29 November 2024
13:09 WIB
Menperin Targetkan Investasi Yang Masuk Ke Weda Bay Capai US$8 Miliar di 2025
Proyeksi investasi berasal dari US$5 miliar untuk pengembangan industri baterai dan smelter HPAL. Lalu, US$2 miliar untuk energi hijau dan US$1 miliar untuk pembangunan industri electrolytic aluminum
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyapa para tenaga kerja di Weda Bay Industrial Park, Maluku Utara, Kamis (28/11/2024). dok. Kemenperin
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menargetkan investasi di kawasan industri Weda Bay (IWIP), Maluku Utara mencapai US$8 miliar pada tahun 2025. Dalam pernyataan di Jakarta, Jumat (29/11) Menperin menjelaskan, angka proyeksi tersebut berasal dari US$5 miliar yang diinvestasikan untuk pengembangan industri baterai dan smelter HPAL.
Lalu, investasi sebesar US$2 miliar, untuk menerapkan prinsip energi hijau serta memperbaiki bauran energi di kawasan industri tersebut. Kemudian, pembangunan industri electrolytic aluminum PT. Kemajuan Aluminium Industry dan PT. Pioneer Aluminium Industry sebesar US$1 miliar dengan target selesai konstruksi pada 1 Oktober 2025.
Lebih lanjut, ia menyatakan dalam kunjungan kerjanya ke IWIP, Kamis (28/11), dirinya meninjau persiapan groundbreaking tiga proyek yang dibangun di kawasan industri IWIP dengan total nilai sekitar US$2 miliar. Ketiganya adalah, pabrik Battery Cell untuk EV dan Energy Storage System (ESS) PT REPT BATTERO, pabrik perakitan e-dump truck PT Qingtuo Automotive Manufacturing Indonesia, serta industri electrolytic aluminum PT Kemajuan Alumina Industry.
Ia menjelaskan, PT REPT BATTERO akan memiliki kapasitas produksi battery cell mencapai 20 GWh per tahun dan electrode sekitar 995 juta meter per tahun. Perusahaan selanjutnya, PT.Qingtuo Automotive Manufacturing Indonesia akan memproduksi kendaraan transportasi energi baru, mesin konstruksi, charging and replacing equipment, serta supporting parts and equipment, dengan total investasi mencapai US$693 juta.
Pabrik ini ditargetkan selesai dibangun dan bisa beroperasi pada Desember 2025. Penggunaan e-dump truck di area pertambangan merupakan langkah untuk mengurangi emisi karbon. Kemudian, PT Kemajuan Alumina Industry ditargetkan memproduksi electrolytic aluminum dengan kapasitas 1 juta ton per tahun dan nilai investasi mencapai US$655 juta.
Selain itu, Menperin juga meninjau industri yang akan melakukan ekspor produk perdana berupa produk hilir precursor nickel cobalt manganese hydroxide, yaitu PT Huaneng New Material yang berkapasitas produksi 50.000 ton per tahun.
Memanfaatkan EBTSebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pemerintah akan membuat peraturan untuk memanfaatkan EBT di dalam industri-industri smelter secara bertahap dan perlahan, dari sebelumnya menggunakan batubara sebagai sumber energi listriknya.
"Di Weda Bay itu membangun industri hilirisasi dari bahan baku nikel. Sekarang dia sudah punya kurang lebih sekitar 8-10 gigawatt, artinya 8-10 ribu megawatt," tuturnya.
Bahlil menyebutkan, sudah berdiskusi dengan pemilik smelter Weda Bay mulai 2025 pengolahan nikel disana akan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan bekas tambang, dengan target lima tahun selanjutnya pemanfaatan EBT sudah di atas 50%.
"Puncaknya nanti di tahun 2030 minimal 60-70 persen mereka sudah bisa melakukan konversi memakai energi baru terbarukan," tambahnya.
Selanjutnya, Bahlil mengatakan, smelter-smelter yang produk turunannya hanya sampai dengan Nickel Iron Pig (NPI) akan diberikan persyaratan sudah harus memakai EBT, atau setidaknya menggunakan energi berbasis gas bumi, meski memiliki investasi yang lebih mahal.
"Tetapi, mahalnya Capex untuk melakukan investasi terhadap power plant yang berorientasi pada EBT itu ditutupi dengan harga produk yang memang harganya lebih mahal ketimbang produk yang dihasilkan dari energi batu bara atau fosil. Jadi kalau dihitung secara ekonomi, itu no issue," kata Bahlil.