c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

13 Oktober 2023

14:57 WIB

Menuju Kota Global, Jakarta Siap Bersolek Untuk Fasilitasi Bisnis  

Saat ini Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta tengah mendalami tantangan-tantangan yang ada untuk kemudian dikemas ke dalam kebijakan yang sesuai  

Menuju Kota Global, Jakarta Siap Bersolek Untuk Fasilitasi Bisnis   
Menuju Kota Global, Jakarta Siap Bersolek Untuk Fasilitasi Bisnis   
Dengan latar belakang gedung perkantoran di SCBD, penumpang menunggu kedatangan Bus Transjakarta di Halte Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (14/10 /2020). Antara Foto/Aprillio Akbar

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan akan bersolek untuk memfasilitasi pertumbuhan bisnis. Penyediaan fasilitas yang mumpuni bagi pelaku bisnis ini, tak terlepas dari upaya Jakarta menuju kota global, setelah status Ibu Kota ditanggalkan.

"Kami tanya apa aspirasi para pelaku ekonomi global untuk tinggal di Jakarta. Ternyata adalah rumah dekat dengan kantor, sekolah internasional untuk anaknya, dan fasilitas taman dan lainnya," kata Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Atika Nur Rahmania di Jakarta, Jumat.

Aspirasi itu dia dapatkan, ketika menyelenggarakan diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion (FGD) yang salah satu pembicaranya adalah Direktur Keuangan (Chief Financial Officer) salah satu perusahaan global.

Saat itu, kata dia, Direktur Keuangan tersebut menanyakan apakah boleh bekerja untuk Indonesia, tetapi tinggal di Singapura.

"Saya kira salah satu tantangannya betul sekali bagaimana kita bisa menyediakan fasilitas kota yang mampu menarik seluruh pelaku bisnis global untuk datang ke sini," ungkapnya.

Salah satu tantangan lainnya adalah dalam hal pertukaran informasi. Dia menyebutkan semua wilayah di Jakarta belum terlayani jaringan 5G. 

"Kalau dibandingkan peta 5G antara Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, dan Singapura, maka Jakarta masih kecil," kata Atika.

Selain itu, dia mengatakan, jumlah pengguna internet di Indonesia baru 12,41 juta penduduk. Padahal salah satu infrastruktur masa depan sebenarnya adalah internet serat optik.

Dia pun menyayangkan barang tersebut hanya berdasarkan permintaan pelanggan saja dan tidak dianggap sebagai barang publik. 

"Tetapi barang ini tidak dianggap sebagai barang publik karena tidak dibelanjakan oleh APBD maupun APBN," tuturnya.

Tantangan lainnya antara lain perlu adanya kebijakan, pembiayaan, serta integrasi moda transportasi nasional dan internasional, untuk merangsang tumbuhnya perusahaan rintisan (unicorn).

Selain itu, perlu juga ada pemenuhan akses pendidikan tinggi dan pembiayaan di bidang riset dan inovas. Kemudian, tambahan daya tarik pariwisata (tourist attractions) dan fasilitas penunjang skala internasional, serta mendorong infrastruktur dan fasilitas yang memadai untuk menampung sekretariat organisasi internasional.

Atika mengungkapkan, saat ini Bappeda DKI Jakarta tengah mendalami tantangan-tantangan tersebut untuk kemudian dikemas ke dalam kebijakan yang sesuai. "Kami secara intens melakukan pendalaman terhadap masing-masing subjek agar bisa menemukan titik yang bisa kita alokasikan segera. Ada yang jangka panjang dan ada jangka pendek," kata Atika.


Kendaraan melintas di kawasan Setiabudi, Jakarta, Rabu (23/9/2020). Antara Foto/Aprillio Akbar 

Kembali Ke Kota
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan, gerakan “Kembali ke kota” (Back to the city), dapat memperkuat potensi Jakarta sebagai pusat bisnis sebagaimana rencana pembangunan Jakarta setelah IKN Nusantara menjadi ibu kota.

“Cara supaya Jakarta siap jadi pusat bisnis adalah dengan fenomena 'back to the city', kembali ke tengah kota, karena kota di tengah itu harus dihidupkan,” kata Yayat saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

Gerakan “Kembali ke kota” merujuk pada tren masyarakat urban yang mulai berpindah dan menetap di pusat kota sehingga lebih dekat dari tempat kerja, setelah sebelumnya tinggal di pinggiran kota.
 
Yayat mengatakan, saat ini Jakarta sebagai pusat bisnis sedang meredup, sebagaimana terlihat dari loyonya aktivitas di beberapa pusat perbelanjaan dan sentra bisnis. Perkembangan pusat bisnis saat ini justru mulai beralih ke daerah-daerah pinggiran Jakarta.
 
Terlebih, kawasan bisnis utama Jakarta seperti Sudirman-Thamrin hanya ramai pada hari kerja karena kawasan tersebut dipenuhi oleh pekerja yang sebagian besar tinggal di pinggiran kota.
 
"Karena itu harus dipikirkan bagaimana merevitalisasi pusat-pusat bisnis di Jakarta yang mengalami penurunan,” kata dia.
 
Dia mengatakan, salah satu cara memacu gerakan “kembali ke kota” adalah dengan mengembangkan area-area luar ruang, tempat masyarakat dapat berkumpul sehingga membuat ramai kawasan perkotaan.
 
Beberapa daerah di Jakarta yang memiliki potensi tersebut adalah kawasan Blok M dan Dukuh Atas, tempat di mana puluhan ribu penglaju melintas setiap harinya. Apalagi, kawasan Dukuh Atas sempat menjadi lokasi tren singkat “Citayam Fashion Week” pada 2022 yang menimbulkan keramaian di pusat kota.
 
Pengembangan kota Jakarta sebagai kota global dan pusat ekonomi Indonesia sendiri, sejatinya selaras dengan yang direncanakan dalam RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang telah dimasukkan sebagai Prolegnas Prioritas 2023 oleh Badan Legislasi DPR pada September 2023.
 
Perumusan RUU DKJ juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang mengamanatkan perlunya mengganti UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Warga menyeberang jalan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (24/6/2022). Antara Foto/Sigid Kurniawan 

Pertumbuhan Bisnis
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara dan Eko Listiyanto, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) sepakat, pemindahan ibu kota tidak akan menggoyahkan pertumbuhan ekonomi dan kegiatan bisnis DKI Jakarta. 

Salah satu contoh yang relevan adalah Amerika Serikat, yang memiliki dua kota utama yakni New York sebagai pusat keuangan dan Washington, D.C. sebagai pusat administratif pemerintah.

Keduanya berkembang dan tetap menjadi pusat bisnis global dalam kapasitas mereka masing-masing. Selain itu, Malaysia memiliki pengalaman serupa dengan pemindahan ibu kota dari Kuala Lumpur ke Putrajaya.

Kuala Lumpur tetap tumbuh sebagai pusat bisnis utama, sementara Putrajaya berfokus pada fungsi administratif. Pemisahan ini memungkinkan Kuala Lumpur untuk tetap menjadi pusat bisnis yang kuat di Malaysia dan Asia Tenggara.

Catatan saja, berdasarkan data dari Pemprov DKI Jakarta, pada kuartal kedua tahun 2023, angka pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta meningkat mencapai 5,13%, naik 0,18% dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi yang positif ini didorong oleh beberapa faktor utama yang patut diperhatikan.
 
Pertama, konsumsi rumah tangga memberikan kontribusi besar sebesar 63%, menggambarkan daya beli masyarakat yang kuat. Kedua, investasi tumbuh sekitar 33,3%, menandakan Jakarta tetap menjadi magnet bagi investor, baik dari dalam negeri maupun internasional.
 
Ketiga, konsumsi Pemerintah memberikan kontribusi sebesar 13%. Hal ini mencerminkan komitmen Pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Semua faktor ini menjadi dasar ekonomi yang kuat dan beragam yang dimiliki Jakarta.


Warga melintasi pelican crossing di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (3/7/2023). ValidNewsID/Fik hri Fathoni 

Para investor, yang merupakan tulang punggung bagi perkembangan ekonomi, juga tetap percaya pada Jakarta sebagai pusat bisnis yang menjanjikan. Terlihat, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Jakarta selama semester 1 tahun 2023 mencapai Rp40,6 triliun, angka tertinggi di seluruh Indonesia. Para investor tampaknya melihat peluang emas di berbagai sektor, terutama dalam bidang transportasi, gudang, dan telekomunikasi.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Arlyana Abubakar menyebut Jakarta memiliki modalitas yang besar sebagai pusat ekonomi dan bisnis berskala global, meski Ibu kota negara pindah ke IKN. 

Arlyana menilai posisi DKI Jakarta sebagai hub yang juga didukung oleh wilayah sekitarnya sebagai megacities (Jabodetabek), semakin memperkuat posisi Jakarta untuk tetap menjadi pusat ekonomi dan bisnis.
 
Selain itu, Jakarta juga memiliki modalitas sebagai kota bisnis berskala global, yang dapat dikatakan paling memadai dibandingkan provinsi lainnya. Setidaknya jika dilihat dari sisi ketersediaan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara dengan standar internasional, serta ketersediaan transportasi publik yang beragam dan terintegrasi.
 
“Jakarta sudah punya modalitas yang besar untuk menjadi sebuah kota global. Untuk itu, kita harus terus tingkatkan sinergi kolaborasi, yang paling penting adalah punya komitmen dan semangat untuk bisa menjadikan Jakarta sebagai kota global yang sukses,” kata Arlyana.
 
Tentu saja, Jakarta juga akan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Kemacetan lalu lintas, yang telah lama menjadi masalah, harus mendapatkan solusi yang efektif. Lalu, polusi udara yang meracuni langit-langit kota, juga butuh perhatian serius yang tidak boleh diabaikan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar