c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

25 November 2024

19:52 WIB

Menyulap Serat Goni Jadi Tas Cantik Yang Eco-Friendly

EthneeQ menyulap serat goni dan kain perca tenun endek Bali dan batik dari limbah fesyen menjadi produk tas fashionable yang ramah lingkungan alias eco-friendly.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Rikando Somba

<p id="isPasted">Menyulap Serat Goni Jadi Tas Cantik Yang&nbsp;<em>Eco-Friendly</em></p>
<p id="isPasted">Menyulap Serat Goni Jadi Tas Cantik Yang&nbsp;<em>Eco-Friendly</em></p>

Produk fesyen eco friendly dari Ethneeq. Sumber: Instagram/Ethneeq

JAKARTA - Sobat Valid pasti tahu, beberapa daerah di Indonesia sudah menggalakkan penggunaan tas belanja berbahan kain guna mengurangi pemakaian kantong plastik sekali pakai yang notabene sulit terurai. Di antaranya, Bali dan Jakarta.

Kesadaran untuk mengurangi sampah plastik inilah yang menginspirasi Dian Susanti (48 tahun) mendirikan EthneeQ, bisnis produk fesyen eco-friendly.

Sesuai cita-cita menghasilkan produk yang eco-friendly, UMKM EthneeQ menggunakan bahan natural yang mudah terurai atau biodegradable, sehingga tidak merusak lingkungan. Salah satunya, bahan goni yang terbuat dari serat kulit pohon.

"Awalnya memang mencari bahan bukan dari plastik, dan kalau rusak mudah diurai tanah. Nah, waktu itu aku ketemu bahan goni, dan goni pemakaiannya belum semarak seperti sekarang kan, jadi sambil mengenalkan," ujarnya kepada Validnews, Sabtu (16/11).

Dian yang berdomisili di Bali menceritakan, pada 2018 pemerintah daerah (pemda) mulai melarang penggunaan plastik dan menggantikannya dengan tas spunbond. Namun ternyata tas ini menumpuk juga di rumah dan tidak terpakai. Ah, jadi sama saja seperti plastik, pikir Dian. Ia pun merasa sayang kalau tas kain spunbond hanya dibeli untuk sekali pakai begini.

"Dari Pemda Bali ada larangan tas belanja sekali pakai, tas plastik sudah enggak boleh. Sudah kebiasaan, pas belanja enggak pernah bawa tas belanja sendiri dan selalu beli (tas spunbond), lama-lama jadi numpuk," katanya.

Dian pun memutar otak untuk mengurangi keduanya, plastik dan tas spunbond. Dia ingin menyuguhkan tas belanja yang orang-orang bakal suka desainnya dan selalu ingat untuk dibawa ke mana-mana.

Awalnya, EthneeQ hanya membuat tas totebag dari kain belacu. Namun itu tak berlangsung lama, karena dia terinspirasi membuat tas fashionable dari bahan goni yang menampilkan kesan rustic.

"Waktu saya nemu bahan goni, saya coba bikin tas belanja dengan melihat tutorial sendiri dari YouTube, terus saya lukis, saya bawa-bawa ke mana-mana dan banyak yang suka, banyak yang nanya beli di mana," ucapnya.

Sederet pertanyaan orang sekitar membuat Dian tergugah menjadikan tas goni sebagai bahan utama tas besutannya. Percobaan demi percobaan dilakukan di awal Dian merintis usaha, sekitar tahun 2018-2019.

Setelah berhasil dibuat menjadi tas, hasilnya membuat Dian gembira. Ternyata, banyak juga yang membeli tas goni buatannya. Mulai dari perseorangan, travel agent, wedding organizer yang memesan ratusan pieces sebagai souvenir pernikahan, hingga menjadi merchandise buat acara G20 di Bali.

Dian mengaku, tas goni ramah lingkungan seperti milik EthneeQ ini lebih banyak diapresiasi oleh orang asing. Kebetulan, sambungnya, orang Bali banyak yang menikah dengan orang asing alias bule.

Jadi, pilihan souvenirnya pun pasti mencari produk yang eco-friendly. Melihat peluang pasar ini, Dian makin semangat mempromosikan bisnisnya, dan ia ingin melakukan inovasi ke depannya, agar produk maupun usahanya lebih sustainable.

"Rata-rata yang mengapresiasi tuh tamu-tamu asing, atau justru orang luar Bali. Pemesanan via online juga kebanyakan luar Bali. Produk kita memang semaksimal mungkin semua pakai natural," terang Dian.

Produk fesyen eco friendly dari Ethneeq. Sumber: Instagram/Ethneeq 

Kombinasi Goni dan Limbah Fashion
Tidak hanya menggunakan goni tok, produk-produk EthneeQ juga dikombinasikan dengan sisa kain tenun endek Bali, dan kain perca motif batik khas daerah lainnya. Paduan warna coklat goni serasi sekali dengan warna-warna ngejreng seperti biru, merah, kuning dan hijau.

Di balik paduan warna yang asik, Dian memiliki alasan lain, yakni turut mengurai masalah yang ada di industri fesyen. Selain plastik, Dian menyampaikan, fesyen juga menjadi penyumbang limbah di semua tahap, mulai dari kain dan benang diproduksi hingga setelah pakaian tak lagi digunakan.

Karena limbah fashion dari para penenun, industri garmen ataupun bisnis rumahan, tidak langsung terurai, Dian ingin ikut menyumbang langkah mengurangi jumlah sampahnya. Salah satunya dengan memanfaatkan aneka limbah perca itu sebagai bahan baku produknya.

"Kita bantu penenun-penenun juga, karena kain tenun endek itu (sisa) percanya kan banyak. Nah perca-perca itu yang kita olah buat jadi kombinasi di produk-produk kita," terang Dian.

Voila, goni plus perca endek disulap menjadi tas eco-friendly yang fashionable.

Mengkombinasikan goni dan perca endek atau batik terus ditekuni Dian sejak awal, hingga menghasilkan produk andalan EthneeQ yang dikenal sampai luar negeri.

"Pelan-pelan kita beralih ke bahan yang ramah lingkungan. Sekarang isunya juga fashion, karena fashion juga salah satu penyumbang limbah terbesar kan, gimana caranya kita membuat brand ramah lingkungan," kata Dian.

Pasokan sisa kain perca dan tenun endek Dian beli dari para pelaku usaha garmen di Bali ataupun Jawa. Ini dinamakan proses upcycle, yakni menggunakan kembali atau mendaur ulang produk lama menjadi produk baru. Tentunya, hasil produk menjadi lebih berkualitas dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

"Saya mengambil kain perca dan endek dari garmen di sini. Sisa kain mereka potongannya ada yang besar dan kecil, kita manfaatkan jadi macam-macam, ada topi, dompet, tas," ucapnya.

Di EthneeQ, kain perca dan tenun endek yang tak terpakai dijahit lagi menjadi aksesori, tas, dompet dengan model baru. Ini solusi bisnis Dian, mengurangi limbah dan menampilkan produk yang trendi penuh kreativitas.

"Perca-perca itu enggak jadi limbah kan, enggak jadi sampah, tapi bisa dimanfaatkan, bisa mempercantik pouch kita, dompet kita gitu," imbuh Dian.

Sementara, bahan goni didapatkannya dari kerja sama dengan pabrik penghasil goni. Dian membeberkan, pabrik tersebut masih mengimpor tali-tali serat goni mentah dari India sebelum dipintal menjadi bahan goni. Sebab, India dan Bangladesh merupakan dua produsen utama goni.

Menurut Founder EthneeQ, Indonesia sendiri belum bisa membudidayakan tanaman penghasil serat goni. Itu sebabnya, industri domestik masih banyak mengimpor bahan mentah dari luar.

Diangkut Sampai Luar Negeri
Perpaduan unik antara goni dan wastra nusantara EthneeQ menggugah perhatian pelanggan domestik maupun internasional. Di Indonesia, banyak fashionista, anak muda, dan orang dewasa yang membeli produknya.

Tidak jarang juga komunitas hingga kementerian/lembaga memborong produk EthneeQ. Biasanya, untuk dijadikan souvenir bagi para delegasi pertemuan bilateral.

Tidak hanya itu, ada juga pelanggan individu maupun butik dari luar negeri yang membeli produk EthneeQ. Namun, Dian mengaku, ekspor EthneeQ ke mancanegara masih tergolong sedikit, tidak sampai 100 pcs.

EthneeQ juga baru melaksanakan ekspor setelah 5 tahun bisnisnya berjalan, tepatnya pada tahun 2023. Adapun negara tujuan ekspornya meliputi Australia, Myanmar, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

"Kemarin paling banyak ke Australia 35 pcs, lalu paling sedikit itu kirim ke Myanmar 2 pcs, karena dia masih nyoba untuk sampel jadi beli model," ujar Dian.

Dia menyebut, produk EthneeQ yang dikirim ke mancanegara itu kebanyakan tas seperti sling bag, purse, hingga ransel. Sementara di Tanah Air, produk paling disukai itu handbag, pouch, dan purse.

Founder EthneeQ juga menyampaikan, produk ramah lingkungan ini berhasil menggaet customer perempuan maupun pria, dengan rentang usia 18 tahun, serta 25-40 tahun. Konsumen juga biasanya dari kelas para pekerja dan pebisnis.

"Harga kita kan lumayan pricey ya, jadi rata-rata yang paling banyak beli itu kisaran 25-45 tahun karena mereka sudah berpenghasilan. Kalau umur 18 tahun biasanya beli tote bag pita lucu-lucu," katanya.

Memang, menghasilkan produk fesyen ramah lingkungan tidak mudah dan tidak murah. Berbagai jenis tas EthneeQ ini dibanderol mulai dari harga Rp185.000 hingga Rp1 juta.

Perjalanan Bisnis Omzet Puluhan Juta
Dian menerangkan, mengekspor produk fesyen ramah lingkungan menjadi salah satu solusi untuk menjaga keberlangsungan usaha. Sebab, di tahun 2021-2022, bisnis EthneeQ merangkak lagi setelah dihantam pandemi.

Perjalanan Dian merintis EthneeQ bukannya mulus-mulus saja. Dia masih menjadi karyawan perusahaan swasta ketika memutuskan buka bisnis. Tak hanya itu, dia juga sambil bekerja sebagai dropshipper.

Memang, bukan produk EthneeQ yang dijual ketika menjadi dropshipper, melainkan barang milik orang lain. Karena Dian berperan sebagai penjual yang menjajakan berbagai jenis barang dari berbagai daerah di platform online.

"Sebenarnya 2018 sampai 2019 itu belum produksi sendiri. Kita masih dropship, waktu itu kan baru mulai jualan secara online," tuturnya.

Akhirnya, terkumpullah modal sekitar Rp50 juta untuk mendirikan EthneeQ. Kira-kira Rp40 juta didapatkan dari bekerja sebagai dropshipper, lalu ditambah dana hibah dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) senilai Rp12 juta.

Modal itu dipakai untuk membeli mesin jahit, meja kantor, menambah komputer, printer, kamera untuk memfoto produk. Kemudian, membeli peralatan menjahit, rak, manekin, bahan baku kain, benang, dan zipper.

Pada 2018, rupa tote bag dan tas belanja buatan EthneeQ masih sangat sederhana. Jahitannya pun tidak memiliki kreasi yang fantastis, simple saja. Saat itu Dian memang masih menggarap bisnis ini seorang diri. 

Meski sudah berhasil menggaet pembeli, namun diakui Dian, konsep produknya masih terlalu sederhana dan belum berkembang. Omzetnya yang mencapai Rp100 juta per bulan pun nyatanya ditopang usaha dropshipping, bukan bisnis tas.

Pada 2020, Dian mulai rajin mengikuti banyak pelatihan, termasuk Inkubator Bisnis Tohpati di Denpasar, Bali. Inkubator ini merupakan balai diklat dari unit vertikal Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Selama masa inkubasi bisnis kurang lebih setahun, Dian mendapatkan pendampingan dan berbagai ilmu baru untuk mengembangkan usaha. Dia juga didorong untuk menjalin kemitraan dan menambah anggota baru untuk menjalankan usaha.

Pada 2020, dia resmi bermitra dengan para penjahit lepas dan merekrut satu orang penjahit inhouse. Pun, ia mendirikan rumah produksi kecil-kecilan atau workshop di daerah Batubulan, Kabupaten Gianyar, Bali.

Dian juga menggaet seorang partner kerja yang menjadi Co-Founder EthneeQ di tahun yang sama. Pada 2024 ini, tim EthneeQ resmi beranggotakan 14 orang yang sama-sama menjalankan visi untuk menghasilkan produk fesyen berkelanjutan.

Tim terdiri dari 4 orang manajerial yang meng-handle bagian produksi, humas dan pemasaran, serta melakukan riset. Kemudian, 2 penjahit inhouse, serta 8 orang penjahit rekanan.

"Awal waktu produksi sendiri, yang tas belanja itu kan sederhana banget ya. Menjahitnya cuma kotak dikasih kali doang. Tapi waktu saya masuk di inkubasi bisnis Tohpati diajarin kita harus bikin tim," ungkap Dian.

Sayangnya, saat tim telah terbentuk dan siap mengembangkan bisnis, ternyata semua lini usaha dihantam pandemi covid-19 pada 2020. Berbagai rencana harus dibatalkan. Energi yang ada dialihkan untuk membuat bisnis tetap bertahan di tengah omzet yang terjun bebas.

Untungnya, bisnis EthneeQ ditopang tingginya permintaan masker kain. Tempo itu, masker medis yang biasa dijual di toko ludes diborong hingga pemerintah mengarahkan masyarakat untuk memakai masker kain.

EthneeQ kebagian memproduksi sekitar 15.000 masker. Meski omzet kebanting, hanya Rp15-Rp25 juta, namun berkat permintaan masker ini bisnis EthneeQ tetap hidup.

Pada 2021-2022, bisnis mulai bangkit karena ditopang pesanan via platform online. Karena ada pembatasan mobilisasi fisik, konsumen justru membludak memesan di e-commerce dan website. Omzetnya pun stabil di Rp20-25 juta per bulan.

Pada 2023-2024, produk EthneeQ makin dikenal seiring Dian kerap mengikuti pelatihan dan pameran nasional. Dian menyebut, omzet usahanya bisa tembus Rp50 juta per bulan.

"Di 2020-2021 itu benar-benar berjuang banget. Apalagi Bali benar-benar terpuruk kan tahun-tahun itu. Jadi 2022 baru mulai menggeliat, sudah mulai naik lah (omzetnya)," tutur Dian.

Dian juga aktif mendapatkan pendanaan dan fasilitas. Di antaranya, hibah dari dua kementerian sekitar Rp34 juta, Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Mandiri Rp50 juta. Kemudian, pada 2023 Dian mendapat bantuan permodalan untuk UMKM binaan Pertamina senilai Rp125 juta, serta mendapatkan kemudahan membentuk Perseroan Terbuka (PT) dari Kemenkumham pada 2023.

Ingin Merekrut Teman Tuli
Karena bisnis fesyen eco-friendly EthneeQ sudah cukup settle, Dian membagikan rencana timnya ke depan kepada Validnews. Ia menargetkan untuk meluncurkan produk baru pada 2025.

Produk tersebut berupa tas dan pouch yang berasal dari olahan upcycle dan recycle limbah fesyen, seperti perca dan baju bekas. Itu akan di-recycle atau dihancurkan kemudian diolah menjadi barang baru.

"Kita bakal fokus mengembangkan fashion untuk upcycle dan recycle. Kalau kemarin fokusnya bahan natural atau ramah lingkungan, tapi itu akhirnya nyumbang sampah juga," tutur Dian.

Dia mencontohkan, pihaknya sudah membuat prototipe tas ransel berbahan hasil mengolah seragam Pertamina yang bekas. Selain itu, ada topi dan totebag.

Kemudian, EthneeQ akan merekrut teman tuli sebagai penjahit tas untuk beberapa proyek ke depan. Dian juga berencana memberikan pembekalan atau training di lokasi workshop kepada mereka.

"Kita bersaingnya mengarah ke situ (upcycle dan recycle). Kita juga mulai melibatkan teman-teman bisu tuli untuk proyek kita tahun depan, yang memakai bahan dari limbah-limbah itu," tutup Dian.

Setelah bertahan 7 tahun, Dian berharap ke brand lokal Bali EthneeQ tetap mampu menjaga kualitas, menghasilkan produk hijau alias eco-friendly, menggunakan bahan sekaligus tenaga kerja lokal. Juga, mendukung gerakan empowering yang memberikan dampak sosial ekonomi yang positif, terutama bagi perempuan-perempuan Bali dan kaum bisu tuli.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar