Hal ini dapat membantu perencanaan fiskal yang lebih efektif, memungkinkan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran negara dengan lebih efisien dan tepat sasaran.

Jeffrey Sachs, Ekonom Universitas Columbia berpendapat, digitalisasi adalah langkah penting dalam reformasi perpajakan. "Digitalisasi dapat membantu meningkatkan transparansi dan memperbaiki efisiensi pengelolaan penerimaan pajak. Sistem digital yang baik tidak hanya mempermudah wajib pajak tetapi juga mengurangi peluang terjadinya kebocoran pajak," tuturnya.

Sementara Paul Collier, Profesor Ekonomi Universitas Oxford menyarankan, agar Indonesia fokus pada penggunaan teknologi untuk memperluas basis pajak. "Dengan adopsi teknologi canggih, Indonesia dapat meminimalkan ketergantungan pada sektor formal dan memperluas pengumpulan pajak dari sektor informal yang besar," ujarnya.

Adapun Ngozi Okonjo-Iweala, Direktur Jenderal WTO, menyatakan, penggunaan AI dalam perpajakan akan mengurangi penghindaran pajak. "AI memungkinkan pengawasan perpajakan yang lebih efektif dan deteksi dini terhadap potensi penghindaran pajak. Ini sangat penting bagi negara berkembang yang sering kali menghadapi masalah kepatuhan pajak," tandasnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar