25 Oktober 2021
15:42 WIB
Penulis: Zsasya Senorita
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Pembangunan infrastruktur jaringan listrik di kawasan Asia Tenggara atau ASEAN Power Grid diharapkan mampu membantu meningkatkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di kawasan tersebut. Menteri ESDM Arifin Tasrif meyakini, kebijakan ini akan mendorong pencapaian komponen EBT dengan target peningkatan kapasitas daya terpasang EBT di ASEAN hingga 35% pada 2025.
Ia mengungkapkan, pemenuhan target tersebut sesuai dengan Rencana Aksi Kerja Sama ASEAN (ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation/APAEC).
“Target ini akan mudah dicapai melalui komitmen kuat dari anggota ASEAN untuk bersama-sama mengintegrasikan strategi dan inisiatif pengembangan energi bersih dan terbarukan. Karena, ini adalah dasar yang kuat untuk kesuksesan transisi energi di masa depan yang lebih berkelanjutan, dan sangat penting bagi generasi kita berikutnya,” kata Arifin pada acara Singapore International Energy Week (SIEW) di Singapura, Senin (25/10).
Teknologi energi berikut informasinya, Arifin nilai, menjadi aspek penting dalam mendukung pemanfaatan energi di kawasan ASEAN. Ia berharap, ke depannya negara-negara ASEAN dapat saling terhubung melalui ASEAN Power Grid untuk menciptakan kawasan ekonomi regional yang berdaya saing tinggi di bidang pembangunan infrastruktur, kerja sama energi, serta teknologi, informasi dan komunikasi (TIK) menuju net zero emission.
Hingga saat ini sudah ada beberapa proyek interkoneksi jaringan sebagai bagian dari mekanisme ekspor-impor listrik EBT di ASEAN, seperti antara pulau Malaysia-Singapura (Plentong-Woodlands); Thailand-Pulau Malaysia (Sadao-Chupping, Khlong Ngae-Gurun), Indonesia-Malaysia (Kalimantan Barat-Sarawak), dan Thailand-Laos.
“Saya yakin kerja sama di antara negara-negara anggota ASEAN akan meningkat dalam waktu dekat,” tandas Arifin.
Menurut dia, penerapan teknologi tepat guna diperlukan tidak hanya untuk menjaga dan meningkatkan keandalan dan efisiensi pasokan, tetapi juga untuk mengintegrasikan energi terbarukan dan mengantisipasi sifat intermiten energi terbarukan, seperti matahari dan angin.
“Selain smart grid, ada smart meter, dan Battery Energy Storage System (BESS). Penerapan efisiensi energi ini punya pengaruh dalam efisiensi energi pembangkit,” tambahnya.
Arifin menyatakan, keberadaan inovasi smart grid mampu mengurai permasalahan sebagian besar dari pembangkit listrik. Penerapan sistem energi berkelanjutan pada smart grid diyakini akan mendukung penerapan EBT yang efisien dan andal karena mampu menganalisis beban dan produksi listrik.
“Saat ini terdapat 9 proyek smart grid yang menggunakan berbagai teknologi smart grid seperti two-way communication, smart communication, smart microgrid, dan Advanced Metering Infrastructure (AMI),” bebernya.
Arifin menyoroti rencana Indonesia mengembangkan smart grid yang disebut Nusantara Grid mulai 2025. Ide tersebut didasarkan pada kenyataan Indonesia merupakan negara kepulauan dan perlu menyediakan akses energi bagi masyarakat lokal.
“Super grid juga dimaksudkan untuk mengatasi ketidaksesuaian antara sumber daya energi terbarukan dan lokasi daerah permintaan listrik yang tinggi,” jelasnya.
Kementerian ESDM menargetkan, interkoneksi di dalam Pulau Kalimantan dan Sulawesi sudah terwujud pada 2024, sebagai bagian dari rencana pemerintah untuk interkoneksi seluruh pulau besar yaitu Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Selanjutnya pemerintah melakukan kajian untuk interkoneksi antar-pulau, yakni Super Grid yang menghubungkan pulau-pulau besar di Indonesia. Selain meningkatkan keandalan, langkah ini juga dapat mengatasi adanya over supply di suatu sistem besar, seperti yang sekarang terjadi di Pulau Jawa dan Sumatra.