c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 Agustus 2021

16:21 WIB

Mimpi Kembalikan Kejayaan Maritim Lewat Makassar New Port

Volume barang yang diekspor lewat direct call Makassar New Port meningkat. Pelindo IV melengkapi dukungan pada Makassar New Port dengan pembangunan Dry Port di Sidrap.

Editor: Fin Harini

Mimpi Kembalikan Kejayaan Maritim Lewat Makassar New Port
Mimpi Kembalikan Kejayaan Maritim Lewat Makassar New Port
Alat berat beroperasi di area pembangunan proyek Makassar New Port tahap kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/8/2021). ANTARAFOTO/Abriawan Abhe

MAKASSAR - Provinsi Sulawesi Selatan dengan panjang pantai hampir 2.000 kilometer persegi dan 362 pulau kecil, berpotensi besar menjadi pusat poros maritim di wilayah timur Indonesia.

Sejarah pun mencatat, Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan, memiliki pelabuhan yang menjadi pusat perdagangan nusantara pada abad ke-16. Dilansir dari Antara, Pelabuhan Makassar menjadi pusat niaga rempah-rempah maupun nonrempah seperti beras dan kain tenun.

Kemonceran Pelabuhan Makassar tak lepas dari penaklukan Malaka oleh Portugis pada 1511, sebagai upaya menguasai lalu lintas di Selat Malaka. Peristiwa itu mendorong pedagang mencari rute alternatif, seraya melintasi Semenanjung dan melalui pantai barat Sumatera ke Selat Sunda. Pergeseran itu kemudian melahirkan pelabuhan perantara baru di Aceh, Tenasserim, Ayutthaya, Patani, Pahang, Johor, Banten, Manila, Makassar, Brunei, Kamboja, Gampa dan Hoi An.

Pada abad ke-17, Makassar dikenal sebagai pengekspor pakaian terkemuka di Nusantara. Proses ini diperkuat oleh berhasilnya sejarah Makassar menjadikan dirinya sebagai titik pusat bagi pedagang rempah-rempah dan oleh penaklukannya atas pusat-pusat ekspor Sumbawa serta Selayar.

Untuk mengembalikan kejayaan Pelabuhan Makassar, upaya digelar. Salah satunya lewat Proyek Strategis Nasional (PSN) Makassar New Port.

Pemerintah pusat berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Sulsel dan PT Pelabuhan Indonesia telah memulai pembangunan Makassar New Port pada Mei 2015, dengan anggaran pada tahap awal senilai Rp2,51 triliun.

Direktur Utama PT Pelindo IV periode 2018-2020, Farid Padang, mengatakan proyek MNP dengan total lahan 1.428 hektare dibagi dalam tiga tahap. Di tahap I, proses pembangunannya dibagi lagi per paket, yaitu Paket A, B, C dan D.

"Ini adalah proyek karya anak bangsa dan nilai investasinya sebesar Rp89,57 triliun," ujarnya.

Untuk pengerjaan Paket I B menghabiskan anggaran total sebesar Rp1,66 triliun. Rencananya, Paket IB akan selesai pada 2022. Setelah rampung, akan dilanjutkan Paket I C dengan besaran biaya Rp2,69 triliun dan Paket I D dengan total investasi sebesar Rp6,14 triliun.

Sementara untuk pembangunan MNP Tahap II yang pembangunannya bakal dimulai pada 2022 hingga 2025, pihaknya menargetkan investasi yang bakal diserap sebesar Rp10,01 triliun.

"Untuk pembangunan MNP Tahap III atau tahap akhir itu akan di bangun tahun 2022 hingga 2025 dengan biaya investasi sebesar Rp66,56 triliun," katanya.

Hingga rampungnya proyek strategis nasional itu, MNP akan memiliki dermaga yang panjangnya sekitar 9.923 meter dengan kapasitas terpasang sebesar 17,5 juta TEUs per tahunnya.

Direct Call
Tak hanya penguatan dari sisi infrastruktur, Pemprov Sulawesi Selatan telah berupaya agar ada akses pelayaran langsung alias direct call bisa dilakukan.

"Sejak 10 tahun lalu kita berjuang dan Alhamdulillah di tahun ketujuh saya jadi gubernur itu sudah bisa tercapai sekarang dan itu dipenuhi oleh Pak Doso (Direktur Utama Pelindo IV)," kata Syahrul Yasin Limpo kala masih menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.

Dia mengatakan, direct call ini merupakan jalur pelayaran langsung Internasional yang dimulai dari Makassar menuju Hongkong dan Kota Dili, Timor Leste, dimulai pada 2016.

Sementara itu, Direktur Utama Pelindo IV periode 2015-2018 Doso Agung mengatakan, direct call melalui TPM merupakan salah satu terobosan yang dilakukan pihaknya.

Pihaknya memang berencana membangun interkonektivitas di Indonesia Timur untuk menjamin ketersediaan muatan, sehingga pelayaran dari dan ke Makassar-Hongkong dan Makassar-Dili dapat dilakukan secara rutin setiap minggu.

Dengan rute yang ada sekarang ini yakni Pelabuhan Makassar-Jakarta-Bututu-Manila-Batangas (Filipina), Hongkong-Shekou (Cina)-Manila serta Cebu.

"Dari sisi pendapatan perusahaan sendiri, dengan adanya terobosan ini kami optimistis bisa mendongkrak pendapatan Pelindo IV antara 10% hingga 15% pada tahun depan," katanya beberapa waktu lalu.

Doso Agung juga mengungkapkan, direct call merupakan salah satu upaya pihaknya untuk mengembalikan kejayaan Kota Makassar yang memang dikenal sebagai Kota Bandar Pelabuhan di masa lalu. Dengan begitu, masyarakat Kota Makassar dan Sulsel pada umumnya akan dapat menikmati barang yang murah dan juga bisa meningkatkan pendapatan daerah Sulsel.

Pelindo IV juga menyiapkan tiga pelabuhan untuk kegiatan direct call atau pengiriman langsung ke luar negeri guna mendukung pasar komoditas di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

Pengganti Doso Agung, Farid Padang, mengatakan selama ini Makassar selalu menjadi hub untuk direct call dan direct export dari KTI. Berkaitan dengan hal itu, maka pihaknya juga menyiapkan pengiriman langsung ke luar negeri melalui SeaLand dari Terminal Peti Kemas Kariangau, sehingga sudah ada tiga pelabuhan kelolaan Pelindo IV yang melakukan kegiatan pelayaran langsung ke luar negeri.

"Terminal Peti kemas Makassar (TPM), Makassar New Port (MNP), dan Terminal Peti kemas Kariangau, sehingga kompetisi kegiatan ekspor juga akan terbagi dan volumenya jadi bertambah," kata Farid.

Pelepasan ekspor komoditas pertanian serentak di Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (14/8/2021). ANTARAFOTO/Abriawan Abhe

Ancaman
Namun, keberadaan direct call terancam tak berlangsung lama tanpa adanya kepastian stok komoditas di Pelabuhan Makassar.

Masukan tersebut dilontarkan Mantan Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (AFLI/ALFI) M Akbar Djohan. Ia meminta pemerintah daerah agar menghadirkan pembentukan Pusat Logistik Berikat (PLB) agar terdapat jaminan stok komoditas di Makassar, agar direct call tak ditutup seperti daerah lainnya.

"Direct call di Makassar ini terancam akan tutup kalau permasalahan shipping line ini tidak diatur dengan baik, itu jika pemerintah daerah tidak tanggap," ujarnya.

Ia mencontohkan, penutupan jalur pelayaran langsung internasional atau direct call Bitung, Sulawesi Utara. Jika Makassar tidak berbenah, lanjutnya, maka direct call ini pasti akan ditutup.

"Permasalahan shipping line jelas akan sulit masuk Makassar, jika pemerintah daerah tidak menjamin stok komoditas ekspor di Sulsel," katanya saat acara Temu Pengusaha & Outlook Bisnis Logistik di Makassar beberapa waktu lalu.

Ia menyebutkan, upaya menjadikan Makassar sebagai gerbang pintu masuk seluruh proses pengiriman barang untuk wilayah timur menjadi tantangan utama yang dihadapi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Kendala yang dihadapi pengusaha saat ini adalah biaya pengiriman yang tergolong mahal, proses administrasi perizinan, pemeriksaan barang dan ketentuan ekspor lainnya juga disebut menyulitkan pengusaha logistik.

"Pengusaha tentu mencari yang mudah. Apalagi saat ini kebanyakan pengusaha logistik di Sulsel mengekspor barang melalui pelabuhan lain, seperti Jakarta dan Surabaya," jelasnya.

Pemilihan pelabuhan lain itu, lanjut Akbar, karena di Makassar tidak memiliki PLB. Akbar berharap agar pemerintah provinsi bisa memikirkan hal ini dan segera mengajak para pengusaha di DPD ALFI membahas rencana pembangunan PLB tersebut tanpa harus memulai dari nol pembangunannya.

Masukan dari ALFI bersambut. Pemprov Sulsel yang tidak ingin upayanya mengalami kemunduran kemudian mulai merespons dengan membangun PLB dan fasilitas Pengusaha Dalam Pusat Logistik Berikat (PDPLB). Diharapkan PLB dan PDPLB pertama yang dibangun di Sulsel itu menjadi mendorong harmonisasi seluruh instansi terkait dan mewujudkan efisiensi.

Program direct call dinilai menuai hasil. Direktur Utama Pelindo IV saat ini, Prasetyadi, menyebutkan Pelindo IV mulai memetik buah manis dari upayanya memasuki pasar dunia. Dari awalnya hanya 30 box kontainer per minggu yang bisa dibawa SITC ke negara-negara di Asia, selang empat tahun kemudian jumlah itu naik menjadi 300 box untuk sekali angkut. Pasar yang ditembus juga meluas, mencakup pasar Eropa, Amerika Serikat juga Australia.

“Kawasan Indonesia Timur (KTI) memiliki cukup banyak komoditas unggulan. Wilayah ini cukup kaya dengan barang kebutuhan masyarakat di luar negeri dan pasar global sebenarnya masih cukup terbuka dengan hal ini, sehingga kami mencoba untuk memanfaatkan kesempatan itu dengan baik,” kata Prasetyadi, Agustus 2020 lalu.

Beberapa pelabuhan kelolaan Pelindo IV disebut mendukung program direct call dan direct export. Sebut saja Pelabuhan Pantoloan, Kendari, Balikpapan, Ambon, Jayapura dan Bitung. Dengan komoditas unggulan yang diekspor yaitu hasil perikanan, perkebunan dan kehutanan seperti plywood dari Papua.

Dari pelabuhan-pelabuhan tersebut, komoditas unggulan masing-masing wilayah dikirim ke luar negeri melalui Pelabuhan Makassar sebagai hub.

“Bahkan untuk Bitung tidak lagi melalui Pelabuhan Makassar, tetapi langsung mengirim komoditas yang ada ke Davao, Filipina,” ujarnya.

Ia menyebutkan, manfaat besar dirasakan negeri ini dengan adanya pelayaran langsung ke luar negeri tersebut.

Bagi masyarakat Indonesia, khususnya di KTI, tidak perlu lagi khawatir dengan harga barang yang melambung. Direct call dan direct export, terbukti dapat memangkas disparitas harga barang yang selama ini cukup tinggi antara wilayah barat dan timur Indonesia.

Terjadi efisiensi waktu pengiriman, sehingga barang yang tiba masih dalam keadaan fresh dan menjadikan nilai barang tetap tinggi jika dibandingkan barang tiba dalam waktu perjalanan yang cukup lama karena masih harus mengalami proses handling lagi di Jakarta atau Surabaya.

Selain itu juga memangkas waktu tunggu kapal atau dwelling time. Ketersediaan barang juga selalu terjaga karena waktu tiba barang menjadi lebih cepat dibandingkan harus melalui Tanjung Perak, Surabaya atau Tanjung Priok, Jakarta. Sehingga masyarakat di KTI tak perlu khawatir dengan stok barang yang dibutuhkan.

Bagi daerah lanjut Prasetyadi, tentunya pendapatan dari pajak ekspor akan langsung masuk ke kas daerah, otomatis menambah jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Ketika belum ada direct call dan direct export dari Makassar, pajak ekspor masuk ke daerah laidin padahal barang yang diekspor dari KTI. Selain itu, masyakarat luar juga mengenal barang yang dikirim berasal dari Surabaya atau Jakarta, sementara yang sebenarnya adalah komoditas yang diekspor berasal dari wilayah-wilayah di KTI,” tukasnya.

Terkini, untuk mendukung Makassar New Port, Pelindo IV membangun Dry Port di Sidrap yang akan menjadi hub atau persinggahan barang untuk wilayah Utara di Sulawesi Selatan.

Dry port ini dinilai mendekatkan pelayanan ekspor ke daerah, juga merupakan upaya menekan dwelling time atau waktu tunggu barang loading ke kapal di Makassar New Port.

Prasetyadi menuturkan, MoU tentang Kerja Sama Pelayanan Jasa Kepelabuhanan dan Bidang Lainnya Di Kabupaten Sidenreng Rappang Provinsi Sulawesi Selatan yang ditandatangani pada Kamis (19/8), fokus pada pelayanan jasa kepelabuhanan dan bidang perdagangan lainnya di Kabupaten Sidrap.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar